Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Unik, "Kampung Berwarna" di Kawasan Kumuh Bantaran Sungai Code Yogyakarta

18 Mei 2015   16:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:51 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Anda mengira foto rumah-rumah penuh warna dalam tulisan ini diambil di kawasan Favela, Rio de Janeiro yang tersohor itu, Anda perlu berkunjung ke Kota Yogyakarta saat ini juga. Rumah-rumah dalam foto pada tulisan ini berada di Kampung Code bagian yang terletak di Kotabaru, Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Kampung ini berada 200 meter di timur Tugu Yogyakarta, tepatnya di bawah Jembatan Gondolayu yang menghubungkan ruas Jalan Jenderal Sudirman sisi Gramedia dengan sisi Hotel Santika Premiere.

[caption id="attachment_366410" align="aligncenter" width="560" caption=""Kampung Berwarna" di Kota Yogyakarta pada Minggu, 17 Mei 2015."][/caption]

Kampung Code bagian utara sedang mencuri perhatian publik karena mendadak berubah menjadi “Kampung Berwarna”. Kampung ini memang kurang terlihat dari Jalan Jenderal Sudirman karena berada di bawah jembatan. Beberapa rumah yang bertingkat pun tingginya masih lebih rendah dibanding pagar jembatan.

Namun, jika dari sisi selatan jembatan akan terlihat jelas puluhan rumah yangpenuh warna. Seluruh bagian rumah termasuk dinding, pintu, jendela hingga atapnya dicat dengan warna merah, biru, kuning, dan putih.

[caption id="attachment_366413" align="aligncenter" width="560" caption=""Kampung Berwarna" adalah bagian dari pemukiman padat Kampung Code utara yang menempati bantaran Sungai Code di bawah Jembatan Gondolayu."]

1431941066737761815
1431941066737761815
[/caption]

Pola pengecatan yang asimetris dan susunan rumah yang dindingnya berhimpitan nyaris tanpa sekat membuat wajah kampung ini terlihat unik jika dilihat dari atas jembatan. Lubang-lubang jendela yang berukuran kecil, kabel-kabel yang melintang di sejumlah sisi dan beberapa tiang antena TV, menambah komposisi visual Kampung Berwarna.

[caption id="attachment_366417" align="aligncenter" width="560" caption="Rumah-rumah di "Kampung Berwarna" dicat penuh warna dengan pola asimetris."]

14319412592001310143
14319412592001310143
[/caption]

Rumah-rumah penuh warna tersebut adalah bagian dari permukiman padat dan kumuh yang berderet di sepanjang Sungai Code. Memang tidak semua rumah di kampung ini terlihat kumuh. Namun melihat keberadaanya yang berada tepat di bantaran sungai yang berair keruh, kesan kumuh pun tak dapat dihindari. Sebuah jalan setapak yang tak terlalu luas persis menghadap sungai. Di beberapa bagian terlihat sisa-sisa tanggul dan pembatas yang tergerus aliran sungai.

[caption id="attachment_366414" align="aligncenter" width="560" caption="Atap rumah warga dicat penu warna."]

1431941132346630653
1431941132346630653
[/caption]

[caption id="attachment_366416" align="aligncenter" width="560" caption="Dinding rumah yang terbuat dari tembok, anyaman bambu, dan kayu juga dicat warna-warni."]

14319411851411995217
14319411851411995217
[/caption]

Meski fasad luarnya telah disulap penuh warna, bentuk rumah-rumah itu masih terlihat jelas. Rumah-rumah yang berdiri sebagian besar berukuran kecil dan beratap rendah. Banyak di antara rumah-rumah tersebut berdinding kayu dan anyaman bambu. Dinding antarrumah pun terlihat berhimpitan bahkan menempel satu sama lain. Tak sedikit pula rumah yang disusun bertingkat seadanya.

Seperti kota-kota besar lainnya, Yogyakarta memang tak bebas dari kawasan kumuh yang berkembang sebagai pemukiman padat. Menurut data Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Provinsi DIY, ada 278,7 hektar kawasan kumuh di Kota Yogyakarta atau 69% dari total kawasan kumuh di DIY. Luas kawasan kumuh tersebut sama dengan 8,17% luas wilayah Kota Yogyakarta. Inilah yang membuat Kota Yogyakarta menyandang gelar sebagai daerah paling kumuh di Provinsi DIY.

Keberadaan kawasan permukiman padat dan kumuh di bantaran sungai sebenarnya melanggar PP Nomor 38 Tahun 2011. Apalagi 90% pemukiman kumuh di Kota Yogyakarta berada di bantaran sungai. Namun Pemerintah Kota Yogyakarta seakan tak berdaya untuk melakukan penertiban. Seperti diberitakan Tribun Jogja, 30 April 2015, Pemerintah Kota Yogyakarta mengalami dilema karena tidak memiliki lahan untuk relokasi.

[caption id="attachment_366418" align="aligncenter" width="454" caption="Pemukiman padat yang diisi oleh bangunan-bangunan sederhana dan kumuh dengan fasilitas yang terbatas itu kini berwarna."]

1431941323325353219
1431941323325353219
[/caption]

Kota Yogyakarta adalah wajah sekaligus jantung Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Rupa manisnya yang diwakili oleh Malioboro dan Keraton, jantung kehidupan modernisasi yang dipancarkan oleh riuhnya lalu lintas serta barisan hotel berbintang dan mall dengan mudah menarik perhatian setiap orang yang menginjakkan kakinya di kota ini. Ditambah label sebagai kota layak huni, citra Kota Yogyakarta pun semakin kuat sebagai tempat yang eksotis dan menyenangkan. Sementara tanpa banyak diketahui ada sebuah fakta kurang membanggakan yang tersamar dalam eksostismenya.

Kampung Berwarna mungkin menjadi salah satu cara untuk mengurangi kesan kumuh pada kawasan tersebut. Namun hal itu tidak mengurangi risiko tinggal di kawasan padat. Selain rawan bencana karena aliran Sungai Code selama ini menjadi langganan banjir saat hujan lebat, minimnya fasilitas penunjang kehidupan yang layak juga mengurangi kualitas kehidupan warga di Kampung Berwarna.

Sementara di saat yang sama berkembangnya kawasan kumuh di Kota Yogyakarta menunjukkan kegagalan pemerintah setempat dalam menata daerahnya dan memfasilitasi masyarakatnya untuk hidup layak. Sikap Pemkot Yogyakarta yang terpaksa menoleransi keberadaan kawasaan kumuh karena dilema tidak memiliki lahan lagi untuk relokasi memunculkan pertanyaan sekaligus kritik: “Apakah karena lahan di Kota Yogyakarta terlanjur habis untuk pembangunan hotel dan mall?”

14319409732088985521
14319409732088985521

Kampung Berwarna memang unik dan menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di sana memiliki daya dan keinginan untuk berubah. Setidaknya mereka ingin tempat tinggalnya yang berada di bantaran sungai yang keruh itu tidak terlihat kumuh.

Lihat video "Kampung Berwarna"di sini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun