Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

"Bakpiaku" dari Jogja, Label Premium Tapi Rasanya Tidak Istimewa

8 Juli 2017   08:20 Diperbarui: 17 Juli 2017   14:03 56263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ukuran bakpia dari "Bakpiaku" sedikit lebih tebal dibanding dengan beberapa bakpia lain yang pernah saya nikmati. Ketebalan itu berasal dari isiannya yang padat. Sementara kulitnya tipis. Sayangnya kulit yang tipis itu juga terlalu kering sehingga mudah hancur dan terkelupas. Menurut saya ini adalah kekurangan pertama dari produk "Bakpiaku" yang terlalu menonjolkan isiannya, sementara kulitnya kurang bisa dinikmati. Padahal, kulit adalah bagian dari pembentuk cita rasa bakpia.

Bukan hanya kulitnya yang terlalu kering, isian "Bakpiaku" ternyata juga tidak terlalu istimewa. Sebagai penyuka bakpia kacang hijau, saya tidak mendapatkan kenikmatan terbaik dari "Bakpiaku". Jejak rasa khas kacang hijaunya bisa dikatakan lemah. Butirannya juga terlalu halus seperti tepung sehingga gampang membuat "seret" di kerongkongan. Padahal, kunci kenikmatan dari semua bakpia adalah pada varian kacang hijaunya. Produk bakpia, jika varian kacang hijaunya sangat mengena, maka pada varian lainnya bisa dimaklumi jika rasanya tidak sebaik varian kacang hijau. Sayangnya isian kacang hijau dari "Bakpiaku" tidak senikmat itu.

Bahkan, saat mencicipi varian rasa keju, saya mendapatkan jejak rasa yang hampir sama dengan kacang hijau, kecuali isian kejunya lebih asin. Tekstur isian yang terlalu halus sepertinya menjadi kelemahan dari semua varian "Bakpiaku" yang saya cicipi. 

Bakpiaku keju (dok. pri).
Bakpiaku keju (dok. pri).
Kelemahan lainnya adalah rasa yang kurang menyatu dan terlalu memaksa bagi lidah. Varian cokelat misalnya, isiannya lebih mirip dodol yang kering. Rasa varian greentea juga aneh. Aroma dan jejak rasa greentea memang muncul, tapi lagi-lagi faktor kulit bakpia yang terlalu tipis dan kering membuat produk ini seperti dodol yang dilapisi sedikit tepung. Saat mencoba varian cokelat dan greentea saya seperti sedang tidak menikmati bakpia.

"Bakpiaku" (dok. pri).
"Bakpiaku" (dok. pri).
Bagi saya, rasa "Bakpiaku" dengan kemasan berlabel bahan-bahan premium ini tidak istimewa. Bahkan, masih kalah dengan beberapa merek bakpia "tradisional" yang lebih dulu identik dengan Jogja. 

"Bakpiaku" memang menarik untuk dicicipi bagi yang suka penasaran dengan sentuhan modern pada penganan khas Jogja. Varian rasa dan isi yang ditawarkan boleh dikatakan kekinian. Tapi, "Bakpiaku" barangkali hanya menarik untuk didatangi sekali atau dua kali saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun