Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menghindari Tarif Taksi "Rentenir" Stasiun Yogyakarta

3 Juli 2018   09:17 Diperbarui: 3 Juli 2018   13:07 7816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Minimarket dan warung gudeng di depan pintu keluar barat Stasiun Yogyakarta. Jika jeli di depan warung gudeg terdapat pangkalan taksi berargo dengan tarif yang lebih murah dibanding taksi stasiun (dok. pri).

"Sembilan puluh ribu", jawaban itu saya terima dari petugas konter/loket taksi di Stasiun Yogyakarta pada Minggu (1/7/2018) siang. Meski diucapkan dengan nada biasa, tapi mendengarnya saya buru-buru mengucap terima kasih dan berbalik badan.

***

Hari itu kereta api Fajar Utama yang saya tumpangi tiba di Stasiun Yogyakarta atau yang dikenal dengan Stasiun Tugu sekitar pukul 14.55 WIB. Setelah kereta api berhenti saya lalu berjalan menuju pintu keluar sisi barat. 

Di sebuah kursi di depan kios-kios pada jalur menuju pintu keluar saya duduk sebentar dan membuka smartphone untuk memesan taksi online. Empat kali saya mencoba memesan lewat dua aplikasi taksi atau ojek online yang berbeda, tapi gagal mendapatkan driver. Cukup mengherankan karena di aplikasi terlihat banyak taksi online di sekitar stasiun.

Oleh karena gagal memesan taksi online saya mencoba menggunakan taksi konvensional. Maka berjalanlah saya menuju counter atau loket taksi Stasiun Yogyakarta. Penumpang yang turun di Stasiun Yogyakarta dan menuju pintu keluar barat pasti akan melewati loket taksi tersebut karena letaknya ada di dalam ruang tunggu dan hanya berjarak beberapa meter sebelum pintu keluar.

Tiba di depan meja loket saya segera bertanya ke seorang petugas yang melayani. Pertanyaan pertama saya dijawab bahwa taksi tidak menggunakan argo dan tarif ditentukan berdasarkan jarak dan tujuan. Setelah menyebutkan tujuan saya, petugas langsung menyebutkan "sembilan puluh ribu". Kunjungan saya di loket taksi itu pun saya akhiri. Tarif yang tidak masuk akal.

Pintu keluar barat Stasiun Yogyakarta (dok. pri).
Pintu keluar barat Stasiun Yogyakarta (dok. pri).
Saya kembali ke tempat duduk sambil menyimpan penasaran bagaimana cara taksi tadi menghitung tarif. Ada rasa heran dari mana asalnya keluar tarif Rp90.000 untuk perjalanan dari stasiun ke kawasan UGM yang jika menggunakan taksi online tarifnya sekitar Rp20.000-Rp25.000.

Saya mencoba sekali lagi memesan taksi online melalui aplikasi. Tak mengapa nanti saya berjalan ke Jalan Pasarkembang yang biasa menjadi lokasi penjemputan transportasi online. Namun, upaya memesan taksi online kembali gagal. Permintaan saya di aplikasi tak menemukan driver yang menerima. Mungkin para pengendara taksi online sedang tidur siang semuanya.

Upaya memesan taksi online saya sudahi. Sementara taksi stasiun saya coret dari pilihan. Saya memutuskan memencet satu deret nomor pemesanan taksi konvensional. Tak lama saya menunggu, telepon saya diterima oleh seorang petugas. Saya sebutkan hendak memesan satu taksi untuk menjemput di Stasiun Yogyakarta. Jawaban yang saya terima agak mengejutkan, tapi juga melegakan.

Di ujung telepon petugas memberi tahu saya bahwa perusahaan taksinya memiliki pangkalan di dalam area Stasiun Yogyakarta. Saya juga diarahkan untuk menemukan lokasi pangkalan taksi tersebut. "Untuk taksi kami ada di sebelah al*amart. Bisa langsung ke pangkalannya, nanti ada petugas di bawah pohon mangga."

Taksi konvensional berargo dengan kode/nomor 373737 inilah yang saya naiki pada Minggu. Tarifnya lebih masuk akal dibanding taksi stasiun (dok. pri).
Taksi konvensional berargo dengan kode/nomor 373737 inilah yang saya naiki pada Minggu. Tarifnya lebih masuk akal dibanding taksi stasiun (dok. pri).
Saya kemudian keluar. Di depan pintu keluar pandangan saya arahkan ke minimarket yang dimaksud. Lokasi minimarket itu nyaris berhadapan dengan pintu keluar.

Di samping minimarket tersebut terdapat warung gudeg. Pangkalan taksi itu lokasinya ada di depan warung tersebut. Sebuah papan LED berukuran kecil memuat informasi nama taksi dan tarif argo. Selain itu ada tanda yang menunjukkan lokasi pangkalan taksi. 

Meja kecil tempat petugas taksi dan kursi untuk menunggu diletakkan di bawah pohon mangga. Begitu mengetahuinya saya lalu menyadari bahwa selama ini meski beberapa kali tiba di Stasiun Yogyakarta, tapi tidak memperhatikan pangkalan taksi ini. Mungkin karena keberadaannya sering terhalang oleh lalu lalang orang dan kendaraan yang baru memasuki atau hendak keluar dari stasiun.

Minimarket dan warung gudeng di depan pintu keluar barat Stasiun Yogyakarta. Jika jeli di depan warung gudeg terdapat pangkalan taksi berargo dengan tarif yang lebih murah dibanding taksi stasiun (dok. pri).
Minimarket dan warung gudeng di depan pintu keluar barat Stasiun Yogyakarta. Jika jeli di depan warung gudeg terdapat pangkalan taksi berargo dengan tarif yang lebih murah dibanding taksi stasiun (dok. pri).
Saya kemudian menghampiri dan berbicara dengan dua petugas taksi yang mengenakan seragam. Saya sebutkan ingin memesan taksi beserta tujuannya. Dengan ramah petugas memberitahu saya bisa langsung berangkat karena kebetulan sedang tidak ada antrean. 

Salah satu petugas juga memberi sebuah tawaran, "mau pakai alphard atau biasa?" Agak tercengang saya mendengar tawaran itu. Ternyata selain menyediakan armada reguler, taksi tersebut juga menyiapkan mobil alphard di tempat parkir stasiun.

Lokasi pangkalan taksi berargo dengan tarif normal di pintu barat Stasiun Yogyakarta (dok. pri).
Lokasi pangkalan taksi berargo dengan tarif normal di pintu barat Stasiun Yogyakarta (dok. pri).
Singkat cerita saya menumpang taksi tersebut dengan armada reguler. Dalam perjalanan saya sempat menengok argometer taksi dan menjumpai tarif seperti biasa.

Taksi meluncur lancar mengantarkan saya. Saat tiba di tujuan, argometer menunjukkan tarif Rp32.000. Ternyata tak jauh berbeda dengan tarif taksi online. Dan yang pasti lebih murah dan lebih masuk akal dibanding taksi stasiun yang tarifnya bagai pungutan rentenir.

***

Pengalaman di atas cukup berharga bagi saya. Di kemudian hari jika sulit mendapatkan taksi online dari Stasiun Yogyakarta, ada alternatif taksi konvensional dengan tarif yang wajar sesuai argo. Bisa juga menjadi alternatif pilihan transportasi bagi rekan-rekan atau wisatawan yang bepergian ke Yogyakarta menggunakan kereta api dan turun di Stasiun Yogyakarta. Saat keluar dari pintu barat, cukup berjalan beberapa langkah untuk menemukan pangkalan taksi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun