Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Melihat Kecanggihan Mikroskop dengan Percikan Emas dan Hujan Elektron

20 Agustus 2015   15:04 Diperbarui: 20 Agustus 2015   15:04 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Mikroskop Elektron Pemindai (SEM) di Balai Konservasi Borobudur Kementerian Pendidikan."][/caption]

Pada abad 16 sebuah alat bernama mikroskop diperkenalkan oleh Hans dan Zaccahrias Janssen. Mikroskop sederhana itu kemudian disempurnakan oleh Robert Hooke dan Anthony van Leewuwenhoek pada abad 17. Sejak saat itu lompatan penemuan mikroskop melahirkan banyak penemuan dan teori baru dalam ilmu pengetahuan.

Mendengar kata mikroskop pikiran sebagian besar orang mungkin langsung tertuju kepada aktivitas penelitian yang njlimet dan memusingkan. Namun sebenarnya mikroskop bisa digunakan siapa saja dan tak melulu untuk kegiatan penelitian yang rumit. Seorang pakar batu akik bisa memanfaatkan mikroskop untuk mendukung pekerjaannya, seperti halnya siswa sekolah menggunakan mikroskop dalam praktikum IPA.

Meski demikian pada dasarnya mikroskop memang piranti yang spesifik. Penelitian yang secara intensif menggunakan mikroskop biasanya juga hanya dari bidang ilmu tertentu terutama biologi dan kedokteran. Kemampuannya menjangkau bidang pandang yang tak didapat dari penglihatan mata normal membuat mikroskop sangat berguna untuk pengamatan, pengumpulkan data dan identifikasi.

Secara umum mikroskop yang dijumpai dan digunakan di sekolah, perguruan tinggi dan lembaga riset saat ini berjenis compound microscope. Mikroskop yang saya miliki juga dari jenis ini. Compound microscope adalah mikroskop cahaya dengan banyak lensa yang digunakan untuk mengamati materi atau sediaan tipis yang dipasang di gelas benda dan ditutup dengan gelas kaca tipis. Sumber cahaya untuk mikroskop ini berasal dari cahaya matahari atau cahaya lampu/iluminasi.

[caption caption="Silinder tembaga sebagai penyokong sampel yang akan diselubungi emas dan dihujani elektron dalam mikroskop elektron."]

[/caption]

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tantangan untuk memecahkan misteri seputar makhluk hidup dan kehidupannya semakin besar. Peran mikroskop pun tak bisa diabaikan bahkan semakin siginifikan. Di saat yang sama muncul keterbatasan dalam penggunaan mikroskop. Mikroskop cahaya memiliki keterbatasan perbesaran dan daya pisah. Oleh karena itu dalam beberapa hal mikroskop cahaya tak mampu menjangkau bidang pandang secara lebih detail. Hingga akhirnya kembali terjadi sebuah lompatan revolusioner dengan lahirnya mikroskop elektron.

[caption caption="Alat hampa udara tempat terjadinya ionisasi dan pemercikan emas dalam penelitian menggunakan mikroskop elektron."]

[/caption]

Mikroskop elektron pertama kali diperkenalkan tahun 1931. Dari bentuk yang masih sederhana, mikroskop elektron kemudian berkembang semakin canggih. Menariknya meski lahir di Eropa, mikroskop termasuk mikroskop elektron justru dikembangkan secara pesat oleh negara-negara Asia terutama Jepang dan China.

Tak hanya bentuknya yang berbeda, kecanggihan dan prosedur pengoperasian mikroskop elektron juga tak sama dengan mikroskop cahaya. Oleh karena itu tidak semua orang leluasa menggunakannya.

[caption caption="Perangkat mikroskop elektron pemindai lengkap dengan layar komputer pengamatan."]

[/caption]

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan menggunakan Mikroskop Elektron Scanning/Pemindai (SEM) di Laboratorium Intrumentasi Balai Konservasi Borobudur di bawah kementerian pendidikan. Mikroskop Elektron Pemindai adalah satu dari dua jenis mikroskop elektron yang lazim digunakan di dunia saat ini. Satu jenis lainnya adalah Mikroskop Elektron Tranmisi (TEM). Selama hampir satu bulan saya memanfaatkan mikroskop elektron untuk menganalisis spesimen jaringan tumbuhan yang saya teliti.

Balai Konservasi Borobudur di Magelang merupakan rujukan nasional yang menyediakan fasilitas penelitian menggunakan mikroskop elektron. Balai yang berada di kompleks Candi Borobudur ini ternyata tak hanya menangani segala urusan seputar Candi Borobudur dan kegiatan konservasinya, namun juga memiliki beberapa laboratorium yang dapat dimanfaatkan oleh para peneliti dan mahasiswa dari seluruh Indonesia. Ketika melihat buku daftar penelitian, ada banyak nama dari berbagai lembaga yang sedang dan akan melakukan pengujian dengan mikroskop elektron di tempat ini.

Ruangan penelitian mikroskop elektron tak terlalu luas, hanya sekitar 30 m2. Tapi melihat peralatan di dalamnya saya langsung tak sabar melihat bagaimana mikroskop elektron ini bekerja dan bisa memberikan informasi untuk memecahkan misteri sampel yang saya teliti.

Di dalam laboratorium ada sejumlah peralatan yang beberapa di antaranya berukuran besar. Ada mesin desikator dan vacuum otomatis, alat ioniasasi, ultra microtome dan piranti-piranti lain. Sementara sebuah meja panjang dengan monitor dan jejeran tombol panel serta sebuah komputer berada di tengah ruangan menjadi tempat pengamatan mikroskop elektron.

Suhu di ruangan mikroskop elektron cukup dingin. Hembusan AC di dalam ruangan bukan ditujukan untuk kenyamanan peneliti melainkan untuk menjaga kelembaban semua sistem penunjang mikroskop elektron yang mensyaratkan kondisi kering sempurna. Oleh karena itu selain lantai yang dilapisi karpet tebal, segala aktivitas makan dan minum juga terlarang di ruangan ini. Tahapan penelitian yang menggunakan bahan cair, asam dan yang berpotensi mencemari tak boleh dikerjakan di ruangan ini.

Mikroskop elektron membutuhkan tegangan listrik yang stabil. Oleh karena itu di dalam laboratorium ini terdapat terminal listrik tersendiri khusus untuk satu ruangan. Selain itu ada sebuah UPS berukuran lemari kecil. Mendengar harga UPS yang digunakan tersebut saya lumayan terkejut. Namun harganya tak semahal dengan proyek UPS akal-akalan DPRD DKI Jakarta.

Ada 3 tahapan dalam mengoperasikan mikroskop elektron. Pertama yaitu persiapan untuk memastikan kekeringan sampel. Kandungan air dalam sampel yang diteliti harus ditekan seminim mungkin bahkan hingga kering sempurna. Prosedurnya cukup sederhana tapi tidak boleh menyebabkan kerusakan pada sampel. Sampel kemudian direkatkan pada holder  berupa silinder tembaga padat berukuran kecil. Holder ini selain berfungsi sebagai peyangga juga menjadi medium konduktor untuk tahap selanjutnya. Sistem mikroskop elektron membutuhkan medium konduktor yang baik dan tembaga menjadi pilihannya.

[caption caption="Efek berpendar yang dihasilkan dari ionisasi dan pemercikan emas ke permukaan sampel di ruang hampa udara."]

[/caption]

Tahapan kedua adalah penyelubungan sampel dengan partikel-partikel emas. Inilah perlakuan khusus dalam penggunaan mikroskop elektron. Proses ini dikerjakan dalam kondisi hampa udara di dalam sebuah alat pemercik ion. Pemercikan emas berlangsung menggunakan besaran arus listrik yang ditentukan oleh peneliti dalam waktu yang diatur secara otomatis. Percikan emas di kolom hampa udara menimbulkan efek berpendar berwarna jingga hingga ungu. Saat itulah lapisan emas sedikit demi sedikit menyelubungi sampel. Kondisi sampel pun akan berubah mirip perhiasan emas dengan wujud yang mengkilat.

[caption caption="Sampel jaringan tumbuhan yang telah diselubungi emas dimasukkan ke dalam kolom mikroskop elektron untuk dihujani dengan elektron."]

[/caption]

[caption caption="Kolom hampa udara mikroskop elektron yang di dalamnya terdapat sumber elektron. Di alat ini sampel atau obyek yang diteliti akan dihujani elektron dan kemudian akan dipindai."]

[/caption]

Tahapan ketiga menjadi yang paling utama yaitu menghujani sampel dengan elektron. Sampel dimasukan ke dalam kolom mikroskop elektron yang hampa udara. Di dalam kolom partikel-partikel elektron ditembakkan ke permukaan sampel. Tegangan listrik yang tidak stabil atau mati listrik akan menyebabkan lompatan elektron terganggu atau bahkan terhenti sehingga penelitian harus diulang.

Setelah dihujani elektron, sistem akan memindai permukaan sampel dengan perbesaran yang diinginkan, mulai dari ratusan hingga ribuan kali. Detail citra yang dihasilkan tak lagi dalam millimeter namun dalam skala mikron. Citra hasil pemindaian dapat diamati melalui monitor atau diubah terlebih dahulu ke dalam format JPG untuk disimpan.

[caption caption="Dilarang makan, minum dan berisik di ruangan ini, tapi foto diizinkan."]

[/caption]

Berbeda dengan obyek pengamatan dengan mikroskop cahaya yang diwarnai, semua citra dari mikroskop elektron hanya berwarna hitam putih atau grayscale. Pengamatan mikroskop elektron pun tak dilakukan melalui lensa dan kolom okuler karena telah disajikan secara digital di layar lebar.

Perlu beberapa kali percobaan dan rekayasa metode dengan menghabiskan belasan potongan sampel sampai akhirnya saya mendapatkan citra pemindaian yang diinginkan. Dengan memperhatikan detail dan dibandingkan dengan referensi yang ada, jawaban pun didapatkan. Sampel berupa spesimen tumbuhan tersebut menguatkan saya untuk menarik sebuah kesimpulan penting.

[caption caption="Citra detail jaringan tumbuhan hasil pemindaian mikroskop elektron ditampilkan di monitor."]

[/caption]

[caption caption="Citra pemindaian mikroskop elektron menampilkan lapisan sel yang tertekan."]

[/caption]

Penggunaan mikroskop elektron memang cukup signifikan dalam menghasilkan temuan-temuan penting. Tak hanya menangkap detail permukaan obyek, mikroskop elektron juga mampu menjangkau ke dalam sel. Hal yang tampak semu oleh pandangan mata menjadi jelas dan nyata dengan mikroskop elektron. Namun, secanggih apapun sebuah mikroskop, alat ini hanya piranti pembantu. Interpretasi dan analisa sang pengguna tetap menjadi kunci untuk membaca apa yang ditampilkan mikroskop.

[caption caption="Detail lapisan sel dan permukaan jaringan tumbuhan yang tidak rata tampak dalam hasil pemindaian mikroskop elektron."]

[/caption]

Sayangnya belum banyak fasilitas penelitian baik lembaga riset maupun perguruan tinggi di Indonesia yang menyediakan mikroskop elektron. Apalagi dengan harga, biaya perawatan dan operasionalnya yang tidak sedikit. Akibatnya selain membuat biaya penelitian menjadi lebih tinggi, yang lebih terasa adalah terhambatnya perkembangan penelitian di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun