Museum Sonobudoyodi Yogyakarta adalah museum dengan koleksi mengenai sejarah dan budaya Jawa terlengkap di Indonesia. Ini tak terlepas dari sejarahnya bahwa Sonobudoyo yang diresmikan tahun 1935 memang difungsikan sebagai tempat mengumpulkan data kebudayaan dan sejarah Jawa terutama dari Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kadipaten Pakualaman dan Mangkunegaran.
[caption id="attachment_360091" align="aligncenter" width="583" caption="Arjuna (kiri) sedang menerima wejangan dari Kesawa (kanan). Arjuna dan Kesawa adalah bagian dari koleksi wayang Ksatria berusia ratusan tahun koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta."][/caption]
Lebih dari 40.000 koleksi tersimpan di museum yang terletak di utara Keraton Yogyakarta ini. Seluruh koleksinya dikelompokkan ke dalam beberapa kategori seperti koleksi etnografi, historika, arkeologi, filologi, seni rupa, penelitian biologi dan masih banyak lagi.
Wayang kulit menjadi koleksi yang sangat istimewa di Museum Sonobudoyo. Ribuan koleksi wayang kulit berbagai gaya, mulai dari gaya Yogyakarta, Surakarta, Kedu, Jawa Timuran hingga Cirebon tersimpan rapi di museum ini.
[caption id="attachment_360095" align="aligncenter" width="569" caption="Karna (kiri) dan Duryudana (kanan), dua Ksatria Kurawa."]
[caption id="attachment_360097" align="aligncenter" width="525" caption="Arjuna, Ksatria utama Pandhawa."]
Sebagian besar koleksi wayang kulit di Museum Sonobudoyo tergolong wayang tua yang berusia ratusan tahun dari rentang waktu masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono II hingga VIII. Wayang-wayang itu merupakan hibah dan koleksi para pribumi, priyayi hingga keluarga keraton seperti koleksi milik Pangeran Purbaya, Pangeran Mangkukusuma dan Pangeran Harya Adipati Danureja. Sebagian wayang juga dikumpulkan dari beberapa orang Belanda dan Tionghoa.
Dari beberapa wayang tua koleksi Museum Sonobudoyo, wayang “Ksatria” menjadi yang paling istimewa. Wayang “Ksatria” jarang ditampilkan secara terbuka karena terkait nilai dan fungsi historis serta akademiknya yang sering dijadikan referensi penelitian.Masyarakat yang ingin melihat koleksi wayang “Ksatria” perlu terlebih dahulu mengajukan izin atau datang di waktu-waktu tertentu saat Sonobudoyo menggelar pameran khusus.
Kata “Ksatria”, “Satria” atau “Kshatriya” memiliki makna kemanunggalan antara keberanian, kepemimpinan dan sikap bela negara.Seorang Ksatria mewarisi “Hasthabrata” atau delapan falsafah kepemimpinan seperti halnya ajaran yang diturunkan Rama kepada Wibisana atau Kesawasidhi kepada Arjuna.
[caption id="attachment_360098" align="aligncenter" width="358" caption="Bethara Brama atau Dewa Api, salah satu lambang ajaran Hasthabrata."]
Ajaran Hasthabrata termuat dalam Serat Rama, Serat Ajipamasa dan Pakem Pedhalangan Lampahan Wahyu Makutharana. Di dalam Serat Rama diceritakan setelah membunuh Rahwana, Rama menunjuk WIbisana yang merupakan adik dari Rahwana untuk memimpin Alengka.Agar dapat menjadi pemimpin yang baik, Rama pun memberikan wejangan Hasthabrata kepada WIbisana. Dalam Serat Rama diungkap 8 Dewayaitu Indra, Yama, Surya, Candra, Bayu, Kuwera, Baruna dan Brama.
Delapan dewa tersebut masing-masing membawa ajaran seorang pemimpin atau Ksatria. Dewa Indra misalnya, ia adalah dewa pemberi hujan yang mengayomi dan memberi keteduhan. Dengan hujan tanah dan tanaman akan subur. Hujan membuat sungai tak kekurangan air sehingga binatang tak kekurangan minum.
Dewa Indra adalah simbol falsafah kepemimpinan bahwa seorang pemimpin harus bekerja untuk negara dan rakyatnya agar tak kekurangan sandang, pangan dan sumber kemakmuran lainnya.Dewa Yama membawa teladan agar pemimpin bersifat adil dan tidak pilih kasih dalam menghukum. Dewa Brama atau Dewa Api membawa ajaran agar pemimpin membasmi kejahatan secara terus-menerus.
Sementara dalam Lakon Wahyu Makutharama juga diajarkan 8 watak utama dari unsur Bumi, Air, Api, Angin, Matahari, Bulan, Bintang dan Mendhung.
Seorang Ksatria juga perlu menjadi teladan seperti ajaran Tripama.Tripama adalah kisah 3 tokoh wayang yakni Sumantri, Kumbakarna dan Karna. Keteladanan ketiganya dikisahkan dalam Serat Tripama yang dikarang oleh Pujangga Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV dengan bahasa dan huruf Jawa berbentuk tembang macapat Dhandhanggula.
[caption id="attachment_360101" align="aligncenter" width="334" caption="Patih Suwanda atau Sumantri, Ksatria dari Mahespati."]
[caption id="attachment_360102" align="aligncenter" width="525" caption="Karna yang setia dan teguh pendirian untuk mengabdi pada Astina."]
Sumantri yang bergelas Patih Suwanda hidup di negeri Mahespati yang dipimpin Prabu Harjunasasrabahu. Watak Sumantri tercermin dalam bait pertama Dhandhanggula: “Guna kaya purunne kang den antepi Nuhoni trah utama”,yang berarti “Pandai, mampu dan berani, yang ditekuninya untuk menepati sifat keturunan orang utama”.
Sebagai patih, Sumantri setia melaksanakan perintah raja.Salah satu wujud kepatuhan dan kesetiaannya adalah saat harus berperang dengan Raja Alengka Rahwana yang hendak menganggu raja dan permaisurinya.
Tokoh wayang Ksatria berikutnya adalahKumbakarna. Sebagai seorang Ksatria, Kumbakarna sanggup bersikap jujur dan membela kebenaran. Ia berani menentang perbuatan kakaknya Rahwana yang menculik Dewi Sinta. Meskipun demikian ia tetap setia membela negaranya Alengka ketika perang. Kesetiaanya kepada Alengka bukan karena kakaknya yang menjadi raja melainkan wujud kecintaanya kepada tumpah darahnya.
[caption id="attachment_360103" align="aligncenter" width="351" caption="Kumbakarna, Ksatria yang berani menegakkan kebenaran dengan menentang Rahwana, kakaknya."]
[caption id="attachment_360104" align="aligncenter" width="379" caption="Ramawijaya, Ksatria utama dalam kisah Rama dan Sinta."]
Jangan lupakan juga Karna, seorang adipati yang teguh pendiriannya. Ia diangkat sebagai pemimpin Ngawangga oleh Duryudana sehingga naik derajatnya. Untuk membalas jasa ia pun bertekad setia kepada Duryudana dengan bertaruh nyawa. Keteguhan hatinya tak goyah meskipun dibujuk untuk berpihak kepada Pandhawa yang masih saudaranya.
[caption id="attachment_360093" align="aligncenter" width="510" caption="Lima bersaudara Ksatria Pandhawa."]
[caption id="attachment_360094" align="aligncenter" width="573" caption="Wibisana, Ksatria tertua Pandhawa."]
Di antara banyak Ksatria, lima bersaudara Pandhawa merupakan yang paling banyak dikenal. Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa adalah 5 Ksatria yang menginspirasi. Berbagai pergolakan dan ujian mereka lewati mulai dari dihinakana melalui lomba dadu, hidup di hutan, bertahan dalam kesusahan hingga menjadi pemenang dalam perang melawan keangkaramurkaan.
[caption id="attachment_360092" align="aligncenter" width="583" caption="Para Wayang Ksatria yang penuh nilai budaya dan sarat makna kepemimpinan."]
Para Ksatria di atas dan juga tokoh-tokoh wayang yang tak kalah besar perannya adalah cermin untuk mengukur dan mengkoreksi kondisi negeri yang sedang membutuhkan Ksatria-ksatria baru, para pemimpin yang berani dan teguh hati dalam menegakkan kebenaran dan memakmurkan rakyat meski harus berkorban jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H