Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kamu Tega Pesan Makanan lewat Ojek Daring Hanya Bayar Rp 1000?

3 Mei 2019   08:37 Diperbarui: 3 Mei 2019   16:51 1970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hanya Rp1000 sudah bisa makan enak tanpa keluar tenaga. Mau? (dok. pri).

2Memesan makanan lewat ojek daring semakin lumrah. Bagi sebagian orang telah menjadi semacam kebiasaan bahwa layanan pesan antar makanan pada aplikasi ojek daring diandalkan untuk membawakan mereka menu sarapan, bekal makan siang, dan hidangan santap malam. 

Sekumpulan anak muda idealis kini bisa menyulap sudut taman kampus menjadi tempat ngopi paling asyik hanya dengan memiliki aplikasi ojek daring. Sekali mereka memencet "pesan sekarang", orang-orang berhelm dan berjaket hijau akan segera mengantarkan kepada mereka aneka kopi panas, es kopi, dan kentang goreng. 

Sekelompok remaja tanggung juga dengan mudah menciptakan keriaan di tengah belajar kelompok yang membosankan. Caranya sama. Memencet "pesan sekarang" lalu orang-orang berhelm dan berjaket hijau membawakan ke tengah mereka sekotak nuget pisang dan martabak penuh coklat.

***

Pemicu yang mendorong keinginan orang memesan makanan lewat ojek daring tentu karena kemudahannya. Setelah itu adalah faktor "murah". Walau harga di aplikasi secara umum telah dinaikkan dan masih ditambah ongkos kirim, orang tetap menyukai layanan ini. 

Tambahan biaya yang dikenakan dianggap masih lebih ekonomis dibandingkan dengan sumber daya berupa waktu, tenaga, dan sebagainya yang harus dikeluarkan konsumen jika harus datang langsung ke kedai kopi, warung, atau restoran untuk membeli sendiri. 

Kondisinya semakin mendukung bila ada diskon harga makanan atau promo pembayaran menggunakan uang elektronik/dompet digital. Pada saat itu memesan makanan melalui ojek daring memang benar-benar lebih murah. Coba bayangkan, anda bisa mendapatkan menu makan siang lengkap dengan minuman segar hanya dengan memotong Rp 5000 dari saldo dompet uang digital. Itu terjadi bukan karena Jokowi yang jadi presiden, tapi karena aplikasi ojek daring.

Saya termasuk yang akhir-akhir ini sering memesan makanan/minuman lewat ojek daring. Dalam sebulan terakhir ada empat atau lima kali saya memanfaatkan layanan pesan antar makanan di aplikasi ojek daring. Beberapa kali pula saya mendapatkan "keuntungan" dari voucher diskon harga makanan, gratis ongkos kirim, maupun promo penggunaan uang elektronik.

Meskipun demikian, ternyata tidak selalu mudah untuk memencet tombol "pesan sekarang" pada layar pemesanan makanan. Beberapa kali saya berada di tengah-tengah tumbukan keras suara-suara faktual dan bisikan-bisikan etis. 

Suara faktual meyakinkan bahwa tidak ada yang salah dengan layanan pesan antara makanan. Aplikasi ojek daring adalah sebuah teknologi yang dibuat untuk memudahkan manusia. Namun, bisikan etis secara mendalam menanyakan sejauh mana kita bisa membenarkan diri sendiri untuk menyuruh orang lain membelikan kita makanan, sementara orang itu mungkin saja sedang menahan rasa lapar yang sama. 

Suara-suara faktual menyodorkan alasan yang akurat bahwa potongan harga, promo, dan gratis ongkos kirim adalah mekanisme timbal balik yang tidak melanggar aturan manapun. Akan tetapi bisikan-bisikan etis segera menimpali dengan pertanyaan tajam: sejauh mana kita tega menyuruh orang lain membelikan dan mengantarkan makanan murah kita yang berdiam di ruangan ber-AC, sementara orang itu melewatkan waktu makannya sendiri dan terpanggang di teriknya jalanan.

Suara-suara faktual secara benar mengatakan bahwa saldo dompet digital yang terpotong tidak selalu sama secara nominal dengan yang diterima oleh tukang ojek pengantar makanan. Mereka dibayar lebih besar. Akan tetapi bisikan-bisikan etis tidak berkata tentang hal itu.

Hanya Rp1000 sudah bisa makan enak tanpa keluar tenaga. Mau? (dok. pri).
Hanya Rp1000 sudah bisa makan enak tanpa keluar tenaga. Mau? (dok. pri).
Sejauh kita menganggap bahwa setiap orang adalah makhluk yang bebas dalam berkehendak, maka kita tidak harus memilih secara konsisten antara suara faktual atau bisikan etis. Masalahnya hampir tidak mungkin kita membungkam begitu saja bisikan-bisikan etis seperti halnya kita tidak bisa menutup telinga pada suara-suara faktual. 

Kita tidak bisa menyuruh diam bisikan-bisikan etis untuk kemudian hanya meminta suara-suara faktual yang menentukan keputusan kita atau sebaliknya. Maka keputusan manusia tidak lepas dari interaksi rumit antara suara-suara faktual dan bisikan-bisikan etis.

Soal memesan makanan lewat ojek daring, tumbukan antara suara faktual dan bisikan etis berlangsung tidak sebentar bagi saya. Seringkali keputusan untuk melanjutkan atau mengurungkan memesan baru saya ambil setelah 15-30 menit kemudian. Saling silang antara suara-suara faktual dan bisikan-bisikan etis kadang berujung pada keputusan untuk menarik keinginan menyuruh orang lain membelikan makanan.

Dua hari yang lalu saya menemukan halaman pemesanan makanan di aplikasi ojek daring saya menampilkan harga Rp 1000. Saya akan mendapatkan seporsi nasi dengan lauk dari sebuah kedai yang jaraknya 2 km. Saya hanya cukup diam menunggu dan membiarkan tukang ojek yang mengantarnya nanti memotong saldo uang elektronik saya sebesar Rp 1000. Kenyataannya sampai setengah jam kemudian tidak terjadi apa-apa dengan tombol "pesan sekarang".

***

Pengalaman-pengalaman subyektif mungkin bisa menolong seseorang dalam memutuskan pilihan ketika suara faktual dan bisikan etis bertumbukan. Itu dimungkinkan karena pengalaman subyektif tertentu juga merupakan sumber dari suara faktual dan bisikan etis sekaligus.

Suara-suara faktual dan bisikan-bisikan etis yang saling menyeruak dalam diri saat kita ingin memesan makanan lewat ojek daring tak lepas dari pengalaman-pengalaman subyektif. Setiap orang memiliki pengalaman subyektif yang mungkin berbeda satu sama lain. 

Beberapa pengalaman subyektif menjadi semacam panduan bagi saya dalam menimbang keputusan memesan atau tidak memesan makanan lewat ojek daring.

Pertama-tama saya akan melongok ke luar dan memandang ke atas. Cuaca mendung, apalagi hujan, sudah cukup menjadi alasan untuk mengurungkan niat memesan makanan lewat ojek daring. Sejauh mana kita sanggup menyuruh orang lain menembus hujan dan kedinginan untuk mencarikan kita makanan lalu mengantarkan ke tempat kita yang nyaman? 

Saya juga tidak memesan di atas pukul 21.00. Benar memang ada banyak tukang ojek daring yang lebih aktif di malam hari dan tetap banyak penjual makanan yang bisa kita pilih selama 24 jam. 

Akan tetapi mana yang lebih menyenangkan: membayangkan seorang tukang ojek pulang membawa bungkusan nasi goreng sebagai makan malam untuk keluarganya atau memberikan instruksi-instruksi agar ia tak salah memesankan makanan sesuai keinginan kita? Nyatanya membayangkan diri sendiri menyuruh orang lain untuk mencarikan makanan di malam yang larut belum merupakan pengalaman yang mengesankan. 

Sekarang mari bayangkan kita memesan makanan untuk berbuka puasa. Rasanya jika hendak memesan hidangan berbuka lewat ojek daring, mungkin lebih baik kita melakukannya dua jam sebelum waktu berbuka. Kecuali kita telah menemukan alasan tanpa keraguan sedikit pun bahwa meminta orang lain membelikan makanan berbuka 15 menit sebelum bedug magrib adalah pengalaman terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun