Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Membelah Hutan Gunung Kawi, Menjumpai Coban Glotak yang Eksotis

4 Mei 2018   14:53 Diperbarui: 4 Mei 2018   18:39 2650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Coban Glotak, air terjun di tengah hutan lereng Gunung Kawi (dok. pri).

Jam menunjukkan pukul 10 WIB, matahari mulai terik dan terasa menyengat kulit. Untungnya saya berada di lereng Gunung Kawi yang dilingkupi hutan berlimpah udara segar Semilir angin yang berhembus terasa melenakan.

Setelah berhenti sejenak dan melakukan persiapan ringan untuk melemaskan otot, langkah-langkah kaki berikutnya mempertemukan saya dengan pesona alam yang tiada duanya. Masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Coban Glotak.

***

Coban Glotak yang saya kunjungi Desember lalu ini berada di Desa Dalisodo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Wilayah Desa Dalisodo terletak di lereng Gunung Kawi yang berjarak sekitar 20 Km di barat Kota Malang. Tidak terlalu jauh sebenarnya, tapi untuk mencapai ke sana saya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam.

Gunung Kawi (dok. pri).
Gunung Kawi (dok. pri).
Mula-mula perjalanan cukup lancar dari Kota Malang. Jalan raya beraspal dengan cepat mengantar saya memasuki wilayah Kabupaten Malang hingga ke Kecamatan Wagir. Dari sinilah perjalanan mulai melambat karena belum banyak petunjuk yang mengarahkan ke Coban Glotak.

Panduan dari Google Maps yang saya gunakan sejak berangkat dari Kota Malang ternyata kurang akurat sehingga saya harus beberapa kali berhenti untuk bertanya ke beberapa orang demi memastikan jalan yang diambil telah benar.

Baru setibanya di Desa Dalisodo dijumpai papan kayu penunjuk arah menuju Coban Glotak. Papan itu terlihat masih baru dan dibuat oleh kelompok mahasiswa KKN dari salah satu universitas di Malang.

Rupanya jaraknya masih sekitar 3 Km lagi. Kali ini melalui jalanan yang kondisinya kurang baik karena berupa makadam dan tanah berkerikil. Kontur jalannya pun berkelok dengan selingan tanjakan serta turunan yang menuntut waspada.

Meskipun demikian, sepanjang perjalanan mata ditemani kearifan alam yang memikat. Rute yang dilalui bagai membelah hutan. Perbukitan di kanan dan kiri memperlihatkan kawasan hutan yang subur di bawah bentangan cakrawala yang luas. Gunung Kawi terlihat jelas meski sebagian tubuhnya tertutup awan. Pemandangan seperti ini selalu membuat saya bergetar.

***

Perasaan lega ketika akhirnya sampai di sebuah area yang lapang di mana terdapat sebuah pondok kecil dengan gapura sederhana bercat merah. Pada bagian atas gapura tergantung papan kayu bertuliskan "Welcome Coban Glotak".

Di sekitar pondok ada beberapa petugas yang berjaga. Ternyata tempat ini masih merupakan bagian dari kawasan alam di bawah pengelolaan Perum Perhutani KPH Malang. Setelah membayar tiket masuk Rp4000, seorang petugas mengatakan kalau lokasi Coban Glotak sudah dekat. "Cuma sekitar 1 Km lagi, jalan kaki lewat sini sampai ketemu sungai," katanya sambil menunjukkan akses jalan yang harus saya lalui.

Tempat membayar tiket sebelum menuju Coban Glotak (dok. pri).
Tempat membayar tiket sebelum menuju Coban Glotak (dok. pri).
Perjalanan pun dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak tanah di lereng Gunung Kawi. Baru beberapa langkah terdengar suara deras seperti air yang berjatuhan. Saat mata fokus pada arah datangnya suara, saat itu pula pandangan menangkap sesuatu yang menakjubkan. Di kejauhan terlihat air terjun raksasa menyeruak di tengah lebatnya hutan.

Sejauh mata memandang di sekeliling air terjun itu hanyalah rimbun pepohonan. Keindahannya semakin menambah rasa penasaran dan menggerakkan keinginan untuk segera mencapainya.

Coban Glotak dilihat dari kejauhan berada di tengah-tengah hutan (dok. pri).
Coban Glotak dilihat dari kejauhan berada di tengah-tengah hutan (dok. pri).
Setelah melalui jalan setapak yang datar, perjalanan kemudian menjadi lebih menantang karena harus menanjak dan menurun. Jalan setapak digantikan jalan sempit di antara semak dan bebatuan yang licin karena basah oleh aliran mata air yang keluar dari celah tanah dan bebatuan. Perlu sedikit waspada agar tidak terpeleset.

***

Rasanya jarak 1 Km yang disebutkan petugas sebelumnya tidak sesuai kenyataan. Entah karena kondisi medan yang menantang atau karena saya yang berjalan lambat. Bersyukur dalam lelah yang mulai membuat langkah kaki terasa berat, saya telah sampai di sungai yang menjadi petunjuk akhir lokasi Coban Glotak. Suara gemuruh air terjun pun semakin terdengar jelas tanda sudah cukup dekat dengan Coban Glotak.

Coban Glotak dan sungai di bawahnya (dok. pri).
Coban Glotak dan sungai di bawahnya (dok. pri).
Sungainya masih alami, bersih, dan teduh karena dinaungi kanopi-kanopi dari pepohonan di sekitarnya. Sinar matahari yang menembus celah-celah kanopi menghadirkan suasana damai di tengah iringan suara kecipak arus sungai.
Sungai yang mengalir dari Coban Glotak (dok. pri).
Sungai yang mengalir dari Coban Glotak (dok. pri).
Bebatuan berbagai ukuran yang memenuhi bagian sungai mulai dari pinggir hingga ke tengah memang membuat arus sungai cenderung deras. Namun, di beberapa titik ada bagian sungai yang dangkal dan alirannya lebih tenang sehingga relatif aman untuk membasuh diri.

Airnya yang bening menggoda saya untuk mencelupkan kaki. Luar biasa, sensasi dingin di kulit terasa sangat menyegarkan. Spontan saya langsung membasuh muka dan kedua lengan berulang kali. Pada sebuah batu besar saya kemudian duduk sambil terus merendam kaki.

***

Setelah cukup beristirahat, saatnya berjalan melawan arah aliran sungai menuju Coban Glotak. Perlu kehati-hatian mencari pijakan yang stabil di tengah arus sungai agar tidak terpeleset dan terperosok.

Coban Glotak mengalir di antara tebing bebatuan yang menjulang tinggi(dok. pri).
Coban Glotak mengalir di antara tebing bebatuan yang menjulang tinggi(dok. pri).
Tak lama kemudian langkah kaki terhenti. Ketakjuban menyergap. Sesaat diri seperti membeku manakala pandangan mata dihadapkan pada sebuah air terjun yang begitu indah diapit tebing batu yang kokoh dan menjulang tinggi. Airnya tumpah dari ketinggian sekitar 80 meter.

Semakin dekat memandang Coba Glotak saya semakin terpesona. Air yang jatuh deras menghasilkan bunyi riuh gemeletak saat menghantam bebatuan di bawah. Menurut masyarakat itulah yang menjadi sebab dinamakan "Glotak". Di bagian bawah percikan airnya membentuk buih dan kabut putih. Kemudian terkumpul dalam sebuah telaga sebelum kemudian mengalir ke sungai.

Coban Glotak (dok. pri).
Coban Glotak (dok. pri).
Cukup lama saya terpaku di depan air terjun. Mendengar bunyi air yang jatuh diiringi hembusan angin dan bunyi serangga hutan seakan diri diajak untuk menghayati kearifan alam. Sambil menyapu pemandangan, sesekali smartphone dikeluarkan untuk mengabadikan momen. Selanjutnya saya duduk, kemudian berdiri lagi, bersandar pada batang pohon besar, dan terus menikmati keelokan Coban Glotak.

Berulang kali saya menarik napas panjang demi puas merasakan hawa segar. Ketika mengembuskannya perlahan, saya menemukan diri tak henti berdecak dan tersenyum. Menerawang ke sekeliling dan meyakini bahwa Coban Glotak sungguh eksotis.

Ingin rasanya berlama-lama di sini, tapi harus disudahi. Meski hanya sekitar 3 jam berada di lereng Gunung Kawi, Coban Glotak telah memahat kekaguman dan kesan yang luar biasa. Selain air terjunnya yang eksotis dan hutannya yang teduh, keheningan yang melingkupinya juga membuat hati senang dan tenang. Lain kali saya akan datang lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun