[caption caption="Stand Up Comedy Academy, panggung kompetisi Stand Up Comedy di Indosiar (twitter.com/IndosiarID)."][/caption]
“Stand up comedy adalah komedi yang cerdas itu hanya mitos”. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Raditya Dika saat menjadi juri Stand Up Comedy Academy beberapa waktu lalu. Radit menanggapi kesan yang selama ini berkembang bahwa stand up comedy adalah komedi cerdas. Begitu cerdasnya stand up comedy sehingga untuk tertawa orang harus berpikir keras lebih dulu. Begitu cerdasnya sehingga hanya penonton yang berotak pintar dan bernalar tinggi yang bisa duduk di depan panggung stand up comedy.
Akan tetapi, doktrin “komedi cerdas” ternyata hanyalah mitos. Terminologi cerdas memang sah-sah saja digunakan tapi juga pantas diperdebatkan. Hal terpenting dari stand up comedy adalah menyampaikan pesan atau ide yang dapat dimengerti penonton dan diterima dalam bentuk kelucuan.
Penjelasan Raditya Dika cukup melegakan dan membesarkan hati saya. Karena jika untuk menikmati stand up comedy seseorang harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata atau untuk tertawa saja orang perlu menyediakan otak dan nalar setara Enstein, maka sial bagi saya yang tak secerdas orang lain dan sering gagal tertawa saat menyaksikan kegaringan beberapa aksi stand up comedy.
***
Stand Up Comedy Academy (SUCA) adalah kompetisi stand up comedy gagasan Indosiar. Tayang perdana pada 5 Oktober 2015 dan berakhir dengan grand final pada 13 November 2015, SUCA tak hanya menata ulang doktrin “komedi cerdas”. Namun, juga menyuguhkan berbagai keseruan baru panggung stand up comedy.
SUCA mengusung format yang agak berbeda dengan kompetisi atau panggung stand up comedy yang lebih dulu ada, sebut saja Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) Kompas TV dan Stand Up Comedy Show Metro TV.
[caption caption="Line up juri SUCA (twitter.com/IndosiarID)."]
[caption caption="Para mentor SUCA (twitter.com/IndosiarID)."]
SUCA menampilkan 24 komika peserta yang dibagi ke dalam 4 grup. Selama berkompetisi para peserta didampingi oleh 5 mentor tetap yang membantu mempersiapkan dan mengembangkan materi. Kelima mentor adalah komika berpengalaman, yaitu Arief Didu, Mo Sidik, Isman, Daned Gustama dan Gilang Bhaskara. Selain itu ada Raditya Dika dan Pandji yang menjadi mentor spesial.
Ditayangkan Senin hingga Kamis setiap minggunya, SUCA dipandu oleh trio host yaitu Gading Martin, Andhika Pratama dan Gilang Dirga. Komika Uus juga beberapa kali dihadirkan sebagai “host magang”.
Eliminasi di setiap grup berlangsung secara simultan sampai akhirnya terpilih 3 besar. Eliminasi dan penentuan sang juara diputuskan berdasarkan penilaian para juri yang juga bertindak sebagai komentator. Nama-nama beken seperti Raditya Dika, Ernest Prakasa, Pandji Pragiwaksono, Abdel, Eko Patrio dan Shoimah bergantian mengisi line up kursi juri. Nama-nama lain seperti Ge Pamungkas, Babe Cabita dan Kemal Pahlevi juga hadir sebagai juri tamu/pengganti.
***
Beragam asumsi dan pandangan bertebaran sepanjang digelarnya SUCA. Ada yang menganggap format kompetisinya aneh karena tidak sama dengan SUCI. Ada yang menilai susunan juri kurang pas karena tidak semuanya adalah pelaku stand up comedy. Tak sedikit juga yang mempertanyakan keberadaan SUCA dikaitkan dengan stereotype panggung kompetisi Indosiar selama ini.
Selain itu, ada yang menyoroti beberapa peserta yang sudah pernah ikut kompetisi lain sehingga dianggap tidak patut berkompetisi lagi di SUCA. Banyak di antara kontestan SUCA memang sudah pernah tampil di TV, seperti Yudha Keling, Heri Hore, Lolox, Benedictus Siregar, Dono dan Ricky Watimena.
