Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

“Diplomasi Anggrek” Singapura Sindiran Memalukan untuk Indonesia

10 Agustus 2015   19:02 Diperbarui: 10 Agustus 2015   19:02 4159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 29 Juli 2015 Singapura melalui Singapore Botanic Garden memberi nama salah satu bunga Anggrek hasil pengembangan mereka dengan nama Dendrobium “Iriana Jokowi”. Bunga Anggrek tersebut diserahkan bersamaan dengan kunjungan Presiden Jokowi beserta Ibu Negara ke negeri jiran itu. Saat ini Dendrobium “Iriana Jokowi” dipelihara di Kebun Raya LIPI.

[caption caption="Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi menerima bunga Anggrek Dendrobium Iriana Jokowi di Singapura pada 27 Juli 2015 (setkab.go.id)"][/caption]

Dendrobium “Iriana Jokowi” adalah anggrek hibrida hasil persilangan antara Dendrobium “Christabella” dan Dendrobium “Haldis Morterud”. Seperti umumya hibrida Dendrobium, bunga ini berbatang tegak dengan ibu tangkai bunga agak melengkung. Dendrobium “Iriana Jokowi” memiliki kelopak berwarna putih dan kuning kecoklatan. Sedangkan mahkotanya berbentuk berwarna kuning kecoklatan hingga kemerahan. Pada beberapa bagian bunga juga tampak warna merah dan ungu.

Singapura memang memiliki kebiasaan memberi nama hibrida Anggrek mereka dengan nama-nama tokoh penting termasuk pemimpin negara atau ibu negara. Selain Iriana Jokowi, nama Ani Yudhoyono dan Angela Merkel juga diabadikan sebagai nama hibrida Anggrek yang dihasilkan Singapura. Singapura pun menetapkan hibrida Anggrek bernama Vanda “Miss Joaquin” sebagai bunga nasional sekaligus identitas negara sejak tahun 1980-an.

[caption caption="Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi menerima bunga Anggrek Dendrobium Iriana Jokowi di Singapura pada 27 Juli 2015 (setkab.go.id)"]

[/caption]

[caption caption="Bunga Dendrobium Iriana Jokowi (setkab.go.id)"]

[/caption]

Dalam konteks hubungan kenegaraan, Dendrobium “Iriana Jokowi” maupun Dendrobium “Ani Yudhoyono” tentu bermakna positif bagi Indonesia. Presiden dan Ibu Negara pantas senang karena hal itu merupakan bentuk penghargaan baik kepada pribadi maupun pemerintah. Pemberian nama anggrek tersebut menjadi buktihubungan baik dan spesial kedua negara.

Akan tetapi jika dikaitkan dengan predikat Indonesia sebagai negara megabiodiversitas dan negeri Anggrek dunia, diplomasi Anggrek yang dilakukan Singapura adalah sindiran yang semestinya memunculkan rasa malu.

Meski Indonesia sendiri pernah melakukan hal serupa ketika Soekarno menghadiahkan Dendrobium “Kimilsungia” kepada pemimpin Korea Utara Kim Il Sung di tahun 1965, namun selama ini Indonesia belum mampu mengembangkan potensi anggreknya dengan baik. Pengembangan potensi anggrek di Indonesia, terutama yang terkait dengan agrobisnis dan pemuliaan anggrek hibrida, masih jauh tertinggal dibanding negara lain, bahkan di Asia Tenggara sekalipun.

Ada dua alasan mengapa sebagai bangsa pewaris hampir seperlima total spesies Anggrek dunia, Indonesia perlu merasa malu dengan hadiah bunga Anggrek yang diberikan oleh Singapura.

[caption caption="Sepotong kecantikan Anggrek Indonesia (dok. hendra wardhana)."]

[/caption]

Pertama, dalam peta flora dunia keanekaragaman spesies Anggrek Indonesia nyaris tak ada tandingannya. Sekitar 5000 spesies dari 25.000-30.000 spesies Anggrek dunia ada di Indonesia. Dengan kata lain Indonesia mewarisi kekayaan genetik plasma nutfah Anggrek yang sangat berlimpah. Inilah yang menjadi modal utama bagi pengembangan potensi anggrek terutama untuk menggerakkan sektor agrobisnis termasuk dalam menghasilkan anggrek-anggrek hibrida berkualitas.

Namun kenyataannya agrobisnis Anggrek Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-negara yang tidak memiliki kekayaan plasma nutfah anggrek berlimpah seperti Taiwan, Singapura, Thailand dan Jepang. Tak banyak Anggrek-anggrek hibrida hasil karya Indonesia yang terkenal dan dikenal oleh masyarakat. Bahkan tak jarang dalam pameran-pameran dan bursa tanaman, Anggrek hibrida dari luar negeri mendominasi etalase utama. Tentu saja karena kualitasnya yang sangat baik.

Sebagai pusat biodiversitas Anggrek di Asia bahkan dunia, kontribusi Indonesia dalam sektor agrobisnis anggrek internasional kurang dari US $ 10 juta. Nilai itu jauh di bawah Thailand dengan nilai ekspor US$ 50 juta dan Taiwan US $ 15 juta. Sedangkan total nilai perdagangan internasional anggrek saat ini sekitar US $ 150 juta.

Kekayaan sumber daya genetik anggrek Indonesia yang oleh negara lain diakui dan membuat iri justru tak dimaksimalkan di negeri sendiri. Kekayaan tersebut masih sebatas “potensi diam”.

Anggrek Dendrobium “Iriana Jokowi” maupun Dendrobium “Ani Yudhoyono” memang membanggakan bagi yang menerima. Tapi bangsa ini sebenarnya pantas malu karena kita mendapatkan hadiah dari apa yang sebenarnya sudah kita miliki namun tak pernah dicermati. Mengapa bukan Indonesia yang memberi nama Anggrek milik sendiri dan menghadiahkannya untuk negara lain?.

Bunga Phalaenopsis amabilis atau Anggrek Bulan bunga nasional "puspa pesona" Indonesia.

Alasan kedua mengapa Indonesia sepantasnya merasa malu mendapatkan hadiah bunga Anggrek dari negara lain adalah karena selama ini kita seolah telah melupakan Anggrek sebagai bunga nasional. Banyak masyarakat hanya mengenal bunga nasional Indonesia adalah Rafflesia. Padahal berdasarkan keputusan presiden tahun 1993, Rafflesia hanya 1 dari 3 bunga nasional Indonesia. Salah satu bunga nasional Indonesia lainnya adalah Anggrek Phalaenopsis amabilis atau biasa disebut Anggrek Bulan.

Oleh karena itu hadiah bunga Anggrek dari Singapura dengan nama tokoh Indonesia sebenarnya membangunkan sifat lupa dan abai kita terhadap bunga nasional, identitas negera sendiri sekaligus puspa pesona negeri.

Indonesia tidak kekurangan pakar, peneliti, akademisi dan pelaku agrobisnis yang hebar. Satu kelemahan besar Indonesia selama ini yaitu rendahnya kesadaran dan komitmen pemerintah untuk mengangkat potensi anggrek negeri sendiri. Dari hal paling sederhana, jika di Singapura mimbar podium dan latar tempat pejabat konferensi pers maupun acara kenegaraan selalu berhiaskan anggrek dan gambar anggrek, maka hal itu jarang tampak di Indonesia.

Pada sebuah Seminar Internasional Agrobisnis Anggrek di tahun 2010 saya tersentuh dengan paparan pakar dari Jepang dan Taiwan yang mengungkap kunci keberhasilan negara mereka memajukan agrobisnis anggrek yakni dana dan fasilitas penelitian, serta dukungan pengembangan hasil oleh pemerintah. Di saat yang sama mereka iri dengan potensi anggrek Indonesia. Mereka pun memberikan saran apa yang harus dilakukan jika Indonesia ingin berhasil mengangkat potensi anggreknya. Namun di seminar-seminar selanjutnya saya hanya menarik nafas panjang karena kita masih sebatas mengulang cerita tentang potensi dan belum banyak bicara tentang hasil.

[caption caption="Aku Cinta Anggrek Indonesia! (dok. hendra wardhana)."]

[/caption]

Hadiah bunga Anggrek dari Singapura memang sesuatu yang berharga. Namun tak banyak yang bisa dibanggakan dari hal itu karena bunga Anggrek tersebut sebenarnya sindiran yang harusnya membangunkan rasa malu Indonesia sebagai negeri pewaris Anggrek dunia. Apa kabar Anggrek Indonesia?.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun