Siang itu, Dwi Nugroho, seorang pemuda dari Desa Bokol, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah menyajikan untuk kami sederet hidangan.
Awalnya dihantarkan gulai "jantung pisang", sayur lompong, mendoan, dan tempe goreng. Kemudian datang ayam kampung goreng lengkap dengan sambal terasi serta lalapan daun pepaya, mentimun, dan petai. Menyusul terakhir beberapa gelas minuman disuguhkan.Â
Dwi Nugroho yang memiliki rambut panjang bergaya gimbal sehingga orang segera tahu bahwa ia adalah seorang pecinta musik reggae, menyapa dan menyalami kami semua. Sesaat bercakap-cakap, tapi ia tak bisa berlama-lama. Setelah pamit ia mempersilakan kami mencicipi hidangan yang ia sebut "seadanya".
"Darimu"
Sedikit cerita tentang Dwi Nugroho dan tempat yang kami kunjungi siang itu saya peroleh dari penuturan kakak yang sudah mengenal Dwi karena pernah bertemu sebelumnya. Kakak juga yang membawa saya ke tempat ini untuk pertama kali.
Dwi adalah pemuda kreatif yang cinta pada kesenian. Sekitar tahun 2012 ia mendirikan sanggar kesenian bernama "Darimu" di rumahnya yang dikelilingi persawahan luas. Sejumlah pondok atau saung yang terbuat dari bambu mengisi halaman depan serta samping kanan kirin rumahnya. Di sanalah segala bentuk kerja kesenian dilangsungkan.
Letaknya yang terpencil tak membuat Sanggar Darimu surut langkah. Bahkan, mampu bertumbuh dan menebar semangat yang besar untuk berkreasi dalam kemandirian.Â
Foto-foto yang terpajang di salah satu pondok memperlihatkan sejumlah kegiatan, pendidikan, dan workshop di Sanggar Darimu. Dari foto-foto tersebut diketahui pula beberapa pejabat, turis asing dan penyanyi nasional pernah berkunjung ke tempat ini.
Ayam Kampung Tulen
Hal lain yang istimewa adalah Sanggar Darimu tak hanya memberi makan jiwa-jiwa yang "haus seni" atau "lapar kreasi". Tempat ini juga siap menyambut dengan ramah orang-orang yang merindukan makanan ndeso yang nikmat. Kedatangan kami saat liburan beberapa waktu lalu juga bermaksud untuk mengobati kerinduan tersebut.