Inspirasi dan hal unik sering datang dari tempat yang terpencil. Seperti kisah “Kuda Pustaka” dari Kelurahan Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Sejak awal tahun 2015 sejumlah media termasuk TV dan surat kabar bergantian memberitakan Kuda Pustaka dari lereng Gunung Slamet ini.
Kuda Pustaka adalah seekor kuda putih bernama Luna, Namun Luna bukanlah kuda biasa. Bersama pengasuhnya bernama Ridwan Sururi, sejak Januari 2015 Luna berkeliling membawa buku-buku bacaan ke sejumlah kampung di lereng Gunung Slamet. Layaknya perpustakaan keliling, buku-buku itu dipinjamkan ke masyarakat dan anak-anak sekolah secara gratis.
“Misi pendidikan” yang dikerjakan Luna dan Ridwan Sururi menjadi buah bibir yang ramai diperbincangkan. Menariknya sebelum media-media nasional meliputnya, media internasional sekelas BBC sudah lebih dulu mengangkatnya sebagai berita. Sementara itu kompas cetak menayangkan kisah inspiratif Kuda Pustaka ini pada 15 Juni 2015. Sehari sebelumnya, saya pun beruntung bertemu dengan Luna.
Baru 15 menit tiba di tempat parkir agrowisata, perhatian saya langsung teralihkan oleh aktivitas berkuda yang sedang dilakukan oleh beberapa wisatawan lokal. Melihat hal itu saya teringat tentang Kuda Pustaka yang beberapa hari sebelumnya saya baca di situs BBC dan sebuah media on line nasional.
Saya lalu menghampiri seorang pria yang sedang menuntun seekor kuda putih yang baru ditunggangi wisatawan. Pria itu bernama Bayu, orang Temanggung yang merantau ke Serang sebagai perawat kuda. Saat bertanya tentang Kuda Pustaka, saat itulah jawabannya mengejutkan saya. “Ya ini kuda pustakanya, namanya Luna”. Begitu jawabnya sambil mengelus-ngelus kuda putih itu. Mendengar jawaban dari Bayu, saya merasa sangat beruntung. Tak disangka saya bisa bertemu dengan Luna, kuda dari desa yang mendunia itu.
Rupanya selain bertugas mengantarkan buku, Luna juga berprofesi sebagai kuda wisata. Luna diajak oleh Ridwan Sururi berkeliling mengedarkan buku setiap hari Selasa, Rabu dan Kamis. Di luar hari itu, terutama di akhir pekan, Luna diajak ke agrowisata Serang untuk disewakan kepada wisatawan yang ingin merasakan sensasi menunggang kuda di pegunungan.
Dengan tarif sebesar itu, Luna pun bisa memberikan pendapatan yang oleh Bayu hanya disebutkan “lumayan”. Saya pun mencoba menebak-nebak berapa yang didapatnya. Saat itu di sela-sela perbincangan kami yang hanya kurang dari 1 jam saja sudah ada 4 wisatawan yang menaiki Luna.
Tak hanya menjadi “Kuda Pustaka” dan “Kuda Wisata”, Luna juga sering disewa untuk keperluan foto Prewedding. Beberapa hari sebelum kedatangan saya, Luna bahkan baru saja menjalani “pemotretan”. Pemandangan di agrowisata Serang yang cantik memang menarik sebagai lokasi pengambilan foto. “Tarifnya 150 ribu sehari, berapa jam terserah pokoknya itu sampai selesai”. Begitu penjelasan Bayu tentang “pekerjaan sampingan” Luna.
Luna yang merupakan keturunan kuda ras lokal kini sudah berumur 5 tahun. Ia pun sudah memiliki anak. “Sudah dua kali melahirkan, tapi anaknya yang satu sudah dijual”. Jawab Bayu ketika saya menanyakan riwayat Luna.
Penasaran dengan sosok pengasuh utamanya, saya pun menanyakan keberadaan Ridwan Sururi yang hari itu tak menemani Luna. Rupanya berbeda saat menjalani peran sebagai “Kuda Pustaka” di mana Luna berkeliling bersama Ridwan Sururi, maka saat melayani wisatawan Luna sering didampingi oleh Bayu. Bayu bisa mendampingi Luna karena ia bekerja pada Ridwan Sururi.
Sayangnya ketika saya mencoba mencarinya, sosok Ridwan Sururi tak berhasil saya jumpai. Sayapun kembali menuju tempat Luna menunggu wisatawan. Kali ini untuk mengambil beberapa gambar dan ternyata si kuda putih yang manis itu sedang bersiap kembali mengantarkan wisatawan. Tapi sebelum berpisah, Bayu menyebutkan alamat Ridwan Sururi sekaligus tempat Luna sehari-hari dirawat.
Klik di sini untuk melihat video "Luna, Kuda dari Gunung Slamet yang Mendunia"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H