Raditya, putra Tumenggung Jaya Lengkara dari Mataram, merasa heran dengan air sungai yang tiba-tiba menghangat. Ia lalu mengamati kondisi sekitarnya dan melihat banyak pohon meranggas.
Beberapa hari kemudian saat hendak menuju desa Jatisar, ia juga dikejutkan dengan hewan-hewan yang berlarian menuruni bukit. Suasana desa pun tampak sunyi dan mencekam. Hingga terdengar suara gemuruh yang mengerikan, Raditya segera memacu kudanya meninggalkan desa. Di tengah perjalanan ia menyadari bahwa bencana alam telah terjadi. Gunung merapi meletus. Untungnya semua warga desa telah diungsikan.
Rentetan peristiwa terus berlanjut. Karena sebuah kesalahpahaman, Raditya merasa dikhianati oleh sang istri, Sekar Kinanti. Ia memutuskan pergi. Sementara Sekar Senanti tetap setia menjaga hati
***
Cerita di atas adalah sinopsis singkat “Asmara di Tengah Bencana”, sebuah drama radio yang belum lama ini diluncurkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia. Drama ini mengangkat kisah letusan Gunung Merapi pada masa pemerintahan Raja Mataram, Sultan Agung. Layaknya drama, peristiwa bencana alam sebagai pokok cerita dibungkus dalam kisah kehidupan yang penuh roman, seperti percintaan, pengorbanan, dan kesetiaan.
“Asmara di Tengah Bencana” digarap oleh S. Tidjab dan disutradarai oleh Haryoko. Ada 50 episode yang akan diperdengarkan ke telinga masyarakat mulai 18 Agustus 2016 melalui 18 radio lokal dan 2 radio komunitas yang tersebar di beberapa daerah.
Melalui “Asmara di Tengah Bencana” masyarakat diedukasi untuk hidup harmoni dengan alam dan mengetahui potensi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu di lingkungannya. Berbagai informasi penting seperti tanda-tanda akan terjadinya bencana alam dan dahsyatnya dampak yang ditimbulkan mengisi cerita “Asmara di Tengah Bencana”. Hal ini bukan untuk menimbulkan kecemasan atau ketakutan. Melainkan untuk mendorong masyarakat agar memiliki pengetahuan tentang bencana, tangguh menghadapi bencana serta mampu bangkit setelah terkena bencana.
Komunikasi Bencana adalah Keharusan
Indonesia adalah negara yang sangat rawan bencana. Kondisi alam serta letak geografis menjadi faktor terbesar resiko dan potensi terjadinya bencana alam di Indonesia. Negeri cincin api ini memiliki ratusan gunung berapi yang tersebar dari Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara. Banyak di antara gunung berapi tersebut berstatus aktif dan sering meletus (erupsi). Kepulauan Indonesia juga terletak pada pertemuan beberapa lempeng tektonik besar di dunia sehingga sering diguncang gempa bumi. Tak jarang gempa yang terjadi memiliki kekuatan dan daya rusak yang besar seperti yang mengguncang Yogyakarta pada 2006.
Wilayah Indonesia yang beriklim tropis di bawah garis khatulistiwa sering mengalami perubahan cuaca, suhu dan angin sepanjang tahun. Topografi daerah-daerah di nusantara juga sangat beragam. Semua kondisi tersebut menyimpan potensi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan, serta kebakaran lahan dan hutan. Hal itu diperparah oleh aktivitas manusia dan pembangunan yang bersifat eksploitatif sehingga kerusakan lingkungan semakin meluas. Bencana alam pun seolah silih berganti terjadi di Indonesia.