Semua pandangan tersebut tak terelakkan. Sebagai panggung baru, SUCA mau tak mau dibandingkan dengan kompetisi serupa yang sudah lebih dulu ada. Akan tetapi, banyak orang tidak mengerti bahwa SUCI atau SU Metro TV juga bukan format baku panggung stand up comedy yang harus diikuti oleh semua panggung kompetisi. Termasuk mengenai ketentuan peserta, SUCA memiliki kriteria yang memperbolehkan orang berkompetisi meski pernah tampil di TV atau mengikuti kompetisi lain. Yang terpenting sebagai panggung stand up comedy SUCA melakukan hal yang semestinya, yaitu menampilkan komika dengan ide dan keresahannya masing-masing. Selebihnya, sebagai acara TV SUCA perlu dikemas berbeda dari yang sudah ada.
SUCA akhirnya menggapai sukses besar. Panggung kompetisi ini menyedot perhatian banyak orang mulai dari penonton awam hingga para pelaku stand up comedy. Sejak pertama kali ditayangkan share penonton SUCA terus meningkat dari hanya belasan persen di episode perdana menjadi 34,3% saat grandfinal. Sepertiga penonton TV Indonesia pada saat itu menyaksikan SUCA selama hampir 4 jam. Bahkan tayangan ulangnya ditonton oleh 55% penonton TV. Angka yang mungkin hanya bisa disaingi oleh tayangan final sepakbola dan debat kampanye presiden.
Mengenai kompetisi yang terhitung pendek yakni 6 minggu, hal ini justru menguntungkan SUCA yang ditayangkan seminggu 4 kali. Selain menghindari kejenuhan peserta dan penonton, juga untuk merawat rasa penasaran terhadap season 2.
[caption caption="Aksi Musdalifah sang juara 3 di malam Grandfinal SUCA (liputan6.com)."]
[caption caption="Ephy, juara 2 SUCA asal NTT (liputan 6.com)."]
[caption caption="Cemen, sang juara I SUCA (bintang.com)."]
Perjalanan SUCA di musim pertamanya ini akhirnya melahirkan 3 komika juara yang lucu dan memiliki gaya yang berbeda dari deretan komika yang sudah ada. Musdalifah, wanita berusia 17 tahun dari Pinrang keluar sebagai juara 3. Kepolosannya berpadu dengan keberanian dan kelugasan menceritakan hal-hal seputar kehidupannya. Tak jarang Musdalifah mengangkat cerita-cerita sensitif yang berhasil diamini banyak orang. Sementara itu, Ephy, sang juara 2 berhasil membangun citra diri sebagai “komika dari timur”. Meski sudah ada segelintir nama komika lain dari timur Indonesia, namun pembawaan Epy berhasil menciptakan perbedaan. Ephy juga menjadi kontestan SUCA yang penampilannya melesat mulai dari awal kompetisi hingga grandfinal. Panggung SUCA melahirkan juara 1 yang cukup fenomenal yakni Cemen. Kekuatan personal, gaya penyampaian yang unik dan rasa komedi yang kental membuatnya berhasil menciptakan rentetan tawa dari materi-materi sederhana.
***
Apa yang membuat SUCA menggapai sukses besar meski hanya digelar 6 minggu?. Padahal, nama kompetisi ini baru terdengar kurang dari sebulan sebelum episode perdananya tayang sehingga terkesan sebagai panggung dadakan.
Ada 4 aspek yang berhasil diolah secara cerdas oleh Indosiar dalam memanggungkan stand up comedy kali ini. Pertama, SUCA memanfaatkan segmen penonton Indosiar yang sudah kuat terbentuk dan semakin luas berkat talent search sebelumnya terutama Dangdut Academy (DAcademy). Melalui DAcademy yang sukses 2 tahun terakhir, Indosiar seolah berhasil memetakan profil penontonnya. Melalui acara tersebut pula Indosiar menemukan formula kompetisi yang ideal untuk segmen penonton setianya. Oleh karena itu, tak mengherankan jika SUCA dikemas dengan format dasar seperti DAcademy, yaitu waktu tayang marathon, host keroyokan, juri yang aktif berbicara, serta komentator/mentor sebagai komplemen yang tak kalah meramaikan. Semuanya dihadirkan sekaligus. Meski tak disukai sebagian orang, namun ada lebih banyak lagi penonton yang menggemari format kompetisi tersebut. Format “Indosiar Banget” tersebut diyakini tetap dipertahankan pada SUCA season 2 yang akan segera dimulai tahun depan.
Kedua, selain mengenggam segmen penonton setia Indosiar, SUCA juga berhasil menarik segmen penonton lainnya termasuk masyarakat yang awam stand up comedy maupun pecinta stand up comedy. Caranya dengan menghadirkan nama-nama populer seperti Raditya Dika, Pandji, Ernest Prakasa, hingga para komika jebolan kompetisi lain yang sudah memiliki penggemar masing-masing.
Ketiga, SUCA dihadirkan di waktu yang sangat tepat. SUCA berhasil mengisi jeda kekosongan talent search utama baik di Indosiar maupun di TV lain. Sementara dari aspek stand up comedy, SUCA hadir di saat demam stand up comedy sedang meninggi tapi ledakannya belum terjadi. SUCA-lah yang berhasil menciptakan ledakan itu dengan memanfaatkan letupan-letupan yang dibuat oleh SUCI dan SU Metro TV. SUCA adalah hasil dari ketepatan mencuri momentum atas demam stand up comedy di Indonesia.
Keempat, SUCA adalah hasil benchmarking yang jeli atas kompetisi stand up comedy yang sudah ada sebelumnya, terutama SUCI. Gaya cerdas memanggungkan stand up comedy yang dilakukan SUCA adalah mengisi bagian-bagian yang tidak ditampilkan atau tidak dilakukan oleh SUCI. Hasilnya panggung SUCA tayang di jam prime time dan golden time. Tidak hanya seminggu sekali, tapi empat hari dalam seminggu. Belum pernah ada panggung stand up comedy di TV yang mendapatkan treatment seperti SUCA.
Panggung SUCA lebih lengkap karena tak sekadar menampilkan kompetisi, tapi juga interaksi. Jalinan antara peserta, juri, mentor, dan host, terbangun baik dan saling mengisi. Dengan demikian kelucuan tak berhenti saat peserta selesai beraksi. Berkat adanya interaksi pula, panggung SUCA membuat penonton menjadi lebih melek stand up comedy karena menampilkan pembahasan seputar teori dan aksi stand up seperti punchline, setlist, roasting, premis, act out dan lain sebagainya.
Hal-hal seperti di atas belum diangkat oleh kompetisi lain karena formatnya memang berbeda. Padahal, untuk sebuah paket acara TV hal-hal tersebut cukup menyenangkan dan berhasil menghidupkan panggung.
Panggung SUCA memang terbukti sangat hidup. Menggabungkan gaya pertunjukkan dan kompetisi, SUCA tak hanya mengarahkan sorot lampu panggung kepada peserta. Energi panggung juga datang seluruh talenta dan penonton secara bersama-sama. Penonton tak hanya melihat persaingan peserta dalam menciptakan tawa. Namun juga improvisasi host dan mentor, penjabaran stand up comedy oleh Raditya Dika, hingga permainan kata-kata yang menggelitik dari Abdel.
Meskipun demikian, ada yang kurang pas dari panggung ini yaitu kebiasaan Soimah membagi-bagikan uang secara langsung dan terbuka kepada sejumlah peserta. Meski diakui bertujuan untuk memotivasi dan menghargai usaha peserta, namun kebiasaan “nyawer” tersebut dapat melunturkan kejujuran peserta dalam menciptakan kelucuan.
[caption caption="Panggung SUCA yang sukses di musim pertama (liputan6.com)."]
Pada akhirnya SUCA tak sekadar memanggungkan stand up comedy dengan “grrrrrrr yang berantakan”. SUCA juga mengangkat Stand Up Comedy yang sebelumnya terbenam pada doktrin “komedi cerdas” menjadi lebih luwes dan membumi sehingga bisa dinikmati serta diterima lebih banyak orang. Meski bukan yang pertama, namun SUCA boleh jadi merupakan pemantik bagi ledakan-ledakan baru stand up comedy di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H