Siang itu cuaca lumayan panas. Angin yang berhembus kencang di puncak bukit  tak mampu mengusir terik matahari yang menyengat. Beruntung ada beberapa rumpun bambu di sekeliling bukit yang bisa digunakan untuk berteduh.Â
Di tengah puncak bukit sebuah pohon besar berdiri kokoh. Kanopinya sedikit menaungi ribuan batu yang sebagian besar berbentuk balok. Batu-batu tersebut saling bertumpuk. Namun, ada juga yang terserak di beberapa sudut. Banyak di antaranya sudah ditumbuhi lumut. Batu-batu itu adalah bagian dari struktur Candi Gunungsari.
Candi Gunungsari ditemukan secara tak sengaja pada tahu 1996 di puncak sebuah bukit di Dusun Gunung Sari, Desa Gulon, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ketika itu di tempat ini akan dibangun menara pemancar TVRI. Dalam proses awal pembangunan ternyata ditemukan beberapa batu yang diduga bagian dari candi. Penemuan itu ditindaklanjuti melalui penelitian dan ekskavasi yang akhirnya mengungkap keberadaan sebuah situs candi. Pembangunan menara pun dibatalkan.
Selain struktur bangunan candi, ditemukan juga beberapa artefak berharga seperti lingga dan struktur yang diduga sebagai tempat penyimpanan abu jenazah. Sayangnya, kondisi ribuan batu di Candi Gunungsari hingga kini belum tersusun sempurna. Beberapa bagian struktur candi juga masih terpendam di dalam tanah.Â
***
Oleh Sriyono, batu-batu itu dijaga dan dirawat setiap hari. Ia juga yang membersihkan area sekitar candi dari sampah dedaunan serta semak dan rumput yang tak berhenti tumbuh di atas tanahnya yang subur. Karenanya meski ribuan batu candi itu terkesan tak teratur, tapi tetap terjaga dan area candi pun terlihat bersih.Â
Sriyono, pria berusia 50 tahun ini saya temui ketika sedang menyapu area situs Gunung Sari beberapa waktu lalu. Ia adalah penjaga Candi Gunungsari yang telah bertugas merawat situs ini sejak tahun 1999.
Pengalamannya membantu ekskavasi membuatnya kagum terhadap keberadaan batu-batu candi tersebut. Â Hatinya tergerak untuk membantu merawat candi di saat banyak orang enggan melakukan hal yang sama. "Kalau bukan orang yang biasa naik bukit apalagi tiap hari harus membersihkan, kan nggak bisa,kata Sriyono.
Menjadi penjaga sekaligus perawat candi yang berada jauh dari keramaian, apalagi di atas bukit seorang diri bukanlah tanpa pengorbanan. Setiap hari Sriyono berangkat dari rumahnya di Ngasem, tak jauh dari Gunungsari, untuk memulai tugasnya. Biasanya ia membersihkan area candi terlebih dahulu. Kemudian ia memeriksa kondisi batuan candi. Jika ditemukan lumut  mulai menutupi batu-batu tersebut, ia akan membersihkan semampunya.
Jika pekerjaan membersihkan candi dirasa sudah cukup, Sriyono akan tetap berada di tempat sampai tengah hari. Rasa sepi sudah menjadi temannya setiap hari karena candi ini nyaris tak pernah didatangi banyak orang kecuali beberapa warga sekitar yang mampir setelah mencari rumput di bukit.Â
Lewat pukul 12.00 Sriyono biasanya pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Akan tetapi hal itu tak dilakukannya lama. Menjelang sore ia akan kembali menjenguk Gunungsari. Sriyono tak bertugas menjaga candi di malam hari sehingga sampai keesokan harinya tempat ini dibiarkan tanpa penjaga.
Sriyono selalu berusaha menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati. Ia juga merasa senang karena sejak pemerintahan yang baru saat ini, Candi Gunungsari lebih diperhatikan. "Sejak ganti presiden, orang-orang kantor jadi sering kontrol ke sini", kata pria kelahiran 14 Oktober 1967 ini.
Ia lalu melaporkan ke balai pelestarian cagar budaya setempat untuk didata. Karena keterbatasan biaya dan tenaga untuk mengembalikannya ke atas bukit, Sriyono mengambil inisiatif untuk menyimpan puluhan batu dan artefak tersebut di rumahnya dengan seizin pihak balai. "Semua saya simpan, ada bukti suratnya  kalau saya menjaganya sementara di rumah", kata Sriyono.
Selain itu, saat datang di pagi hari Sriyono beberapa kali menjumpai sisa sesajen di dalam area Candi Gunungsari. Menurutnya hal itu tak terlepas dari keyakinan banyak orang bahwa Gunungsari termasuk tempat keramat. Apalagi di bukit ini juga terdapat makam kuno. Namun, ia mengaku tak ambil pusing dengan aktivitas klenik dan mistis seperti itu. Baginya yang penting mereka tidak merusak atau mencuri batu-batu Candi Gunungsari.Â
***
Situs Gunungsari menjadi gambaran betapa jejak kebesaran peradaban Nusantara seringkali terlupakan. Candi Gunungsari adalah peninggalan zaman Hindu yang diperkirakan berasal dari abad VI hingga VIII. Rentang waktu itu memunculkan dugaan bahwa candi ini termasuk yang tertua di tanah Jawa.Â
Beruntung ada Sriyono yang memberikan waktu dan tenaganya untuk menjaga serta merawat peninggalan berharga tersebut. Dengan penuh dedikasi ia mengabdi agar peradaban Gunungsari tetap lestari. Bagi Sriyono, Candi Gunungsari telah menjadi bagian hidupnya. "Rasanya ada yang kurang kalau sehari nggak ke sini," katanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H