Menjejakkan kaki di Riau adalah petualangan baru. Sedikit referensi yang didapat sebelum berangkat menerbangkan rasa penasaran tentang tempat yang akan saya dikunjungi. Penasaran itu mulai terjawab saat memasuki Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu.
Kamis pagi (4/8/2016) mobil yang mengantarkan saya dan kompasianer Dhanang Dave tiba di arboretum yang berada di area penyangga biosfer. Dalam perjalanan kami telah melewati hutan produksi dengan pepohonan yang rapat. Di beberapa sudut hutan petugas keamanan berseragam memberi hormat setiap kami melintas. Kejadian ini membuat kami bertanya-tanya. Mungkin itu adalah semacam SOP untuk menyambut tamu yang datang. Perjalanan menuju Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu juga sempat memantik adrenalin saat ban mobil berderit akibat jalanan tanah yang licin sekaligus berdebu.
Giam Siak Kecil-Bukit Batu adalah cagar biosfer pertama di dunia yang diinisiasi oleh sektor swasta. Pada 2003 Sinar Mas Forestry & Partners (SMF&P) Â merancang usulan penggambungan dua suaka margasatwa yaitu Giam Siak Kecil (84.967 hektar) dan Bukit Batu (21.500 hektar). Komitmen itu termasuk penyertaan konsesi hutan produksi seluas 72.000 hektar yang memisahkan dua suaka margasatwa sebagai hutan konservasi. Selanjutnya pengelolaan, pengembangan dan penelitian di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu dilakukan secara kolaboratif antara SMF&P, LIPI, Pemeritah Daerah Riau, BBKSDA Riau, Â Universitas Riau dan pemangku kepentingan lokal lainnya.
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu memiliki tiga fungsi dasar. Pertama, sebagai kawasan konservasi untuk melindungi dan melestarikan ekosistem beserta kekayaan hayati dan sumber daya genetik di dalamnya. Kedua, sebagai penggerak perekonomian dan pengembangan masyarakat. Ketiga, sebagai laboratorium alam untuk penelitian, pendidikan, dan pelatihan tentang ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Area inti dikelilingi oleh area penyangga seluas 222.426 hektar yang berfungsi mendukung konservasi. Meskipun demikian, aktivitas perkebunan, pertanian, perikanan serta pengumpulan produk kayu dan non kayu diperbolehkan.
Pada area penyangga juga terdapat arboretum untuk menanam beberapa spesies tumbuhan berkayu dan tempat penangkaran/pelatihan gajah. Ada  6 ekor gajah yang dipelihara di tempat tersebut. Salah satu ekor gajah yang kami temui di kandang bernama Ivo Duanti. Sekitar 200 meter dari kandang terdapat habitat gajah yang cukup lapang. Dari kejauhan seekor gajah terlihat sedang berada di dekat kubangan air.
Daerah terluar berupa area transisi dengan luas 304.123 hektar. Fungsi dan peruntukkan area transisi mirip dengan area penyangga namun lebih fleksibel. Di area transisi terdapat tempat tinggal atau hunian masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada hutan. Aktivitas penambangan mineral, minyak dan gas alam juga dimungkinkan dilakukan di area transisi.
Giam Siak Kecil-Bukit Batu adalah bentang alam yang sangat unik karena berupa hutan rawa gambut. Secara ekologis biosfer ini berperan sebagai stok karbon yang penting bagi lingkungan. Selain itu, di dalamnya hidup ratusan spesies hewan dan tumbuhan yang sangat bernilai. Beberapa di antaranya termasuk kategori dilindungi menurut CITES, IUCN, dan peraturan hukum di Indonesia.