Ritual bersantap lalu ditutup dengan segelas air nira kelapa alias badheg. Minuman ini tidak hanya segar, tapi juga menggelitik kerongkongan karena rasanya yang manis ternyata meninggalkan jejak sedikit masam. Cara terbaik menikmati badheg yang manisnya agak pekat ini adalah dengan meminumnya sedikit demi sedikit.
"Numpang Makan"
Bersantap di Sanggar Darimu memberi pengalaman yang berbeda. Kita tidak hanya mencecap sensasi sajian ndeso yang nikmat, tapi juga menemukan sebentuk esensi pangan lokal yang bermartabat.
Nasinya dari padi yang dipanen di sawah yang mengelilingi sanggar. Demikian juga bahan segar lainnya untuk membuat masakan yang merupakan hasil bumi dari sekitar sanggar. Oleh karena itu, sajian yang tersedia tidak selalu sama setiap hari. Semua tergantung ketersediaan bahan yang siap diolah.
Di sini kita tidak bisa memesan sajian sesuai kehendak kita. Dengan kata lain, pengunjung hanya "numpang makan".
Saat datang kita hanya cukup menyebutkan berapa orang yang hendak makan. Bisa juga mengabari sebelumnya melalui telepon soal rencana kedatangan kita.
Barangkali dapur bisa menyiapkan "kejutan" tambahan untuk disajikan. Namun, pada dasarnya hidangan yang disajikan mengikuti apa yang tersedia dan dimasak di dapur pada saat itu.Â
Tidak sulit untuk menuju Sanggar Darimu. Meski jaraknya agak jauh, yakni sekitar 20 km dari alun-alun Purbalingga, tapi perjalanan bisa ditempuh dengan lancar karena akses menuju Desa Bokol melintasi jalan aspal yang mulus. Petunjuk google maps juga cukup akurat mengantarkan ke lokasi, ditambah adanya papan nama Sanggar Darimu di dekat lokasi.
Hanya saja jika datang menggunakan mobil kita harus memarkirnya di tepi jalan raya Kedungbenda. Selanjutnya untuk mencapai sanggar kita perlu berjalan kaki sekitar 400 meter melewati jalan setapak tanah yang membelah persawahan.Â