Bank Indonesia pada Kamis, 14 Agustus 2014 telah mencanangkan “Gerakan Nasional Non Tunai” (GNNT). Pencanangan GNNTbertujuan meningkatkan pemahaman serta kesadaran masyarakat, lembaga pemerintah dan para pelaku untuk menggunakan alat pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi keuangan.
[caption id="" align="aligncenter" width="572" caption="Kompas Gramedia Value Card (KGVC) dan BNI Prepaid, dua kartu prabayar uang elektronik yang saya gunakan sejak tahun 2013 (dok. pribadi)."][/caption]
Alat pembayaran non tunai yang sedang giat diperkenalkan untuk digunakan masyarakat adalah uang elektronik (e-money). Selain uang elektronik alat pembayaran non tunai lainnya yang lebih dulu dikenal adalah kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM. Akan tetapi uang elektronik memiliki perbedaan mendasar dengan alat pembayaran berbasis kartu lainnya tersebut. Uang elektronik adalah “prepaid product” sementara kartu debet dan kartu kredit adalah “acces product”.
Pada dasarnya uang elektronik adalah uang pecahan fisik dengan nilai nominal yang telah disimpan dalam bentuk data elektronik atau digital.Uang elektronik dikenal juga sebagai kartu prabayar karena diterbitkan dalam bentuk kartu yang bisa diisi ulang.
Di Indonesia uang elektronik diperkenalkan sejak tahun 2007. Sebagai perbandingan Singapura telah menerapkan pembayaran dengan uang elektronik sejak tahun 2000. Sementara di Hongkong uang elektronik sudah diperkenalkan sejak tahun 1997. Demikian juga dengan di Eropa dan Amerika Serikat di mana uang elektronik sudah digunakan sejak lama.
Ada beberapa produk uang elektronik yang diterbitkan oleh sejumlah bank di Indonesia, antara lain Flazz (BCA), e-cash & e-Toll (Bank Mandiri) , BNI Tapcash (BNI), BRIZZI (BRI) dan JakCard (BPD DKI). Ada juga uang elektronik yang diterbitkan secara co-branding seperti Kompas Gramedia Value Card (KGVC) dan variannya yang berbasis Flazz BCA. Selain bank, uang elektronik di Indonesia juga diterbitkan oleh beberapa operator telekomunikasi. Meski berbeda label namun semua kartu prabayar uang elektronik tersebut memiliki fungsi yang sama yakni sebagai alat pembayaran non tunai.
Sebagai alat pembayaran non tunai yang relatif masih baru di Indonesia, penggunaan uang elektronik perlu terus digalakkan. Salah satunya dengan terus mengenalkan manfaat dan kegunaan uang elektronik.
Sepanjang 2 tahun menggunakan uang elektronik, adasejumlah manfaat yang saya rasakan dari penggunaanya. Meski memiliki alat pembayaran non tunai lainnya, namun saya lebih memilih menggunakan uang elektronik untuk beberapa keperluan seperti berbelanja di supermarket/minimarket, membeli buku bacaan dan membayar tiket bus Trans Jogja.
Ada 6 alasan serta manfaat menggunakan uang elektronik sebagai alat pembayaran non tunai yang mudah, cepat dan menguntungkan.
1. Uang elektronik mudah didapatkan dan digunakan. Siapapun dapat menggunakan uang elektronik. Pemegang atau pengguna uang eletronik tidak harus menjadi nasabah bank tempat uang eletronik diterbitkan. Kartu perdana prabayar uang elektronik dapat diperoleh di bank dan sejumlah merchant resmi dengan harga terjangkau. Isi ulang (loading transaction) uang elektronik juga sangat fleksibel karena bisa dilakukan di ATM atau merchant resmi minimarket, tokobuku dan sebagainya mulai dari nominal Rp. 20.000. Transaksi atau pembayaran dengan uang elektronik juga tidak dibebankan kepada rekening. Pembayaran memakai uang eletronik tidak selalu memerlukan otorisasi untuk pembebanan ke rekening bank.
2. Uang elektronik lebih menjamin kepastian dan perlindungan hak konsumen. Berbelanja menggunakan uang tunai seringkali dikenakan pembulatan harga ke atas atau kembalian yang tidak penuh. Pengalaman yang paling banyak terjadi adalah mengganti uang kembalian nominal kecil dengan permen. Saat ini praktik curang tersebut memang sudah mulai berkurang. Sementara di banyak minimarket semakin lazim sang kasir menawarkan kepada pembeli untuk menyumbangkan sisa uang kembaliannya. “Lima ratusnya mau disumbangin kakak?”. Begitulah yang sering terjadi di meja kasir minimarket.
Memberi sumbangan adalah hal yang terpuji tapi sekecil apapun nominalnya, uang kembalian tetap dibutuhkan. Rasa segan akhirnya membuat pembeli mengiyakan untuk menyumbang. Sama halnya ketika mendapatkan tiga buah permen di kasir. Konsumen tak punya pilihan saat kasir tak memiliki uang pecahan kecil.
Praktik pengurangan uang kembalian juga terjadi di sektor transportasi publik. Di shelter penumpang bus Trans Jogja ada sebuah kertas pemberitahuan tertempel di dinding kaca yang bertuliskan “Maaf jika kami tidak selalu bisa memberikan uang kembalian”. Tarif regular bus Transjogja saat ini adalah Rp. 3600. Banyak orang membayar dengan Rp. 4000 tapi tak banyak koin tersedia untuk uang kembalian Rp. 400.
Dengan menggunakan uang elektronik hal-hal di atas dapat dihindari. Selain meminimalisir praktik pembulatan harga ke atas, uang kembalian juga tidak akan terbuang percuma. Masyarakat dalam hal ini konsumen pun semakin terjamin haknya.
[caption id="" align="aligncenter" width="447" caption="Berbelanja di minimarket menggunakan pembayar non tunai uang elektronik (dok. pribadi)."]
3. Selain menghemat uang kembalian, kartu prabayar uang elektronik juga mendorong orang untuk berhemat dengan cara bijak memperhitungkan pengeluaran. Berbeda dengan kartu kredit yang menyediakan dana dalam jumlah banyak, saat ini nominal maksimal yang dapat disimpan dan digunakan pada uang elektronik hanya Rp. 1.000.000. Jika sudah habis uang elektronik harus diisi ulang untuk bisa digunakan lagi. Mekanisme ini membuat pengguna uang elektronik dapat mengontrol pengeluarannya tanpa kehilangan fleksibilitas penggunaanya.
4. Praktis, Cepat dan Fleksibel. Dengan menggunakan uang elektronik kita tak perlu membawa banyak uang tunai. Pembayaran dengan uang elektronik juga relatif cepat atau efisien. Cukup beberapa detik untuk menyelesaikan pembayaran dengan uang elektronik. Saat ini uang elektronik telah dapat digunakan untuk berbagai transaksi mulai dari berbelanja, tiket transportasi public, tiket masuk tol, membayar parker hingga makan di foodcourt atau cafe. Uang elektronik juga bisa digunakan untuk transaksi dengan nominal kecil bahkan hanya untuk membeli satu botol air mineral sekalipun.
5. Sepanjang 2 tahun menggunakan uang elektronik, salah satu yang paling menyenangkan adalah mendapatkan pelayanan khusus seperti potongan harga lebih besar, merchandise hingga promo-promo menguntungkan lainnya. Di Toko Buku Gramedia misalnya, di saat-saat tertentu pengguna Kompas Gramedia Value Card-Flazz bisa memperoleh diskon lebih besar untuk pembelian buku terbitan kelompok Kompas Gramedia.
6. Menggunakan uang elektronik adalah bentuk andil dan peran serta warga negara dalam mendukung program pemerintah mewujudkan Less Cash Society yang bermanfaat. Penggunaan uang elektronik adalah bagian dari peningkatkan pembayaran non tunai untuk mencegah kejahatan korupsi dan pencucian uang. Dalam skala yang berbeda namun tetap penting, penggunaan uang elektronik bisa menjadi instrumen untuk terus menekan peredaran uang palsu. Bagi negara dan otoritas keuangan uang elektronik dapat meningkatkan efisiensi dan stabilitas keuangan salah satunya menghemat biaya pencetakan uang yang semakin mahal.
[caption id="" align="aligncenter" width="590" caption="Seorang petugas di Gedung Heritage Bank Indonesia Yogyakarta sedang melakukan isi ulang uang elektronik KGVC saya pada Kamis, 27 Maret 2015 (dok. pribadi)."]
Uang elektronik sebagai bagian dari alat pembayaran non tunai memberikan manfaat yang pada masanya nanti akan mendorong peningkatan kualitas dan kesejahteraan masyarakat. Sudah saatnya untuk mengatakan “Ya” pada uang elektronik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H