Di bawah Pohon Beringin, di sudut Alun-alun Utara Keraton Surakarta, ribuan buku tertumpuk. Tersimpan di dalam bilik sederhana, juga terserak di atas rak-rak kayu seadanya.
Hari Minggu itu saya datang ke sana atas saran Ibu Suliyem, penjual dawet di Pasar Klewer. Saat menikmati dawet buatannya, saya bertanya apakah ada tempat menarik di sekitar Pasar Klewer dan Keraton Surakarta yang bisa saya datangi dengan berjalan kaki. Ia lalu menyarankan saya untuk datang ke pasar loak buku-buku bekas. Barangkali karena melihat saya membawa buku sehingga dianggapnya saya menyenangi buku.
Saran Ibu Suliyem itu saya terima dengan senang. Rupanya ada tempat seperti demikian di dekat Pasar Klewer dan Keraton Surakarta. Maka dari tempat Ibu Suliyem berjualan di lantai tiga Pasar Klewer saya segera menuju tempat yang dimaksud. Berjalan kaki melewati Alun-alun Utara Kraton Surakarta dan Masjid Agung, saya akhirnya menemukannya.
Ada belasan kios yang menjajakan buku-buku bekas di tempat ini. Kios-kios tersebut sederhana saja bentuk. Seperti bilik kayu dengan beberapa rak dan meja yang juga terbuat dari kayu. Bahkan, ada kios yang terlihat seperti gudang dengan tumpukan buku terserak di dalamnya.
Banyak di antara buku-buku yang dijual adalah buku kuno atau lawas. Sampul dan kertas halamannya yang berwarna kuning kecoklatan menandakan buku-buku itu telah jauh melintasi waktu. Tidak sedikit dari buku-buku kuno itu yang ditulis dalam bahasa Belanda, Jerman, Inggris, dan bahasa-bahasa asing lainya.
Kamus dari tahun 1946 itu sepertinya merupakan kamus penting untuk menunjang pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah zaman Hindia Belanda.Â
Sayangnya saat itu tidak ada penjual di kios yang bisa saya temui untuk mengetahui harganya. Tapi saat mencarinya di bursa buku-buku kuno melalui internet, di luar negeri buku lawas itu dihargai 10-15 Euro. Barangkali penjual di kios ini juga menjualnya pada kisaran ratusan ribu atau bahkan jutaan jika faktor kelangkaan dan keistimewaan lainnya turut dihitung.
Saya juga menjumpai sebuah buku yang berisi materi kuliah "Hukum Perdata" bertahun 1957/1958. Pada sampul coklatnya yang telah kusam masih jelas terbaca nama "Prof. Mr. Koesoemadi", "Tidak Diperdagangkan", dan "Jajasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Jogjakarta, Jalan Sunarjo 16". Dilihat dari tahunnya tentu saja isi buku itu masih ditulis dalam ejaan lama dengan bentuk huruf seperti hasil cetakan mesin ketik.
Buku-buku kuno yang berjejalan di tempat ini bukan hanya buku pendidikan. Ada pula buku sejarah, filsafat, sastra, budaya, dan lain-lain. Kolektor naskah kuno berbahasa Jawa atau Arab juga bisa mencarinya di sini.
Walau dikenal sebagai pasar buku bekas, kios-kios di Taman Buku & Majalah Alun-alun Utara Kraton Surakarta ini juga menjual buku-buku baru yang masih rapi terbungkus plastik. Namun, calon pembeli perlu lebih teliti untuk memastikan keasliannya karena beberapa buku baru itu dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasar.
Minggu itu tidak semua kios buka. Suasananya pun cenderung sepi. Pada salah satu kios yang buka, terlihat penjualnya sibuk memilah beberapa jenis buku.Â
Di beberapa kios buku-buku dikelompokkan menurut jenisnya sehingga pengunjung tidak sulit untuk mencari buku sesuai keinginan. Tapi ada juga buku-buku yang tercampur sehingga untuk menemukan buku yang diinginkan pengunjung perlu berusaha lebih keras untuk mencarinya.
Setiap kali berkunjung ke Taman Buku & Majalah Alun-alun Utara Kraton Surakarta, Iwan biasa menghabiskan satu jam untuk memenuhi hasratnya pada cerita sejarah. Saat melihatnya asyik menelisik lembar demi lembar, sayapun tak tega terlalu lama menganggu. Lebih baik membiarkannya tenggelam dalam tumpukan buku-buku kuno itu.
Baca juga: Menambah Koleksi Buku Bacaan dengan Mudah dan Murah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI