Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membumikan Kerukunan di Era Media Sosial, Belajar dari Burung Gereja di Menara Masjid

5 September 2016   14:08 Diperbarui: 6 September 2016   01:33 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daripada menyebarkan provokasi, lebih baik menjadi pembawa pesan damai dengan menceritakan teladan-teladan di balik keberagaman Indonesia (dok. pri).

Gunakan jarimu untuk merawat kerukunan! (dok. pri).
Gunakan jarimu untuk merawat kerukunan! (dok. pri).
Selain cerdas menilai kebenaran dan bijak menentukan informasi yang layak dibagikan, pengguna medsos juga perlu tegas menolak akun-akun penyebar kebencian dan propaganda. Salah satunya dengan tidak mengikuti akun-akun tersebut. Para pemilik akun intoleran akan senang jika pengikutnya bertambah sehingga semakin berani menyebar kebencian atau provokasi. Jangan segan atau khawatir untuk unfollow/unfriend meski pemilik akun adalah orang yang kita kenal. Hak sekaligus tanggung jawab kita untuk membersihkan media sosial dari hal yang kurang bermanfaat, apalagi yang mengusik kedamaian.

Sangat penting untuk tidak memberikan nafas kepada penyebar kebencian dan provokasi. Hal itu juga berguna untuk melindungi diri dan pikiran karena media sosial mampu mengarahkan perilaku. Seseorang yang membiarkan dirinya terpapar dan mengkonsumsi muatan kebencian di media sosial akan menerima intoleransi sebagai hal yang biasa. Dari hanya mengkonsumsi informasi, lama kelamaan seseorang akan terpengaruh untuk bersikap intoleran.

Berikutnya, masyarakat  perlu melakukan upaya yang lebih nyata secara bersama untuk menghukum akun-akun intoleran dengan melaporkannya kepada penegak hukum.  Di sisi lain, tidak boleh lagi ada kesan pembiaran atau ketidaktegasan aparat kepada para penyebar kebencian dan provokasi. Penegakkan aturan dan hukum yang tegas sangat penting sebagai upaya menciptakan ruang yang kondusif untuk mengembangkan kerukunan di era media sosial. Upaya merusak kerukunan melalui media sosial sudah semestinya dianggap sebagai kejahatan yang mendesak untuk diatasi.

Media Sosial Sebagai Pencerah

Meski ujaran kebencian, provokasi dan berita bohong marak di media sosial, namun toleransi juga bisa diperkuat di ruang yang sama. Media sosial mampu menjadi pencerah yang memberikan dampak positif bagi kerukunan. Teknologi ini bisa didorong sebagai sarana komunikasi yang efektif sekaligus pencegah konflik. Caranya dengan memanfaatkannya untuk menggalang interaksi yang intensif dan dialog yang akomodatif sehingga tercipta rasa pengertian. Selain itu, medsos bisa menjadi ruang diskusi untuk menemukan solusi dari masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat.

Daripada menyebarkan provokasi, lebih baik menjadi pembawa pesan damai dengan menceritakan teladan-teladan di balik keberagaman Indonesia (dok. pri).
Daripada menyebarkan provokasi, lebih baik menjadi pembawa pesan damai dengan menceritakan teladan-teladan di balik keberagaman Indonesia (dok. pri).
Untuk membumikan kerukunan, pengguna media sosial juga perlu memperbanyak konten positif. Membagikan kabar-kabar baik sangat berguna untuk membuka mata masyarakat tentang indahnya kerukunan. Daripada mengkonsumsi berita bohong atau menyebarkan provokasi, lebih baik menjadi pembawa pesan damai dengan menceritakan teladan-teladan positif di balik keberagaman Indonesia. Contohnya kehidupan selaras antara umat Islam dan Kristen di NTT yang bergotong royong membangun rumah dan memperbaiki rumah ibadah. Para ibu rumah tangga di sana bahu-membahu menyiapkan hidangan untuk Paskah.

Di pelosok Minahasa Tenggara juga ada sebuah masjid dan gereja yang berdiri berdampingan dalam satu pagar yang sama. Para umat di tempat tersebut senantiasa menjalin silaturahmi dan saling mengucapkan selamat saat hari raya agama masing-masing. Atau cerita bagaimana warga Hindu di Bali memberikan pengamanan Idul fitri dan Natal. Semua itu dijumpai di Indonesia dan perlu disebarkan melalui media sosial sebagai inspirasi.

Kampanye kerukunan melalui media sosial perlu digencarkan. Pemerintah melalui Kementerian Agama serta Kementerian Komunikasi dan Informatika bisa bekerja sama dengan facebook atau twitter untuk melakukannya. Selain mengedukasi masyarakat, kampanye tersebut juga berguna untuk menciptakan iklim toleransi yang lebih baik.

Belajar dari Burung Gereja di Menara Masjid

Upaya mengusik kerukunan adalah tindakan yang bertolak belakang dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial. Perilaku asosial di media sosial diperparah dengan pemaknaan ajaran agama yang sempit. Tampaknya kita memang perlu belajar pada sebuah fenomena yang dekat dengan kehidupan, namun jarang diamati, yaitu kebiasaan burung gereja hinggap di menara masjid.

Burung gereja adalah kerabat dekat burung pipit yang gemar terbang dalam kelompok yang besar. Burung gereja juga bisa “berisik” karena kicauannya. Meski dalam kelompoknya sering terdapat jenis yang berbeda, namun burung ini tidak menyerang satu sama lain. Burung yang habitat alaminya berada di pepohonan rindang ini juga memiliki kemampuan adaptasi yang baik sehingga sering hinggap dan tinggal di tempat-tempat teduh seperti atap gereja serta kubah atau menara masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun