Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Foto: Sepotong Kisah Kehidupan di Stasiun Jakarta

6 Januari 2014   17:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:05 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa boleh buat saya tiba di stasiun 5 jam lebih awal dari jam keberangkatan. Kereta Senja Utama yang akan saya naiki bahkan belum terparkir di peron. Tak ada pilihan lain kecuali duduk menunggu meski 5 jam bukan waktu yang sebentar untuk menunggu.

Sepasang kakek dan nenek duduk menanti kereta di Stasiun Pasar Senen Jakarta.

Baru 15 menit membaca koran rasa bosan sudah menghampiri. Lalu lalang manusia yang melintas di hadapan ternyata mudah mengacaukan konsentrasi membaca. Apalagi suara bising lokomotif dan gerbong yang hilir mudik keluar masuk Stasiun Pasar Senen cuku keras terdengar. Sementara suasana panas dan ruang tunggu yang tak luas benar-benar menjadi ujian bagi orang yang belum terbiasa menumpang kereta api dan menanti boarding lama seperti saya.

Beruntung kehidupan di stasiun kereta menyuguhkan banyak hal yang bermakna. Melihat dan menikmati sepotong kehidupan yang terjadi di sana yang beberapa di antaranya baru pertama kali saya lihat adalah sebuah pengalaman mengesankan.

Ketika tiba beberapa hari sebelumnya di stasiun ini saya terkejut menjumpai banyak orang tertidur di peron hanya dengan alas koran. Baru pertama kali saya melihat hal ini. Badan-badan mereka menggelepar diselimuti dinginnya udara dan tetap pulas meski kereta yang masuk dan berhenti di peron menimbulkan bunyi yang cukup berisik. Tiba ruang tunggu saya kembali menjumpai hal yang sama.Ada banyak orang yang membujur lelap menghadap segala arah di atas keramik yang dingin.

Hari itu waktu masih menunjukkan jam 3 pagi, badan-badan yang pulas di atas lantai peron itu adalah mereka yang sengaja menunggu menanti metahari terbit. Entah baru sampai di Jakarta tengah malam atau sengaja menunggu untuk naik kereta paling pagi.

Kali ini saat akan kembali ke Yogyakarta pemandangan yang serupa ternyata ada juga. Beberapa orang menikmati tidur siangnya di atas lantai dengan lembaran koran yang dihamparkan. Tas punggung yang cukup berisi dijadikannya bantal. Tidurnya pun sangat pulas, tak peduli puluhan ratusan pasang kaki sudah melangkahi tubuhnya. Begitu nikmat sepertinya menunggu dengan cara seperti itu, tapi saya belum berfikir untuk melakukan hal yang sama.

13890022721247245388
13890022721247245388

13890023641330138721
13890023641330138721
Tertidur  menanti kereta, tak peduli banyaknya pasang kaki yang melewayi tubuhnya.

Ada juga yang menghabiskan waktu sambil membuka lembaran koran dan buku seperti saya. Yang lainnya memilih mendengarkan lagu sepanjang waktu. Sementara lebih banyak yang duduk terpaku tak melakukan apa-apa. Mereka bosan tapi tak punya banyak pilihan.

13890026502017556535
13890026502017556535

Multasking, menunggu boarding sambil membaca dan mendengar musik.

Untungnya ada pemandangan manis yang sejenak mengenyahkan rasa bosan dan kantuk. Seorang wanita berkerudung melintas di depan mata. Ia lalu berhenti, berdiri entah mencari tempat duduk atau menunggu seseorang. Lama ia berdiri di depan saya, kelihatan resah kemudian bergeser ke arah pintu, mengeluarkan ponsel dan kembali menunggu.

1389002823761964260
1389002823761964260

Cantik, ingin rasa hati berbisik..untuk melepas keresahan dirimu.

Stasiun kereta juga menjadi tempat  ratusan orang berjuang mengais rupiah. Ibu-ibu penjual mie instan siap seduh, bapak-bapak penjual kopi instan dan para tenaga pangangkut barang bawaan penumpang tak kenal lelah menghampiri penumpang berharap jasa yang mereka tawarkan diminati. Begitu keras perjuangan mereka meski tak jarang cibiran mereka terima karena segelas kopi yang mereka jual dianggap terlalu mahal atau tiba-tiba meminta uang tambahan jasa membawa barang ke dalam gerbong yang di luar kesepakatan.

13890030282083173180
13890030282083173180

Kedatangan kereta adalah waktu yang dinanti oleh mereka para pengangkut barang bawaan penumpang.

Lewat pukul 5 sore, pengumuman lewat pengeras suara yang memekikkan telinga mengabarkan jika boarding penumpang kereta Senja Utama sudah dibuka. Saya segera meninggalkan ruang tunggu dan menuju sebuah pintu peron. Masih 2 jam sebenarnya kereta akan berangkat, tapi ternyata antrian penumpang yang hendak boarding sudah mengular hingga 2 baris. Saya jadi tahu bahwa mengantri boarding sebaiknya segera dilakukan meski kereta masih belum akan berangkat. Menunggu di dalam peron atau di dalam gerbong jika kereta sudah tersedia akan lebih nyaman dibanding menunggu di ruang tunggu bagian luar.

1389003278187791627
1389003278187791627

Manusia-manusia yang menyimpan rindu.

Melewati petugas pemeriksa tiket saya segera memasuki peron. Suasana di dalam peron sudah sangat penuh dengan calon penumpang. Apalagi kereta Senja Utama berangkat dari Stasiun Senen sehingga dipastikan hampir seluruh penumpangnya akan berkumpul di stasiun ini.

Menarik mengamati bawaan dan kebiasaan calon penumpang kereta api. Di antara mereka ada yang tampak santai dengan sedikit bawaan. Tapi lebih banyak yang membawa kardus-kardus berukuran besar.

Tapi kereta belum juga tiba, di dalam peron penumpang pun kembali menunggu. Kebanyakan duduk lesehan di lantai peron karena jumlah kursi terlalu sedikit. Ada juga yang bersender pada tiang peron.

13890034401469937711
13890034401469937711

Tujuan mereka mungkin berbeda, tapi harapan mereka boleh jadi sama, berharap kereta segera tiba dan mengentar mereka bertemu keluarga.

Saat hari resmi berganti malam, Kereta Senja Utama akhirnya datang. Seluruh penumpang bangkit dari duduknya dan serempak merapat mendekati gerbong meski kereta belum benar-benar berhenti. Mereka tampak tak sabar untuk segera masuk ke dalam kereta. Mungkin sudah ada rindu yang ingin segera dilampiaskan di tempat tujuan nanti.

13890037791637316448
13890037791637316448

Gerbong senja utama yang mengantar saya kembali ke Yogyakarta.

Dengan agak berebut saya memasuki gerbong nomor 3 dan segera mencari tempat duduk sesuai tiket. Kereta bisnis ternyata tak jauh beda dengan kelas ekonomi. Tempat duduknya tak terlalu empuk dan sangat tegak sehingga hampir dipastikan saya akan pegal menjalani 8 jam menuju Yogyakarta. Beberapa menit kemudian kereta akhirnya berangkat meninggalkan Jakarta.

1389003615160610206
1389003615160610206

Stasiun Kereta Api, di tempat inilah kedatangan dan keberangkatan terus berulang tak pernah henti. Seperti meringkas sebuah hukum kehidupan yang pasti terjadi, pertemuan dan perpisahan tak bisa dihindari meski tempatnya tak pernah berganti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun