Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"100% Yogyakarta" dan Suara Lantang Warga Yogya di Jerman Fest 2015

2 November 2015   07:09 Diperbarui: 2 November 2015   09:38 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

100 orang tersebut juga menanggapi pertanyaan-pertanyaan seputar politik dan kemasyarakatan seperti perlakuan terhadap pendatang dari Indonesia timur di Yogyakarta, pemilihan gubernur langsung, dana keistimewaan hingga kebutuhan ruang publik.

[caption caption=""Kami mendukung hukuman mati"."]

[/caption]

[caption caption="Masalah apa yang mendesak untuk ditangani oleh pemerintah Indonesia saat ini?."]

[/caption]

[caption caption=""Yang pernah menyuap polisi silakan angkat tangan!""]

[/caption]

Selanjutnya mereka bersuara tentang permasalahan bangsa. Ketika seorang nenek bercerita tentang masa lalunya yang pernah ditangkap dan dituduh terlibat G30S PKI, lalu dipenjara tanpa diadili, 99 orang lainnya menyampaikan persetujuan dan ketidaksetujuannya tentang permohonan maaf pemerintah. Mereka juga menanggapi rencana penerapan syariat Islam, hukuman mati dan kondisi ekonomi saat ini.

Semua pendapat, jawaban dan suara disampaikan secara teatrikal melalui gerakan berpindah-pindah ke sisi “saya” dan “bukan saya”. Untuk menjawab mereka juga mengangkat kertas berwarna yang setiap warnanya mewakili jawaban tertentu. Meski dilakukan dengan cara sederhana dan minim kata, namun kejujuran yang disampaikan sangat mengena.

Tak hanya mengangkat masalah sensitif dan menjawab pertanyaan serius, 100 orang tersebut juga memainkan teatrikal untuk fakta-fakta ringan seperti anak kecil yang sudah mengenal pacaran, abg yang sedang mencari pasangan hingga orang tua yang suka dangdut. Dengan gimmick yang lucu, aksi mereka di atas panggung tak hanya mampu mengundang tawa dan tepuk tangan, tapi juga menyadarkan penonton tentang kenyataan hidup di Yogyakarta.

[caption caption="Nenek Sarjiyah yang pernah ditahan tanpa diadili atas tuduhan G30S PKI."]

[/caption]

[caption caption=""Yogyakarta lebih butuh taman dan transportasi publik dibanding hotel!""]

[/caption]

Pertunjukkan selama 2 jam akhirnya ditutup dengan hentakan syair “Jogja Ora Didol”. Seketika itu para penonton pun berdiri memberi tepuk tangan dan penghormatan kepada 100 orang yang telah berhasil mewakili suara dan kegelisahan warga Yogyakarta.

Bahkan, malam itu 100% Yogyakarta sesungguhnya tak hanya memanggungkan realitas kehidupan Yogyakarta saat ini. Akan tetapi, juga menjadi cermin untuk mempertanyakan kembali realitas Yogyakarta dan Indonesia yang sesungguhnya.

*semua foto adalah dokumentasi pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun