Akhir tahun menjadi momen yang tepat untuk pergi berlibur. Itu pula yang saya lakukan pada 16-17 Desember 2017 yang lalu dengan melancong ke Solo. Banyaknya destinasi menarik di sekitar pusat kotanya menjadi alasan saya memilih Solo. Kota asal Presiden Jokowi ini menawarkan berbagai pengalaman wisata yang relatif terjangkau, baik dari segi waktu, tempat, dan biaya.
Selama dua hari di Solo saya mengunjungi beberapa tempat dengan berjalan kaki. Sejak awal saya memang merencanakan liburan ini sebagai penjelajahan kecil. Terbayang asyiknya menikmati Solo sambil meninggalkan jejak-jejak kaki. Melangkah dari satu tempat ke tempat lain sembari menikmati suasana dan wajah kotanya saat ini.
Menyusuri City Walk Hingga Pasar Malam
Perjalanan ke Solo ini  saya rencanakan sejak akhir November. Mulai dari menetapkan tanggal dan waktu keberangkatan, memesan penginapan, menentukan destinasi, serta rute yang akan dilalui. Saya juga menyiapkan perbekalan praktis untuk mendukung kenyamanan dan kelancaran saat menjelajah Solo, salah satunya adalah Geliga Krim.
Sabtu, 16 Desember 2017, kereta api Prameks yang mengantar saya tiba di Solo sekitar pukul 11.15. Stasiun Purwosari menjadi pintu masuknya karena dari tempat ini saya langsung menjelajahi Solo melalui City Walk Slamet Riyadi yang panjangnya mencapai 4,5 km.
Menyusuri City Walk Slamet Riyadi menghadirkan pengalaman yang menyenangkan bagi saya. Sambil terus berjalan pandangan saya menikmati beberapa obyek menarik. Saat sampai di depan Loji Gandrung, saya mampir ke halaman rumah dinas Walikota Solo tersebut. Bangunan bergaya lama itu masih difungsikan dan terawat. Tentu saja Presiden Jokowi saat masih menjadi Walikota Solo pernah berada di sini.
Selesai dari Loji Gandrung, tempat pertama yang saya masuki adalah Museum Radya Pustaka di Jalan Slamet Riyadi. Di museum pertama di Indonesia ini saya melihat banyak koleksi berharga dan bersejarah, antara lain Wayang Purwa berusia ratusan tahun, jam panggung yang berusia lebih dari 2 abad, hiasan Perahu Rajamala dari tahun 1788-1820, dan patung Durga Mahesa Suramardhini dari abad VII-X Masehi. Ada pula koleksi uang kuno, guci, keris, pedang, dan tombak. Hadiah dari Napoleon Bonaparte I untuk Paku Buwana IV juga tersimpan di museum.
Setelah hujan reda saya meninggalkan Radya Pustaka dan berjalan lagi menuju Pasar Triwindu. Pasar dua lantai yang diresmikan Jokowi pada 2011 ini memiliki kios-kios yang menyerupai galeri barang-barang antik, unik, dan lawas. Saat saya datang ada beberapa wisatawan lokal dan turis asing yang sedang berkeliling pasar.
Dari Pasar Triwindu saya melanjutkan langkah menapaki Jalan Diponegoro di selatan Pura Mangkunegaran. Sebenarnya saya ingin ke Pura Mangkunegaran, tapi hari sudah beranjak sore. Saya putuskan untuk menuju hotel tempat menginap di kawasan Keprabon dengan berjalan menyusuri Jalan Ronggowarsito lalu ke Jalan Imam Bonjol. Di hotel saya segera memulihkan tenaga karena malam harinya akan mendatangi sebuah tempat menarik lainnya di Solo.Â