[caption caption="Patung lilin "Jakob Oetama" menyambut pengunjung Pasar Yakopan yang diselenggarakan di Bentara Budaya Yogyakarta dari tanggal 22-30 September 2015."][/caption]
Senin sore (28/9/2015), jelang pukul 17.00, saya tiba di halaman Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) yang berada di Jalan Suroto 2 Kota Yogyakarta, tepat di samping Gedung Kompas. Belum banyak langkah terlalui, di depan pintu masuk, Jakob Oetama sudah menyambut. Ia berpakaian biru tua, berdiri menyanding sepeda onthel tua. Sebuah tas berisi koran tua yang kertasnya sudah menguning menggantung di lengan sepeda.
Tak berlama-lama di halaman, saya segera menuju gedung BBY. Sebuah spanduk bertuliskan “Pasar Yakopan” tergantung di atas celah pintu yang terbuka. Di dalam ruangan gedung yang tak seberapa luas itu tampak sejumlah orang duduk lesehan menghadap aneka macam barang. Beberapa di antara mereka asyik bicara satu sama lain. Ada juga yang sibuk memperhatikan barang-barang di depannya.
[caption caption="Suasana Pasar Yakopan di dalam gedung Bentara Budaya Yogyakarta pada Senin sore (28/9/2015)."]
Pasar Yakopan adalah acara tahunan yang rutin diselenggarakan setiap tahun oleh Bentara Budaya Yogyakarta setiap bulan September. Ada alasan mengapa dipilih September. Selain memperingati bulan berdirinya Bentara Budaya Yogyakarta, juga dibarengkan dengan bulan kelahiran Jakob Oetama. Nama “Yakopan” pun terinspirasi dari nama sang pendiri Harian Kompas tersebut. Jakob Oetama yang menyambut saya dan pengunjung lainnya juga bukan sosok aslinya. Melainkan hanya patung lilin yang dibuat sangat menyerupai Jakob Oetama.
Pada edisi tahun 2015 ini, Pasar Yakopan berlangsung dari tanggal 22-30 September. Seperti halnya pasar, acara ini juga menjadi ruang tempat bertemunya penjual dan pembeli. Namun, jangan samakan Pasar Yakopan dengan pasar-pasar lainnya. Pasar ini lebih mengutamakan apresiasi dibanding gelegar transaksi.
[caption caption="Berbagai koleksi barang kuno ada di Pasar Yakopan."]
Mengambil gaya interaksi khas Yogyakarta yang spontan dan tanpa sekat, Pasar Yakopan berlangsung sederhana. Hal itu bisa dilihat dari para penjualnya yang duduk lesehan di lantai gedung BBY. Jumlah mereka pun tak banyak. Memang, ada beberapa penjual yang menata barangnya di atas meja dan ia duduk di kursi, tapi semuanya tetap dikemas sederhana.
Pasar Yakopan berusaha menyuguhkan dan “menjual” nostalgia. Kebanyakan barang adalah benda-benda yang sudah jarang ditemui atau diproduksi di masa kini. Mulai dari piringan hitam, kaset lawas, kamera analog, keris, radio kayu, topeng, wayang karton, aneka mainan jadul, hingga buku dan majalah kuno berusia puluhan tahun. Sementara di samping luar gedung, beberapa penjual menyediakan makanan tradisional seperti pecel dan brongkos.
[caption caption="Pengunjung sedang memilih buku-buku lama di Pasar Yakopan."]
[caption caption="Majalah Hai dan Intisari yang terbit tahun 1970-an."]
Kesederhanaan itulah yang membuat interaksi menjadi menarik dan berlangsung dalam suasana hangat. Karena barang-barangnya tergolong kuno, mereka yang datang ke Pasar Yakopan biasanya juga merupakan penyuka benda-benda itu atau mereka yang sengaja ingin mencari sesuatu yang antik.
Tak banyak yang datang Senin sore kemarin. Akan tetapi, ada kenikmatan yang menyenangkan. Ada seorang pria berusia 20 tahun-an yang sumringah mendapatkan sejumlah buku lama yang totalnya hanya dihargai Rp. 80.000. Awalnya sang penjual memberikan harga Rp. 100.000, akan tetapi setelah tahu sang pembeli menyukai majalah yang sama dengannya, ia pun lalu memberi diskon.
[caption caption="Radio kayu kuno."]
Tak jauh dari penjual barang-barang lawas itu, terlihat tiga anak muda duduk lesehan sambil membuka-buka buku dalam waktu yang lumayan lama. Tak ada protes dari sang penjual. Malahan mereka sesekali saling berbincang. Setelah mengintip deretan buku di sana, saya menjadi maklum jika antara sang penjual dan para (calon) pembeli itu mungkin sama-sama penggemar buku-buku filsafat Jawa.
[caption caption="Salah satu lapak penjual di Pasar Yakopan yang menjual berbagai buku dan naskah lawas."]
Tak ingin melewatkan kesempatan, sayapun beranjak ke penjual kaset lawas. Ada sekitar 20 menit saya memeriksa 4 boks berisi ratusan kaset penyanyi dalam negeri dan mancanegara. Setelah hampir putus asa mencari yang dinginkan, sayapun memilih mendekati sang penjual: “Nggak ada KAHITNA ya, mas?”, tanya saya. “Wah, kemarin ada mas tapi sudah ada yang ambil”. Ternyata saya terlambat. Seorang penggemar KAHITNA lainnya datang lebih dulu dari saya. Seolah menebak selera musik saya, sang penjual berlanjut menawarkan nama lainnya. “Kalau Yana Yulio atau Audy masih”, katanya.
Gagal di penjual pertama saya beralih ke penjual berikutnya. Kebetulan di Pasar Yakopan ada dua penjual yang menggelar aneka piringan hitam dan kaset-kaset lawas. Kali ini saya langsung bertanya. “Gak ono KAHITNA, mas?”. Tanya saya yang kemudian dijawab: “Mboten e mas. Wontene Java Jive nopo Rick Price”. Kedua nama itu memang saya sukai dan pernah menonton langsung konser mereka, tapi saya adalah penggemar KAHITNA.
[caption caption=""Jakob Oetama" dengan sepeda onthel tua dan tas berisi Harian Kompas."]
Tak mendapatkan kaset KAHITNA, saya melanjutkan dengan melihat-lihat aneka kain tenun dan batik. Warna dan motifnya cukup beragam. Selain produk baru, ada juga pakaian kuno.
Penggemar karikatur dapat juga menemukan sekaligus memesan berbagai karya menarik di Pasar Yakopan. Beberapa contoh hasil karikatur dipajang di dinding lengkap dengan kartu nama dan harga pembuatan karikatur. Ada juga produk kreatif seperti kerajinan tangan dan sablon.
[caption caption="Sejumlah gambar karikatur terpasang di dinding Bentara Budaya Yogyakarta."]
[caption caption="Kamera analog lawas dan berbagai mainan jadul di Pasar Yakopan."]
Sekitar 1 jam saya di tempat ini. Sebelum melangkah keluar saya singgah sebentar ke tempat penjual mainan jadul. Menyentuh beberapa mainan itu, saya merasa pulang, kembali masa kecil. Pasar Yakopan telah membangunkan saya untuk mengingat sejumlah kenangan.
*semua foto dokumentasi pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H