Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sumadi, Puluhan Tahun Menggosok Tempurung Kelapa

4 Desember 2018   13:40 Diperbarui: 4 Desember 2018   18:42 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumadi bekerja di bagian samping rumahnya (dok. pri).

Bagi Sumadi, hidup selalu biasa saja. Setiap hari setelah bangun dan menyaksikan  sinar matahari merambat mengenai tubuhnya dan semua di sekitarnya, apa yang ia kerjakan tidak banyak berubah. 

Selama hampir 40 tahun ia tetap menggosok tempurung kelapa untuk membuat centong atau sendok sayur. Pekerjaan itulah yang telah menghidup dirinya serta menafkahi keluarganya.

Sumadi adalah seorang perajin limbah kelapa di Kelurahan Purbalingga Wetan, Kecamatan Purbalingga, Jawa Tengah. Di kampungnya itu, Sumadi yang saat ini berusia 66 tahun bisa dikatakan sebagai perajin tertua yang masih aktif. Rata-rata perajin di Purbalingga Wetan saat ini berusia 35-45 tahun. 

Berbeda dengan kebanyakan perajin di kampungnya yang berkumpul di bangunan bekas SD Negeri 2 Purbalingga Wetan sebagai pusat pembuatan kerajinan, Sumadi memilih bagian samping rumahnya yang sederhana sebagai tempat bekerja. 

Di tempat yang sempit itu terserak tempurung dan potongan kayu. Dua lembar seng yang sudah karatan menjadi pelindungnya dari terik matahari atau hujan saat sedang bekerja.

Sumadi mulai aktif membuat kerajinan dari limbah kelapa sejak tahun 1981. Ia mengikuti orang tuanya yang juga perajin. Keterampilan membuat kerajinan limbah kelapa juga ia pelajari hanya dengan melihat orang tuanya dulu membuat. 

Kerajinan limbah kelapa di Purbalingga Wetan memang sudah berlangsung sejak lama dan diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, hanya sedikit yang terus mempertahankannya hingga kini. Generasi muda setempat kurang tertarik pada kerajinan limbah kelapa. Dua anak Sumadi pun memilih pekerjaan yang lain.

Sumadi bekerja di bagian samping rumahnya (dok. pri).
Sumadi bekerja di bagian samping rumahnya (dok. pri).
Produk kerajinan limbah kelapa yang masih sering dibuat oleh Sumadi saat ini adalah irus atau sendok sayur berbahan tempurung kelapa. Pembuatannya yang relatif mudah dan sederhana ia anggap sesuai dengan usia dan tenaganya saat ini.

Meski hampir setiap hari membuat irus, Sumadi sudah jarang menerima pesanan dalam jumlah banyak atau dengan tenggat waktu yang singkat. Ia tidak ingin memaksakan kondisinya untuk mengerjakan pesanan yang memberatkan.

Hasil produksinya setiap hari dikumpulkan di rumah sambil menunggu pedagang pengepul datang mengambil. "Yang penting buat, nanti kalau ada yang ambil ya seadanya itu", katanya. Kadang produksinya bisa lebih banyak jika kedua anaknya ikut membantu setelah pulang dari tempat mereka bekerja.

Saat ini Sumadi mengandalkan pedagang pengepul untuk memasarkan hasil produksinya ke luar daerah seperti Purwokerto, Yogyakarta, dan Jakarta. Berbeda dengan beberapa puluh tahun lalu saat ia masih muda dan sanggup bepergian hingga ke Bandung dan Jakarta untuk menjual sendiri produk buatannya. 

Keberadaan pedagang pengepul memang membantu, meski itu membuat perajin seperti Sumadi kurang leluasa menentukan harga. Saat ini harga irus di tingkat perajin rata-rata hanya Rp2000. Bahkan, harga borongan per kodi (isi 20) kadang lebih rendah lagi.

Sumadi tetap bertahan membuat produk kerajinan dari tempurung kelapa (dok. pri)
Sumadi tetap bertahan membuat produk kerajinan dari tempurung kelapa (dok. pri)
Walaupun demikian, Sumadi tetap pada pilihan hidupnya. Baginya bertahan menjadi perajin limbah kelapa bukan sekadar bekerja untuk mencari nafkah. Pilihan hidupnya itu juga dijalani sebagai upaya mewarisi dan menjaga apa yang ditinggalkan oleh orang tuanya dahulu. Meski melelahkan, ia bahagia melakoninya. Bahkan, jika sehari saja tidak membuatnya ia merasa bingung. "Memang capek, tapi saya masih suka begini (membuat kerajinan)", katanya pada Sabtu (24/11/2018) pagi.

Selama puluhan tahun sudah tak terhitung berapa banyak irus yang ia buat. Sepanjang itu pula ia terus menggosok tempurung kelapa sampai halus, lalu disatukan dengan gagang kayu hingga menjadi irus. Bisa jadi irus di rumah dan di warung langganan kita adalah buatan Sumadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun