Tanpa sengaja dan tidak direncanakan. Di Jalan Juanda tak jauh dari kampung wisata Jodipan, Kota Malang, pada Sabtu (17/12/2016) itu saya bertemu dengannya. Bahkan saya sempat melewatkannya sebelum kemudian sadar bahwa tempatnya sangat menarik. Saya pun menghentikan langkah dan berbalik arah menghampirinya.
“Ada kaset KAHITNA, Pak?” Tanpa basa-basi saya langsung bertanya kepadanya. “KAHITNA ada,” jawabnya antusias sambil mengambil tiga kaset KAHITNA, yaitu Sampai Nanti (1998), The Best of KAHITNA (2002), dan Cinta Sudah Lewat (2003). Melihatnya begitu cepat menemukan ketiga kaset tersebut, sepertinya ia sudah sangat hafal letak setiap kaset yang dijualnya.
Mengetahui ada album KAHITNA membuat saya merasa senang sekaligus bangga dan memutuskan membeli salah satunya. “Pinten niki, Pak (berapa ini, Pak)?” tanya saya. “Sepuluh ewu (sepuluh ribu),” jawab Sang Bapak. Kemudian saya mencoba menawar meski saya tahu harga tersebut cukup wajar karena ini bukan kali pertama saya membeli kaset-kaset lawas KAHITNA di penjual pinggir jalan.
Saya pun sepakat dengan harga Rp 10.000. Saat menerima uang dari saya, sang bapak bertanya. “Kenapa nggak semuanya sekalian?” “Saya sudah punya semuanya, Pak. Ini hanya untuk tambahan.” Mendengar jawaban saya ia kembali bertanya. “Wah, sampeyan KAHITNA mania, ya?” Kali ini giliran saya yang terkejut mendengar responsnya. “Sekarang namanya soulmateKAHITNA, Pak,” jawab saya.
Obrolan pendek di sela-sela transaksi jual beli itu akhirnya membuat kami terlibat perbincangan lebih lanjut. Sang bapak kemudian mengenalkan diri sebagai “Onot”. Hampir saja saya terkecoh mempercayai itu nama sebenarnya. Beruntung ia langsung menyebutkan nama panjangnya yaitu “Sumartono”. Nama “Onot” adalah bahasa walikan (bahasa kebalikan) dari nama pendeknya: Tono.
Selama ini laki-laki 48 tahun itu mengaku banyak mendapatkan kaset lawas dari para kolektor di Malang. Ia mengelompokkan kaset lawas menjadi tiga kategori berdasarkan nama besar penyanyi dan kelangkaan kaset tersebut di pasar. Tiga kategori tersebut adalah kategori umum artinya masih banyak dijumpai dan harganya paling murah, kategori sedang yang jumlahnya sudah tidak banyak lagi sehingga harganya lebih tinggi, serta kategori langka untuk koleksi yang sudah sangat sulit ditemukan dan dihargai paling mahal.
Saat saya bertanya KAHITNA ada di kategori apa, ia mengatakan kaset-kaset lawas KAHITNA termasuk kategori sedang. Ia juga menyebutkan bahwa kaset The Best adalah yang paling sering dicari di antara album-album lawas KAHITNA. “Karena sudah nggak keluar dan isinya campuran lagu-lagu lama,” kata Pak “Onot” menjelaskan alasannya.
Bertemu dengan Pak Sumartono alias Pak “Onot” adalah berkah bagi saya. Selain mendapatkan “Cinta Sudah Lewat”, saya juga bisa menyimak sepenggal cerita tentang Malang dalam peta musik tanah air. Menurutnya, meski pamor Malang kalah jauh dibanding Jakarta, Bandung dan Surabaya yang selama ini dikenal sebagai kiblat musik di Indonesia, namun kolektor musik lawas justru banyak berada di Malang. Lelaki yang tinggal di Kedungkandang, Kota Malang itu lalu menambahkan bahwa banyak orang dari luar kota datang ke Malang untuk mencari koleksi kaset lawas. “Penjual kaset yang dulu banyak di Malioboro juga dari sini koleksinya,” tegasnya.
Saya lalu melanjutkan perjalanan. Pada langkah-langkah berikutnya tanpa sadar dalam hati saya bergumam, “Kadang ingin aku bertemu dan berbagi waktu yang terlalui…sukar tuk sadari ku tak boleh mengingini…tanpamu cinta tak berarti, cinta sudah lewat..”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI