Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendulang "Emas" dari Bonus Demografi, Apakah Indonesia Sudah Terlambat?

21 September 2016   21:13 Diperbarui: 21 September 2016   21:27 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengikuti upacara perdana sebagai mahasiswa. Mereka adalah bagian dari peluang bonus demografi Indonesia (dok. pri).

Dalam sebuah acara peluncuran buku pada bulan Mei 2015, Rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof. Dwikorita Karnawati memprediksi Indonesia akan bergerak menjadi negara maju pada 2030. Syaratnya, Indonesia harus menghasilkan banyak generasi muda yang berilmu dan berkarakter unggul. Presiden Indonesia ke-3 BJ Habibie juga pernah menyatakan rasa optimis bahwa masa keemasan Indonesia tinggal menunggu waktu karena pada dasarnya Indonesia memiliki bibit sumberdaya manusia yang bagus.

Pandangan dan prediksi di atas tidaklah berlebihan. Indonesia memang memiliki modal yang cukup untuk menjadi negara besar. Kekayaan alam negeri ini sangat melimpah. Wilayahnya pun sangat luas dan strategis. Ditambah modal besar lainnya yaitu komposisi demografi.

Hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 66% dari total jumlah penduduk. Pekerja usia muda (15-24 tahun) mencapai 26,8% atau 64 juta jiwa. Sementara jumlah penduduk lansia (di atas 64 tahun) tidak terlalu banyak dan pertumbuhan penduduk usia di bawah 15tahun dapat ditekan. 

Tren pertumbuhan penduduk di Indonesia sebelum dan menjelang bonus demografi (data. BPS/BKKBN).
Tren pertumbuhan penduduk di Indonesia sebelum dan menjelang bonus demografi (data. BPS/BKKBN).
Tren positif komposisi demografi tersebut akan mencapai puncaknya pada periode 2017-2019 dan 2020-2030. Pada saat itu jumlah penduduk usia produktif di Indonesia mencapai angka 70% atau terbanyak sepanjang sejarah. Kondisi ini berpeluang menjadi bonus demografi yang memberikan banyak peluang menguntungkan, termasuk dalam bidang ekonomi karena ada banyak angkatan kerja potensial. 

Kurang Dimaksimalkan

Sayangnya, sejauh ini peluang bonus demografi belum dimaksimalkan dengan baik oleh Indonesia. Padahal bonus demografi sudah diprediksi sejak akhir tahun 2000 saat program KB berhasilmenahan laju pertambahan penduduk. Dengan demikian sesungguhnya ada waktu yang cukup untuk mempersiapkan dan mengelola peluang tersebut.

Upaya Indonesia untuk melakukan investasi di bidang sumber daya manusia (SDM) terkesan setengah hati. Lemahnya respon pemerintah dalam menangkap potensi bonus demografi terlihat pada lemahnya kebijakan yang menyangkut pemberdayaan manusia selama ini. Akibatnya, Indonesia harus menghadapi segudang masalah seperti ketersediaan lapangan kerja yang tidak sebanding dengan pertambahan angkatan kerja, banyaknya jumlah pengangguran, dan tingginya tingkat kemiskinan. Kualitas pendidikan, gizi, dan kesehatan masyarakat Indonesia juga belum berada pada taraf yang memuaskan.

Beberapa kebijakan masih bersifat parsial dan kurang berwawasan jangka panjang sehingga timbul ketimpangan kualitas antar sektor. Bahkan, dalam satu bidang terjadi gap pencapaian yang sangat nyata. Di bidang pendidikan misalnya, jumlah perguruan tinggi yang meningkat tajam tidak diimbangi dengan pemenuhan akses pendidikan dasar. Menurut UNICEF, ada sekitar 2 juta anak usia 7-15 tahun yang tidak bisa bersekolah di Indonesia. Kemajuan ekonomi dan industri di Pulau Jawa menyisakan ironi di mana ada sekitar 35-40% anak putus sekolah tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

Sementara itu hasil tes PIACC atau Programmefor International Assesment of Adult Competencies terbaru yang dilakukan oleh OECD (Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Tingkat kecakapan orang dewasa di Indonesia jauh tertinggal oleh negara-negara lain. Kompetensi pada aspek numerasi, literasi dan kemampuan memecahkan masalah ternyata sangat kurang. 

Investasi sumber daya manusia harus untuk mencetak generasi emas dari bonus demografi (dok. pri).
Investasi sumber daya manusia harus untuk mencetak generasi emas dari bonus demografi (dok. pri).
Permasalahan kualitas sumber daya manusia di negara ini semakin kompleks pada generasi muda, terutama remaja.P erilaku seks bebas atau seks pranikah, pernikahan dini, penyalahgunaan narkoba, penularan HIV/AIDS, tawuran serta perilaku kenakalan lainnya yang terkait dengan sikap mental telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Survey Komnas Perlindungan Anak Indonesia pada 2008 yang dilakukan di 33 provinsi menunjukkan  21,2% remaja di tanah air pernah melakukana borsi. Sebanyak 97% remaja tingkat SMP dan SMA pernah menonton film porno dan 93,7% remaja pada jenjang pendidikan tersebut pernah melakukan aktivitas seksual seperti oral seks dan berciuman. Beberapa penelitian lain bahkan mengungkap sekitar 21-30% remaja  di kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta telah melakukan hubungan seks pranikah.

Kemudian, menurut Analisis Data Perkawinan Usia Anak yang diluncurkan oleh Badan Pusat Statistik bersama UNICEF belum lama ini menunjukkan jumlah pernikahan dini di Indonesia masih cukup tinggi. Pada 2015 sebanyak 23% wanita Indonesia berusia 20-24 tahun telah menikah sebelum usia 18tahun. 

Narkoba juga semakin merusak generasi muda hingga ke pelosok negeri. Data menunjukkan jumlah pengguna narkoba dari kalangan remaja cukup tinggi. Sementara itu jumlah pengidap HIV dan AIDS pada kelompok usia 20-29 tahun dan 15-19 tahun masing-masing sebesar 49,6% dan 3%.

Jika dibiarkan kondisi-kondisi di atas akan semakin menggerogoti kualitas sumber daya manusia Indonesia. Peluang bonus demografi pun bisa berubah menjadi ironi dan beban berat bagi bangsa.

Kerja Keras Mencetak Generasi Emas

Meskipun demikian, kesempatan dan harapan Indonesia untuk menikmati berkah dari bonus demografi masih terbuka. Dengan upaya yang cepat dan tepat, Indonesia bahkan bisa mencetak generasi emas. Apalagi ada sinyal positif dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan daya saing global selama beberapa tahun terakhir.

Indeks daya saing global (Global Competitiveness Index) Indonesia mengalami peningkatan di urutan 34 dunia. Sementara menurut Badan PBB Urusan Pembangunan (UNDP), pada 2014 IPM Indonesia berada di urutan 110 dari 187 negara dengan nilai indeks 0,684 atau mengalami kenaikan sebesar 44,3% dibandingkan sejak tahun 1980. Nilai IPM yang memuat tiga dimensi yaitu angka harapan hidup, standar hidup layak, serta pengetahuan dan pendidikan tersebut setidaknya menjadi indikator adanya perbaikan  kualitas hidup masyarakat. 

Akan tetapi, kemajuan tersebut masih kalah dibanding peningkatan SDM negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Kualitas beberapa parameter pembangunan di Indonesia juga belum berimbang. Contohnya adalah di bidang teknologi. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi belum optimal mendongkrak produktivitas masyarakat. Keterbukaan masyarakat menyerap produk dari luar negeri belum diimbangi dengan kemampuan inovasi yang tinggi.

Seorang mahasiswa UGM asal Indonesia timur sedang mengerjakan soal ujian (dok. pri).
Seorang mahasiswa UGM asal Indonesia timur sedang mengerjakan soal ujian (dok. pri).
Kesenjangan pembangunan manusia antar daerah juga masih cukup lebar. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi didominasi oleh daerah di Indonesia bagian barat seperti DKI Jakarta, DIYogyakarta, Riau, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Utara. Sementara daerah di Indonesia bagian timur seperti Papua, Maluku, Maluku Utara, NTB, dan NTT memiliki IPM terendah.

Oleh karena itu, Indonesia wajib bekerja keras jika ingin mendulang generasi emas dari bonus demografi. Dibutuhkan gebrakan yang revolusioner untuk mengatasi permasalahan sekaligus mengoptimalkan potensi penduduk yang ada. Tekad Presiden Jokowi yang disampaikan dalam pidato kenegaraan di sidang MPR pada 16 Agustus 2016 untuk melakukan peningkatan kapasitas SDM yang produktif harus segera dibuktikan dengan menghadirkan kebijakan konkret.

Kinerja Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) sudah semestinya ditingkatkan. Fungsi dan peran Kemenko PMK harus mampu mendorong percepatan pembangunan manusia Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan kementerian lain yang terkait dengan pembangunan kualitas SDM perlu bekerja secara kolektif untuk melahirkan terobosan-terobosan yang terukur. Kegagalan kebijakan di masa lalu harus direspon dengan melaksanakan prioritas kebijakan dan menghindari kepentingan politik jangka pendek.

Prioritas pertama adalah membenahi sektor pendidikan. Kegagalan di sektor pendidikan akan menimbulkan masalah pada sektor lainnya. Oleh karena itu, pemerintah sudah sepantasnya lebih serius dan peduli dalam memajukan dunia pendidikan di tanah air. Tidak cukup dengan bongkar pasang kurikulum, namunyang lebih utama adalah mendorong pemerataan akses pendidikan yang bermutu ditanah air. Kualitas pendidik perlu terus ditingkatkan karena mereka adalah jantung dalam proses pendidikan. Biaya pendidikan yang terjangkau juga perlu diwujudkan tanpa mengabaikan standar pendidikan yang baik.

Berikutnya, pemerintah harus memastikan bahwa setiap keluarga memiliki akses pada pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pengentasan gizi buruk harus diprioritaskan karena menjadi masalah utama kesehatanmasyarakat Indonesia saat ini. Pada saat yang sama laju pertambahan penduduk perlu terus dikendalikan. Menggalakkan kembali program KB dengan berbagai kegiatan pendukungnya bisa menjadi cara yang efektif.

Padasektor ketenagakerjaan, pemerintah diharapkan tidak sekadar menyiapkan lapangan kerja. Akan tetapi juga membekali generasi muda dengan kompetensi yang sesuai dengan kemajuan dunia kerja. Gagasan revitalisasipendidikan vokasi dan SMK yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi membawa harapanperubahan. Generasi muda perlu diberi kemudahan untuk mengakses pendidikan SMK. Di sisi lain, daya tarik dan kualitas SMK harus ditingkatkan dengan mengembangkan kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan dunia kerja dan potensi daerah.

Saat puncak bonus demografi, peluang perempuan untuk memasuki dunia kerja cukup terbuka karena jumlah anak yang sedikit. Pemerintah perlu memberi kesempatankerja lebih besar kepada perempuan agar bisa membantu meningkatkan pendapatan per kapita yang berdampak pada kesejahteraan keluarga.

Indonesia harus bekerja keras agar bisa mendapatkan manfaat maksimal dari bonus demografi, yaitu berupa generasi emas bangsa (dok. pri).
Indonesia harus bekerja keras agar bisa mendapatkan manfaat maksimal dari bonus demografi, yaitu berupa generasi emas bangsa (dok. pri).
Generasi emas bangsa akan tercipta jika negara mampu melindungi kehidupan warganya sejak dini. Program perlindungan sosial seperti  BPJS Kesehatan dan Kartu Indonesia Pintar menjadi instrumen penting untuk mengoptimalkan peluang bonus demografi. Sistem yang sudah ada tersebut harus terus disempurnakan agar masyarakat Indonesia memperoleh manfaat yang maksimal. Kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta juga perlu ditingkatkan agar dihasilkan sistem perlindungan sosial yang efektif.

Pembangunan sumber daya manusia yang baik adalah pembangunan yang berwawasan keluarga. Dalam hal ini peran keluarga dan orang tua untuk mencetak generasi emas bangsa sangat vital. Oleh karena itu, sangat penting mengembalikan fungsi keluarga untuk menyemai manusia Indonesia yang berkarakter dan tangguh. Keluarga adalah tempat pendidikan utama dan pertama, tempat perlindungan terbaik, sekaligus tempat menanamkan keteladanan dan budi pekerti bagi generasi penerus bangsa.

***

Generasi emas adalah generasi penerus yang memiliki visi cemerlang, percaya diri yang tinggi, serta bergairah untuk terus maju. Generasi emas memandang masa depan dan masa depan bangsa sebagai satu kesatuan dan menempatkannya sebagai hal yang utama. Sikap optimis diiringi kerja keras akan membuat Indonesia mampu mendulang emas dari bonus demografi.

 

Teks dan foto: Hendra Wardhana

Facebook   |  twitter

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun