Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Radio Komunitas: "Radio Penyelamat" Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat

4 Juli 2017   11:54 Diperbarui: 4 Juli 2017   12:22 1421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abu letusan Gunung Kelud di Jawa Timur menyebar hingga ke Yogyakarta dan Jawa Tengah (dok. Hendra Wardhana).

Hari Minggu, 26 Desember 2004, air laut dari Samudera Hindia naik lalu menerjang Aceh dengan dahsyat. Akibatnya, sekitar 160.000 jiwa meninggal dunia dan kerusakan yang sangat parah terjadi di banyak tempat. Rumah-rumah, perkantoran, jalan raya, dan bangunan-bangunan lain hancur rata dengan tanah.

Bencana tsunami di Serambi Mekah tersebut akan selalu diingat oleh masyarakat Indonesia. Bukan hanya karena penderitaan yang ditimbulkan, tapi juga karena tsunami Aceh merupakan titik balik yang membuka kembali mata bangsa Indonesia, betapa negeri ini ternyata sangat rawan bencana.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang Januari hingga November 2016 ada 2.151 kejadian bencana alam di Indonesia. Dalam kurun waktu tersebut tercatat 393 korban meninggal dan hilang, serta lebih dari 2 juta orang menjadi pengungsi dan korban terdampak. Ini menunjukkan bahwa tingginya potensi bencana di Indonesia sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan, serta jumlah penduduk yang beresiko menjadi korban terdampak dan meninggal dunia.

Radio Penyelamat

Banjir, gempa bumi, tanah longsor, angin puting beliung, kebakaran hutan, serta bencana alam lainnya memang berulang kali melanda daerah-daerah di Indonesia. Tapi tsunami di Aceh itulah yang menjadi momentum Indonesia untuk membenahi banyak hal dalam manajemen siaga bencana. Titik balik berikutnya adalah gempa bumi dahsyat yang melanda Yogyakarta pada 2006. Sejak saat itu Indonesia semakin mampu menangani kejadian bencana. 

Tapi secara umum kesadaran masyarakat Indonesia dalam memandang ancaman bencana masih belum sebanding dengan tingginya resiko bencana yang mengintai. Sikap siaga dan sadar bencana belum menjadi budaya yang melebur sepenuhnya dalam diri serta kehidupan masyarakat.

Di sisi lain kesadaran terhadap bencana diharapkan tumbuh atas inisiatif masyarakat sendiri. Masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana, perlu berdaya untuk mengurangi resiko bencana. Salah satunya dengan mengembangkan radio komunitas. 

Bencana erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta pada 2010 menjadi contoh menguatnya kemandirian masyarakat dalam memantau aktivitas Merapi dan menyebarkan informasi bencana kepada khalayak melalui radio komunitas. Hasil penelitian Damayanti Wardyaningrum dari Universitas Al Azhar Indonesia tentang inovasi mitigasi bencana yang dipublikasikan pada 2014, menunjukkan ada peningkatan kesadaran dan inisiatif komunikasi dari masyarakat untuk memanfaatkan perangkat radio dan handie talky pada erupsi Gunung Merapi 2010.

Jaringan Informasi Lingkar Merapi (Jalin Merapi) adalah radio komunitas yang cukup menonjol dalam mitigasi dan penanganan bencana Merapi. Jalin Merapi yang lahir pada 2006 adalah gabungan dari tiga radio komunitas di kaki Gunung Merapi, yaitu Lintas Merapi FM di Kemalang (Klaten), K FM di Dukun (Magelang), dan MMC FM di Selo (Boyolali). Dalam perkembangannya ada delapan radio komunitas yang berjejaring dalam Jalin Merapi.

Selama bencana Jalin Merapi aktif memberikan informasi terkait aktivitas Gunung Merapi, serta situasi di area terdampak di sekitar puncak dan kaki Merapi. Secara intensif dan non-stop Jalin Merapi juga melaporkan lokasi pengungsian, kebutuhan pengungsi, hingga akses jalan menuju pengungsian. 

Informasi dari Jalin Merapi cukup cepat dan akurat karena bersumber dari orang-orang di sekitar lokasi bencana, termasuk di pengungsian. Media yang digunakan tidak hanya radio komunikasi, tetapi juga twitter dan online streaming.

Siaran Jalin Merapi tidak hanya menolong korban terdampak, tapi juga bermanfaat bagi masyarakat, tim SAR, relawan dan pemberi bantuan. Saya merasakan langsung hal itu. Pada suatu malam yang gelap disertai hujan pasir, informasi dari Jalin Merapi memandu saya dan tim mengantarkan bantuan ke dua titik pengungsian Merapi di Jumoyo, Magelang.

Abu letusan Gunung Kelud di Jawa Timur menyebar hingga ke Yogyakarta dan Jawa Tengah (dok. Hendra Wardhana).
Abu letusan Gunung Kelud di Jawa Timur menyebar hingga ke Yogyakarta dan Jawa Tengah (dok. Hendra Wardhana).
Radio komunitas juga berperan dalam keberhasilan evakuasi 86.000 jiwa saat erupsi Gunung Kelud pada 13 Februari 2014. Menurut BNPB, pada malam terjadinya letusan informasi serta perintah penyelamatan disampaikan dari Pos Pengamatan Gunung Kelud dan diteruskan ke Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) oleh Camat setempat. Kemudian pesan disebarluaskan melalui radio-radio komunitas di Kediri, Malang, dan Blitar. 

Warga yang memantau siaran radio komunitas di setiap balai desa menjadi lebih sadar dan siap melakukan penyelamatan. Kondisi ini berbeda dengan saat erupsi Kelud pada 2007. Saat itu radio komunitas belum banyak dimanfaatkan sehingga alur komunikasi kurang baik. Warga pun harus dipaksa untuk mengungsi.

Pemanfaatan radio komunitas saat bencana erupsi Gunung Merapi dan Gunung Kelud menunjukkan bahwa radio komunitas lebih dari sekadar intrumen komunikasi biasa. Radio komunitas bisa dikatakan sebagai "radio penyelamat" karena mampu mengurangi resiko bencana dan menekan jumlah korban.

Humanis dan Efektif

Ada tiga nilai penting dari radio komunitas terkait perannya dalam mitigasi dan penanganan bencana. Pertama, radio komunitas adalah perwujudan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan menanggulangi bencana dan mengurangi resikonya. Kesadaran masyarakat sangat penting karena selain berpotensi sebagai korban, mereka juga penyelamat pertama bagi dirinya sendiri. 

Partisipasi masyarakat merupakan keniscayaan karena penanggulangan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan BNPB atau BPBD di daerah, tapi tanggung jawab bersama. Mind set kebencanaan ini harus ditekankan. 

Sekuat apapun BNPB, SAR, dan relawan bekerja, tapi jumlah dan kemampuannya tetap terbatas. Apalagi, wilayah Indonesia sangat luas dan potensi bencana yang dihadapi cukup besar. Dengan demikian dibutuhkan kekuatan lain, yaitu masyarakat yang sadar dan berdaya. Radio komunitas adalah salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat yang dimaksud.

Wanita dan anak-anak sedang diungsikan menggunakan mobil polisi saat terjadi letusan Gunung Merapi pada 2010 (dok. Hendra Wardhana).
Wanita dan anak-anak sedang diungsikan menggunakan mobil polisi saat terjadi letusan Gunung Merapi pada 2010 (dok. Hendra Wardhana).
Radio komunitas membuat mitigasi bencana lebih efektif. Kemandirian masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana akan meningkat karena mereka yang sebelumnya terbiasa hanya menunggu, menjadi lebih aktif mencari informasi bencana dan membagikannya kepada lingkungan sekitar. Bentuk kesadaran ini sudah seharusnya dimiliki oleh masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana.

Kedua, radio komunitas merupakan bentuk pendekatan manajemen bencana yang lebih humanis karena berbasis komunitas lokal. Saat kejadian bencana, arahan dari pemerintah atau BNPB kadang tidak dipahami oleh masyarakat setempat. Strategi penanganan bencana juga sering berbeda dengan persepsi masyarakat sebagai komunitas lokal. Kesenjangan komunikasi tersebut dapat diatasi melalui kerja sama dengan melibatkan masyarakat secara langsung. 

Komunikasi yang lebih humanis diharapkan mampu mengubah pandangan "tradisional" sebagian masyarakat terhadap ancaman bencana. Terkadang  masyarakat enggan untuk mengungsi karena menurut "keyakinan" mereka bencana tidak akan berdampak serius. Seringkali pula masyarakat lebih percaya pada "petunjuk" tetua kampung untuk memutuskan perlu atau tidaknya mengungsi. 

Edukasi melalui siaran radio komunitas bisa mengatasi tantangan tersebut. Radio komunitas yang memiliki kedekatan dengan masyarakat lokal dapat menjadi jembatan komunikasi antara "keyakinan" masyarakat dengan harapan pemerintah dan BNPB/BPBD.

Bangkai mobil dan sepeda motor yang terbakar akibat letusan Gunung Merapi pada 2010 (dok. Hendra Wardhana).
Bangkai mobil dan sepeda motor yang terbakar akibat letusan Gunung Merapi pada 2010 (dok. Hendra Wardhana).
Ketiga, radio komunitas memainkan peranan penting dalam sistem manajemen bencana di Indonesia yang lebih terpadu. Radio komunitas memang bukan satu-satunya instrumen penanggulangan bencana. Tapi dalam setiap mitigasi dan kejadian bencana, komunikasi sangat dibutuhkan. Keberadaan radio komunitas sangat penting karena saat terjadi bencana komunikasi biasanya mengalami gangguan.

Dalam praktiknya radio komunitas perlu bersinergi dengan media lain, seperti radio komersil. Radio komersil yang selama ini fokus pada informasi hiburan atau gaya hidup perlu diajak untuk berpartisipasi lebih aktif dalam menyebarkan informasi kebencanaan. Radio komunitas juga perlu dikolaborasikan dengan media sosial seperti facebook, twitter, dan blog. Dengan demikian jangkauan informasi kebencanaan menjadi semakin luas. Akan terbangun interaksi yang memungkinkan masyarakat menanggapi serta melengkapi informasi yang ada. 

Agar semakin terpadu dan berdaya guna, radio komunitas perlu diintegrasikan dengan terobosan lainnya, seperti program BNPB "Desa Tangguh Bencana". Keduanya memiliki kesamaan prinsip yaitu mengurangi resiko bencana dengan mengandalkan kesadaran serta potensi komunitas lokal.

Keterpaduan antara radio komunitas dengan Desa Tangguh Bencana serta media lain akan meningkatkan kapasitas masyarakat, pemerintah, BNPB/BPBD, serta stokeholder kebencanaan lainnya. Keterpaduan ini membuat masyarakat semakin mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat saat menghadapi ancaman bencana. Keterpaduan yang baik akan memudahkan pelaksanaan mitigasi dan penanganan bencana, serta koordinasinya di lapangan.

Tiga nilai penting yang diuraikan di atas merupakan gambaran nyata prinsip "dari, oleh, dan untuk masyarakat" yang dimiliki oleh radio komuniyas. Prinsip ini membuat radio komunitas  lebih humanis dalam mengedukasi dan mendorong peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bencana. Adanya radio komunitas membuat mitigasi dan penanganan bencana berjalan lebih efektif karena melibatkan masyarakat secara aktif. 

Jalur evakuasi bencana Gunung Merapi di Klaten, Jawa Tengah (dok. Hendra Wardhana).
Jalur evakuasi bencana Gunung Merapi di Klaten, Jawa Tengah (dok. Hendra Wardhana).
Oleh karena itu, sudah sepantasnya pemerintah dan BNPB memberikan perhatian lebih besar kepada radio-radio komunitas yang tersebar di berbagai pelosok tanah air. Dukungan dapat diberikan dalam bentuk pelatihan, peralatan, maupun materi-materi edukasi sebagai konten siaran, seperti sandiwara radio Asmara Di Tengah Bencana. Selain melengkapi muatan edukasi dan informasi, sandiwara radio juga membuat siaran radio komunitas menjadi lebih variatif sehingga masyarakat akan semakin tertarik untuk mendengarkan.

***

Bencana yang sering terjadi di Indonesia membutuhkan respon berupa sikap sadar dan siaga bencana yang lebih mantap. Bukan sekadar tangguh menangani kejadian bencana, tapi juga mampu mengantisipasi datangnya bencana sebagai tindakan preventif. 

Peran serta masyarakat adalah bagian terpenting dalam upaya penanganan resiko bencana secara lebih menyeluruh dan terpadu. Radio komunitas sebagai "radio penyelamat" yang digerakkan atas dasar prinsip "dari, oleh, dan untuk masyarakat", mampu meningkatkan kapasitas dan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap bencana secara lebih berkelanjutan. Hal ini mutlak dibutuhkan karena bencana bisa berulang dan datang kapan saja.

teks & foto: Hendra Wardhana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun