Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan featured

Kenangan Saya tentang Nh Dini

6 Februari 2019   08:47 Diperbarui: 29 Februari 2020   07:23 1461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster besar Nh. Dini di Festival Buku dan Musik 2018 (dok. pri).

Sekitar pertengahan Januari lalu, seorang teman tiba-tiba ingin meminjam buku dari saya. Ia mengirim pesan. "Ndra, bisa pinjam buku-bukunya Dini nggak?".

Saya langsung paham bahwa Dini yang ia maksud adalah Nh. Dini. Akan tetapi saya agak terkejut ia berminat membaca Dini karena selama ini ia lebih merupakan wakil dari penggemar buku-buku yang lebih "ngepop". 

Rupanya, teman saya penasaran dengan karya Nh. Dini. Ia belum pernah membaca karya Dini yang manapun dan ingin membacanya begitu tahu bahwa sang sastrawan wanita itu  telah meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada 4 Desember 2018.

Diketahui olehnya bahwa saya memiliki beberapa karya Nh. Dini seperti halnya saya mengkoleksi karya Mira W. Saya lalu menawarkan "Gunung Ungaran", novel Nh. Dini yang terbit pada 2018. Alasannya karena saat itu saya masih sedang membaca Gunung Ungaran dan setelah selesai nanti saya bersedia meminjamkannya.

Gunung Ungaran, karya terakhir Nh. Dini yang diterbitkan pada 2018 (dok. pri).
Gunung Ungaran, karya terakhir Nh. Dini yang diterbitkan pada 2018 (dok. pri).
Bicara soal novel Gunung Ungaran, sebenarnya saya agak terlambat mendapatkannya. Meskipun demikian, saya bersyukur bisa memilikinya. Apalagi mengingat tak lama setelah kepergian Nh. Dini untuk selamanya, Gunung Ungaran tampaknya langsung diburu orang-orang dan segera menjadi karya yang istimewa karena itulah karya terakhir Nh. Dini.

Di sebuah toko buku pada suatu hari saya mendapati Gunung Ungaran telah habis. Padahal, beberapa hari sebelum Nh. Dini tutup usia, stok buku itu cukup tersedia. Sementara di beberapa penjual buku yang menjajakannya melalui marketplace, Gunung Ungaran ada yang dijual lebih tinggi dibanding harga resmi.

Saya sempat mencari informasi ke penerbit buku tersebut, yakni Media Pressindo yang berkantor di Yogyakarta. Ketika menanyakan ketersediaan Gunung Ungaran di toko mereka, ternyata buku itu sudah habis dan penerbit belum akan mencetak ulang. Untuk sementara penerbit hanya memfasilitasi pembaca yang ingin memiliki Gunung Ungaran dengan memesan secara print on demand (POD) dan tanpa potongan harga.

***

Gunung Ungaran memang istimewa. Namun, karya Nh. Dini yang menjadi favorit saya adalah "Pertemuan Dua Hati". Novel tersebut sangat berkesan karena lewat karya itulah saya segera berminat untuk membaca karya-karya Nh. Dini lainnya.

Pertemuan Dua Hati merupakan buku Nh. Dini yang pertama kali saya beli dan saya baca sampai tuntas. Saya membelinya pada Januari 2011. 

Akhir tahun 2010 atau awal 2011 bisa dibilang awal mula saya membeli dan mengumpulkan banyak bacaan. Dan karya-karya Nh. Dini, bersamaan dengan Mira W dan Marga T, adalah yang pertama mengisi rak buku saya. 

Masa-masa saya giat membaca Nh. Dini (juga Mira W dan Marga T) adalah saat di mana saya lebih menyukai membaca karya fiksi dan tidak berminat untuk membaca fiksi lain selain tulisan Dini, Mira, dan Marga. Masa-masa itu adalah masa ketika setiap kali saya ke toko buku, nama yang pertama-tama saya cari adalah Nh. Dini, Mira W, dan Marga T. Masa di mana saya mulai mengumpulkan karya-karya ketiganya adalah saat di mana saya dianggap aneh oleh kakak perempuan saya. Ia menganggap selera saya terlalu jadul: sudah menyukai band jadul KAHITNA, buku-buku bacaannya juga tak kalah jadul.

***

Mengapa saya menyukai karya-karya Nh. Dini?

Alasan utamanya adalah karena Dini sangat fasih bercerita tentang orang-orang kecil, keluarga miskin, anak yatim, pedagang asongan, dan pembantu rumah tangga. Kefasihan yang sama juga ia perlihatkan manakala menulis cerita tentang orang-orang kaya dan kaum mapan. 

Dini menampilkan manusia secara apa adanya. Cobalah untuk membaca Pertemuan Dua Hati. Di dalam karya lawas yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama itu tampak jelas ketajamannya dalam menyorot realita seorang anak yang bermasalah.

Waskito, si anak bermasalah itu adalah murid yang nakal dan sukar ditangani. Ia suka membolos dan nakal. Tidak mudah untuk membimbingnya. Akan tetapi sentuhan hati seorang guru bernama Bu Suci melalui perjuangan yang berliku berhasil mengubah Waskito menjadi anak yang lebih baik.

Sebagian karya lawas Nh. Dini (dok. pri).
Sebagian karya lawas Nh. Dini (dok. pri).
Menurut saya tak ada fiksi dan nonfiksi jika menyebut Nh. Dini. Fiksi dalam karya-karya Nh. Dini tak ubahnya realita. Itu disebabkan karena cerita-ceritanya sebagian besar bersumber dari pengalaman pribadinya sendiri, hasil pengamatan atas lingkungannya, serta kisah-kisah hidup orang-orang di sekitarnya atau orang-orang yang pernah bersentuhan dengan kehidupannya.

Imajinasi karyanya terkendali dengan baik. Selain itu, Dini bukan penulis yang suka mengumbar kata-kata mutiara untuk memperlihatkan kebermaknaan karyanya.

Setiap karyanya dekat dengan realitas. Mengikuti kalimat-kalimatnya, yang ada saya seperti mendengarkan ada orang yang sedang bercerita langsung di samping saya. Kesan dekat dan nyata dari sebuah karya hanya bisa dilahirkan dari penulis yang melibatkan empatinya dan mampu merasakan dengan baik gejolak lingkungannya. Itulah Nh. Dini yang sosok dan karyanya takkan terganti.

Baca juga: Mengkoleksi Karya Mira W

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun