[caption caption="Menunggu Carabikang matang."]
Setelah semua siap, cetakan Carabikang segera diletakkan di atas tungku yang sudah dilapisi seng. Cetakan yang digunakan sama dengan cetakan untuk membuat Apem. Sedikit minyak dioleskan ke dalam setiap lubang pada cetakan. Dengan cepat adonan dituangkan mengisi lubang-lubang tersebut.
Tanpa perlu ditutup adonan di dalam cetakan dengan cepat memadat. Aroma wangi langsung beterbangan. Nikmatnya Carabikang sudah terasa dari aromanya yang terhirup.
[caption caption="Memeriksa kematangan Carabikang."]
[caption caption="Carabikang merekah ketika diangkat dari cetakan."]
Sangat cepat membuat Carabikang dengan cara tradisional ini. Hanya sekitar 3 menit satu per satu Carabikang kemudian dilepaskan dari setiap cetakan dengan caara dicongkel menggunakan sendok. Proses inilah yang menarik. Ketika dicongkel dari cetakan bagian atasnya langsung merekah. Sementara bagian bawahnya yang mengeras menyisakan jejak gosong berwarna coklat kehitaman. Carabikang pun sudah bisa langsung dimakan.
[caption caption="Carabikang siap dinikmati."]
Sementara ibu-ibu melanjutkan mengisi adonan ke cetakan, saya sudah mencicipi sebuah Carabikang. Meski dibuat dengan tungku dan kayu bakar, tak ada aroma asap atau sangit yang tertinggal di Carabikang. Aroma wangi bercampur aroma mocca tercium nikmat. Saat digigit teksturnya cukup padat namun lembut. Saya suka karena rasanya tak terlalu manis. Mungkin karena ada jejak rasa Mocca yang mengimbangi. Ketika menghabiskan bagian bawahnya, rasa gosongnya tetap enak dinikmati.
[caption caption="Carabikang rasa Mocca yang dibuat secara tradisional."]
Satu panci adonan tuntas dalam waktu yang terlalu lama. Carabikang pun sudah terkumpul di atas nampan beralaskan daun pisang. Kue-kue itu akan disajikan di tempat hajatan.
*Semua foto dokumentasi pribadi