Sabtu (12/8/2017) pagi itu cukup cerah ketika saya sedang membaca buku di teras rumah. Baru sekitar lima halaman, keponakan yang berusia 6 tahun tiba-tiba keluar menghampiri. Di tangannya ia membawa sesuatu dan langsung menyodorkannya ke hadapan saya sambil menyampaikan permintaan yang lebih terdengar sebagai perintah. "Ayo gambar, Om!", ucapnya.
Buku gambar serta connector pen dan pensil warna faber castell akhirnya menjadi teman kami pagi itu. Sebagian peralatan menggambar itu adalah hadiah yang saya berikan sebagai kado ulang tahunnya awal bulan lalu.Â
Ia memang suka menggambar. Oleh karena itu, sejak dulu saya sering membawakan oleh-oleh untuknya berupa buku gambar atau buku mewarnai, serta pensil warna, selain juga buku-buku bacaan anak.
Kami pun lalu asyik menggambar sambil menikmati hangatnya sinar matahari pagi. Setengah jam kemudian kami memutuskan pindah ke dalam kamar karena sorot mentari semakin terik dan membuat silau. Di dalam kamar, keponakan kedua yang berusia dua tahun ikut bergabung. Si kecil ini memang suka mengikuti apa yang dikerjakan oleh kakaknya. Jadilah pagi itu saya mengisi waktu dengan menggambar dan mewarnai bersama dua keponakan kecil kakak beradik.
Membahagiakan Keponakan
Menggambar membuat saya menjadi sangat dekat dengan dua keponakan. Setiap kali berkunjung dan bertemu saya suka mengajak mereka menggambar. Salah satu alasannya untuk mengalihkan perhatian mereka dari kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat seperti menonton TV, meminta jajan, atau bermain gadget terlalu lama. Akan lebih baik jika anak-anak bergaul dengan buku gambar dan pensil warna. Selain mengasah keterampilan dan imajinasi, menggambar serta mewarnai juga bermanfaat untuk melatih konsentrasi dan kepercayaan diri.Â
Karena keduanya belum terlalu pandai membuat bentuk maka biasanya saya memulainya dengan membuatkan sketsa sederhana seperti bentuk mobil, rumah, bunga dan binatang. Â Mereka sangat senang jika saya membuatkan banyak sketsa yang kemudian akan diselesaikan oleh mereka dengan memberikan warna. Kadangkala mereka juga mencorat-coretnya sesuka hati sehingga bentuk gambarnya menjadi berbeda.
Tapi bagi saya hal itu bukan persoalan. Menggambar dan mewarnai adalah pertunjukkan yang selalu bisa dinikmati. Rasanya menyenangkan mengamati ekspresi dan tingkah anak-anak saat menggambar atau mewarnai.
Tidak terlalu penting gambar mana yang paling bagus atau siapa yang mewarnai paling rapi. Menurut saya setiap gambar dan warna punya keunikan masing-masing seperti kepribadian setiap orang yang tidak sama. Saya lebih tertarik dengan bagaimana jemari anak-anak menghadirkan warna demi warna pada sebuah gambar. Saya menikmati proses penciptaan sebuah bentuk dari goresan-goresan yang awalnya sederhana.
Kalau sudah begini saya hanya menghela nafas sambil menyelipkan nasihat untuk keduanya. Kepada si kakak yang lebih besar saya mengingatkan bahwa ia harus sayang dan mengalah pada si kecil. Sebaliknya kepada si kecil saya memberi isyarat agar jangan mengganggu kakaknya saat menggambar.
Biasanya setelah dinasihati dengan sedikit "ancaman" kalau saya akan pergi jika mereka tetap ribut, keduanya langsung akur kembali. Kegiatan menggambar dan mewarnai pun dilanjutkan. Kami bisa betah menggambar hingga menghabiskan beberapa lembar kertas gambar. Apalagi dengan pensil warna dan connector pen produk faber castell yang mudah digunakan dan mampu menghasilkan komposisi warna yang indah.
Selesai menggambar saya mengajak keduanya merapikan semua peralatan yang telah digunakan. Kepada keponakan yang berusia 6 tahun kadang saya menyelipkan tantangan matematika dengan memintanya menghitung ulang pensil warna dan connector pen miliknya. Jika jumlahnya sudah utuh berarti tidak ada yang hilang. Beruntung connector pen faber castell memiliki tutup yang bisa saling disatukan. Otomatis hal itu membuatnya mudah disimpan tanpa khawatir tercerai berai.
Menggambar Bersama Pengungsi
Selain bisa membahagikan keponakan tercinta dengan menemani mereka menggambar dan mewarnai, menggambar juga telah menghadirkan beberapa pengalaman dan kesan tak terlupakan bagi saya. Salah satunya ketika bergabung dalam tim relawan di sebuah tempat pengungsian korban bencana erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta pada November 2010.Â
Suatu hari relawan berbagi tugas mendampingi anak-anak pengungsi melakukan berbagai kegiatan, seperti mendongeng, menonton film, bermain di lapangan dan menggambar. Saya memilih yang terakhir dengan harapan melalui menggambar saya bisa lebih dekat dengan anak-anak pengungsi. Menggambar akan membuat suasana hati anak-anak menjadi lebih ceria sehingga lebih mudah diajak berinteraksi.
Saya membiarkan mereka menggambar apapun yang dikehendaki. Mereka juga boleh meminta kertas lebih dari satu. Saya hanya berpesan agar mereka berbagi dan bergantian menggunakan pensil warna karena jumlahnya tidak banyak. Dengan peralatan menggambar dan mewarnai yang sederhana, anak-anak pengungsi itu ternyata sudah cukup senang.Â
Suasana yang cair membuat saya leluasa membangun obrolan ringan di sela-sela keasyikan mereka menggambar. Sesekali saya menyelipkan cerita-cerita sederhana seperti tumbuhan, hewan, dan bentuk-bentuk lain yang digambar oleh mereka. Meski hanya sekitar satu jam menggambar bersama, tapi menyenangkan bagi kami semua.Â
Gambar-gambar yang dibuat dan warna-warna yang dituangkan oleh anak-anak pengungsi itu mencerminkan dunia mereka yang sederhana, tapi penuh imajinasi. Meski guratan lelah terlihat di wajah polos mereka karena sudah beberapa hari tinggal di pengungsian, tapi binar mata dan senyum ceria seolah mengatakan bahwa mereka tetap bisa bahagia. Seketika itu saya belajar dari mereka tentang ketabahan dan kekuatan menjalani hidup dengan penuh syukur.
***
Setiap kali melihat anak-anak menggambar ingatan saya juga terlempar ke belakang. Menggambar boleh dikatakan sebagai hobi saya saat TK dan SD. Hampir setiap hari ada saat di mana saya asyik menggambar. Orang tua pun sering membelikan peralatan menggambar. Meski pensil warna dan buku gambar yang saya miliki saat itu tidak sebagus dan sebanyak peralatan menggambar anak-anak zaman sekarang, tapi berkat semua itu masa kecil saya menjadi berwarna.
Memasuki SMA saya masih suka menggambar meski tidak ada lagi pelajaran kesenian di sekolah. Saat itu saya pernah menjadi anggota tim majalah dinding (mading) yang mendapat bagian menghias latar mading dengan gambar dan sketsa. Meski gambar yang buat saya cukup sederhana, tapi rasanya senang dan sedikit "ge-er" saat nama "Hendra Wardhana" tertulis di mading. Apalagi, mading merupakan media populer di sekolah pada masa itu.Â
Kini, walaupun saya bukan seorang ahli menggambar, tapi saya bersyukur karena melalui kegiatan menggambar saya bisa berbagi kebahagiaan-kebahagiaan sederhana untuk orang lain. Kebahagiaan-kebahagiaan menggambar itu adalah kebahagian yang sama yang juga pernah saya rasakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H