[caption caption="Dita Nurtjahya, salah satu generasi muda Indonesia yang berprestasi serta memiliki kepedulian terhadap sesama (dok. Hendra Wardhana)."][/caption]Menggapai cita-cita dan bisa membantu sesama adalah harapan setiap orang. Untuk mewujudkannya, usaha yang biasa saja kadang tidak cukup. Diperlukan motivasi tinggi dan kerja keras untuk membuatnya jadi nyata. Itulah yang diterapkan oleh Dita Nurtjahya (23 tahun).
Dita adalah salah satu generasi muda Indonesia yang berani membangun mimpi dan memperjuangkannya sepenuh hati. Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini merupakan orang Indonesia yang pernah tercatat sebagai peserta termuda dalam International Congress of Entomology (ICE) XXIII di Durban, Afrika Selatan pada 2008. Saat usianya masih 17 tahun ia menjadi jurnalis warga yang dikirim oleh The Jakarta Post untuk meliput sebuah forum internasional di Denmark. Ia juga contoh anak muda yang tidak menutup mata terhadap sesama. Kepeduliannya kepada lingkungan sekitar diwujudkan dengan mendirikan Pelangi Berbagi, sebuah komunitas yang menghimpun anak-anak muda untuk berkegiatan membantu sesama.
Perjalanannya mengejar cita-cita pernah menemui cobaan berat ketika penelitian skripsinya gagal dilaksanakan. Akan tetapi, ia kemudian memaknainya sebagai ujian bagi usahanya meraih cita-cita yang sudah direnda sejak lama. “Mungkin itu ujian di awal agar saya bisa lebih kuat nantinya”, kata Dita di tengah-tengah obrolan santai kami akhir Desember 2015 lalu.
***
Dita yang lahir di Malang pada 27 Mei 1992 adalah putri pasangan Ign. Eddy Nurtjahya dan Veronica Sulistyawati Tandyo. Sejak kecil ia sudah berangan menjadi seorang peneliti dan ahli forensik. Minatnya itu boleh jadi terinspirasi oleh sang ayah yang seorang dosen dan peneliti di Universitas Bangka Belitung.
Ketertarikannya dengan dunia penelitian bermula dari hal yang sangat sederhana. “Awalnya melihat tanaman mawar milik Mama yang rusak. Setelah diselidiki ternyata ulah lebah”, ungkap Dita. Permasalahan bunga mawar dan lebah itulah yang menjadi penelitian pertamanya saat SMP.
Dita menghabiskan masa kecil dan remaja dengan berpindah-pindah daerah mengikuti pekerjaan orang tua. Memulai pendidikan dasar di Bali dengan bersekolah di SD Soverdi Swastiastu, ia kemudian melanjutkan ke SMP Katolik Maria Goretti, Bangka Belitung hingga tamat dari SMA 1 Sungai Liat pada 2010 silam. Demi mengejar cita-citanya, ia mengikuti seleksi masuk Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Waktu itu pilihan utamanya adalah Fakultas Kedokteran. Namun, Dita justru diterima di Fakultas Biologi.
***
Disiplin Jadi Kunci Berprestasi
Di bangku kuliah, selama satu semester hatinya sempat bimbang. Awalnya ia mengaku belum mantap menimba ilmu Biologi. Dalam pikirannya saat itu untuk menjadi ahli forensik ia harus belajar di Fakultas Kedokteran. Seiring berjalannya waktu, Dita menemukan keasyikan mempelajari Biologi. Pikirannya semakin terbuka saat mengetahui ada banyak hal dalam ilmu tersebut yang berkaitan erat dengan ilmu forensik. Ia pun semakin mantap dan meyakini apa yang dipelajarinya bisa mengantarkannya meraih cita-cita.
Penggemar hot chocolate ini kemudian melakukan beberapa penelitian. Saat semester 4 ia mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Penelitian PKM itu mengantarkannya ke International Student Conference on Advanced Science and Technology (ICAST) yang berlangsung di Jepang pada 2013.