Pewarnaan diakhiri dengan mencelupkan kain ke dalam larutan tawas untuk mengunci warna. Namun, warna akhir kain batik belum terlihat sepenuhnya pada tahap penguncian. Warna akhir batik baru akan muncul setelah kain direbus atau yang disebut “nglorod”.
[caption caption="Peserta workshop sedang menyaksikan proses "nglorod" atau perebusan batik buatan mereka"]
[caption caption="Batik yang telah direbus dicuci untuk membersihkan sisa lilin."]
Batik yang telah direbus kemudian dibersihkan dengan mencelupkannya ke dalam air yang telah ditambah soda abu untuk menghilangkan sisa lilin yang mungkin masih menempel. Setelah dijemur dan kering, kain batik yang telah jadi itupun menjadi milik peserta.
[caption caption="Hasil akhir batik buatan saya yang telah diwarnai dua kali dengan pewarna alami Indigo dan Jalawe."]
Di akhir workshop para peserta dijuga berkesempatan menyaksikan pameran batik yang berlangsung di halaman depan BBKB. Keistimewaaan batik dari berbagai daerah seperti batik Yogyakarta, Cirebon, Indramayu hingga Banyumas dapat disimak. Beberapa stand pengrajin batik juga membawa produk yang bisa dibeli oleh para penggemar batik.
[caption caption="Batik dari berbagai daerah dipamerkan di BBKB Kemenperin pada 24 Oktober 2015."]
Sejak ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Dunia Tak Benda pada 2 Oktober 2009, sudah semestinyalah kita tak hanya bangga terhadap batik. Mengenal lebih jauh proses pembuatan batik merupakan salah satu cara yang lebih baik untuk mencintai dan menjaga batik. Batik dengan pewarna alami adalah bukti bahwa nenek moyang kita telah mewariskan pusaka budaya yang luar biasa.
*semua foto adalah dokumentasi pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H