Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

"Bakpiaku" dari Jogja, Label Premium Tapi Rasanya Tidak Istimewa

8 Juli 2017   08:20 Diperbarui: 17 Juli 2017   14:03 56263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemasan premium "Bakpiaku" isi 20 (dok. pri).

Bakpia dan Jogja adalah pasangan. Meski Jogja lebih dulu bersanding dengan gudeg, tapi bakpia juga permanen melekat dengan Jogja. 

Di Jogja pula bakpia yang sejatinya adalah kue isi daging, bertransformasi hingga lebih dikenal berisi kacang hijau. Kemudian bakpia berkembang menjadi semakin beragam. Puluhan hingga ratusan merek bakpia bermunculan. Isiannya pun tak lagi hanya kacang hijau atau keju. Kini, bakpia ada juga yang berisi coklat, susu, capucino, bahkan greentea. 

Saya termasuk penggemar bakpia, terutama yang berisi kacang hijau. Bakpia menjadi buah tangan yang hampir selalu saya bawa setiap kali mudik lebaran. Selama ini saya biasa membeli bakpia dari sebuah merek di daerah Pathuk, Kota Yogyakarta.

Namun, pada lebaran tahun 2017 saya membawa oleh-oleh bakpia yang berbeda. Bermula dari postingan beberapa selebgram khusus kuliner jogja yang menampilkan foto-foto bakpia yang namanya cukup unik, yaitu "Bakpiaku". Layaknya buzzer di media sosial, para instagramer tersebut memberikan caption "terbaik" untuk mempromosikan bakpia ini. 

Kemasan premium "Bakpiaku" isi 20 (dok. pri).
Kemasan premium "Bakpiaku" isi 20 (dok. pri).
Singkat cerita saya pun akhirnya tertarik untuk mencoba "Bakpiaku". Sehari sebelum mudik lebaran saya mendatangi salah satu gerainya yang ada di Jalan Kaliurang Km 5, Sleman, Yogyakarta. Ukurannya tak terlalu besar, tapi fasadnya cukup mencolok. Saat masuk ke gerai, deretan etalase "Bakpiaku" tertata rapi di depan pintu. 

Produk "Bakpiaku" dikemas dalam kotak kertas berwarna putih cerah dengan pinggiran berwarna lain seperti merah dan biru. Label "Premium Ingredients" yang tertera pada tutup bagian atasnya seolah mengatakan kalau bakpia ini istimewa dan lebih nikmat dibanding bakpia lainnya.

"Bakpiaku" menawarkan produk bakpia dalam beberapa ukuran dan jenis kemasan. Ada ukuran besar, yaitu kemasan berisi 20 buah bakpia. Lalu ukuran ekonomis yang berisi 10 buah bakpia. Masih ada satu lagi, yaitu kemasan mungil yang hanya berisi 5 buah bakpia. Kemasan yang terakhir ini cukup menarik dan mungkin belum ditemui pada merek bakpia lainnya. Meski hanya berisi 5 bakpia, tapi kemasannya sangat unik karena ujungnya  memanjang lalu dilipat sedemikian rupa menyerupai bungkusan permen zaman dulu.

Kemasan ekonomi isi 10 (dok. pri).
Kemasan ekonomi isi 10 (dok. pri).
Kemasan unik "Bakpiaku" isi 5 (dok. pri).
Kemasan unik "Bakpiaku" isi 5 (dok. pri).
Kulit yang terlalu tipis dan kering kurang bisa dinikmati (dok. pribadi).
Kulit yang terlalu tipis dan kering kurang bisa dinikmati (dok. pribadi).
Kemasan yang berbeda ini seolah mempertegas label premium "Bakpiaku". Kesan premium berikutnya adalah soal harga. Satu kotak ukuran besar berisi 20 bakpia dihargai Rp47.000. Sementara untuk ukuran ekonomis berisi 10 bakpia dihargai Rp25000 dan ukuran paling mungil yang berisi 5 bakpia dihargai Rp15000. Kisaran harga tersebut bisa dikatakan di atas rata-rata harga bakpia di Yogyakarta. 

"Bakpiaku" juga menawarkan banyak varian rasa atau isian, antara lain isi kacang hijau, keju, coklat, susu, capucino, durian, blueberry, hingga greentea. Akan tetapi, saat datang ke gerainya saat itu hanya ada beberapa varian yang tersedia.

Sambil mengamati satu persatu varian rasanya, saya mencari tahu masa kadaluarsa setiap produk karena di kemasannya keterangan itu tidak tertera. "Bakpia isi kacang hijau dan greentea, satu minggu dari hari ini. Lalu yang lainnya dua minggu", jawab salah satu pramuniaga. Penyebutan "dari hari ini" sempat membuat saya berpikir bahwa produk "Bakpiaku" yang dijual di gerai resminya ini selalu baru atau dibuat pada hari yang sama. Tapi apa susahnya menempel masa layak konsumsi di kemasannya?. Meski pun demikian, saya membeli beberapa varian rasa "Bakpiaku" dengan kemasan yang berbeda. 

Bakpiaku varian cokelat (dok. pri).
Bakpiaku varian cokelat (dok. pri).
Bakpiaku greentea (dok. pri).
Bakpiaku greentea (dok. pri).
Setibanya di rumah, saya mencicipi bakpia yang saya beli ini. Menyusul kemudian beberapa anggota keluarga lainnya. Salah satunya keponakan saya yang berumur 5 tahun. Saat saya beri "Bakpiaku" rasa cokelat ia memberikan respon kurang suka lalu mengembalikan potongan bakpia yang tidak ia habiskan. Padahal ia adalah penyuka cokelat.

Ukuran bakpia dari "Bakpiaku" sedikit lebih tebal dibanding dengan beberapa bakpia lain yang pernah saya nikmati. Ketebalan itu berasal dari isiannya yang padat. Sementara kulitnya tipis. Sayangnya kulit yang tipis itu juga terlalu kering sehingga mudah hancur dan terkelupas. Menurut saya ini adalah kekurangan pertama dari produk "Bakpiaku" yang terlalu menonjolkan isiannya, sementara kulitnya kurang bisa dinikmati. Padahal, kulit adalah bagian dari pembentuk cita rasa bakpia.

Bukan hanya kulitnya yang terlalu kering, isian "Bakpiaku" ternyata juga tidak terlalu istimewa. Sebagai penyuka bakpia kacang hijau, saya tidak mendapatkan kenikmatan terbaik dari "Bakpiaku". Jejak rasa khas kacang hijaunya bisa dikatakan lemah. Butirannya juga terlalu halus seperti tepung sehingga gampang membuat "seret" di kerongkongan. Padahal, kunci kenikmatan dari semua bakpia adalah pada varian kacang hijaunya. Produk bakpia, jika varian kacang hijaunya sangat mengena, maka pada varian lainnya bisa dimaklumi jika rasanya tidak sebaik varian kacang hijau. Sayangnya isian kacang hijau dari "Bakpiaku" tidak senikmat itu.

Bahkan, saat mencicipi varian rasa keju, saya mendapatkan jejak rasa yang hampir sama dengan kacang hijau, kecuali isian kejunya lebih asin. Tekstur isian yang terlalu halus sepertinya menjadi kelemahan dari semua varian "Bakpiaku" yang saya cicipi. 

Bakpiaku keju (dok. pri).
Bakpiaku keju (dok. pri).
Kelemahan lainnya adalah rasa yang kurang menyatu dan terlalu memaksa bagi lidah. Varian cokelat misalnya, isiannya lebih mirip dodol yang kering. Rasa varian greentea juga aneh. Aroma dan jejak rasa greentea memang muncul, tapi lagi-lagi faktor kulit bakpia yang terlalu tipis dan kering membuat produk ini seperti dodol yang dilapisi sedikit tepung. Saat mencoba varian cokelat dan greentea saya seperti sedang tidak menikmati bakpia.

"Bakpiaku" (dok. pri).
"Bakpiaku" (dok. pri).
Bagi saya, rasa "Bakpiaku" dengan kemasan berlabel bahan-bahan premium ini tidak istimewa. Bahkan, masih kalah dengan beberapa merek bakpia "tradisional" yang lebih dulu identik dengan Jogja. 

"Bakpiaku" memang menarik untuk dicicipi bagi yang suka penasaran dengan sentuhan modern pada penganan khas Jogja. Varian rasa dan isi yang ditawarkan boleh dikatakan kekinian. Tapi, "Bakpiaku" barangkali hanya menarik untuk didatangi sekali atau dua kali saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun