Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Terbungkus Pesona, Kemiskinan Yogyakarta Tertinggi Se-Jawa

12 Januari 2014   09:01 Diperbarui: 4 April 2017   17:24 8608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemiskinan masih menjadi persoalan pelik bagi Indonesia meski hal yang sama terjadi di hampir semua negara berkembang di dunia. Berbagai program dan kebijakan yang telah dilakukan belum mampu mengatasi masalah kemiskinan di negeri ini. Begitu mudah dan nyata potret kemiskinan dijumpai. Meski pertumbuhan ekonomi melesat namun Indonesia masih diselimuti kemiskinan yang dahsyat.

Kita tentu masih ingat gambaran kemiskinan di Banten yang dalam 2 bulan terakhir begitu gencar diekspos di TV, koran juga menjadi perbicangan di media sosial. Ekspos ketertinggalan sejumlah tempat di Banten yang dipicudugaan korupsi oleh Gubernur Atut dan keluarganya memang membuka mata banyak orang dan pejabat pemerintah betapa potret memilukan kehidupan rakyat begitu nyata dan dekat.

Yogyakarta, di balik gigantisme kota dan pesonanya yang luar biasa diam-diam menyimpan masalah kependudukan yang parah. Tingkat kemiskinan penduduk DIY tertinggi se-Jawa.

Namun jangan dulu menganggap bahwa Banten adalah provinsi termiskin di Indonesia atau di Jawa. Seperti potret ketertinggalan sejumlah tempat di Banten yang tiba-tiba terbuka, fakta tentang angka kemiskinan terbesar di Jawa pun begitu mengejutkan. Siapa sangka provinsi termiskin se-Jawa adalah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Rasanya tak mungkin DIY yang melesat hebat sebagai kota jasa dan wisata dengan sejumlah simbol pembangunan kotanya yang menggurita justru menyimpan kondisi yang sebaliknya. Masalah kependudukan memang dipahami banyak pihak menghimpit DIY, tapi kemiskinan apakah begitu dahyat?.

Faktanya meski menyandang status Daerah Istimewa angka kemiskinan DIY ternyata tak kalah “istimewa”. Data Badan Pusat Statistik (BPS) terkini pada September 2013 menunjukkan persentase penduduk miskin kota dan desa di DIY sebesar 15,03%. Angka tersebut memang turun dari periode yang sama tahun 2012. Namun tingkat kemiskinan di DIY tetap menjadi yang terbesar di antara seluruh Provinsi di Jawa. Sebagai gambaran DKI Jakarta yang dikenal memiliki banyak penduduk miskin kota persentase kemiskinannya sebesar 3,72%. Sementara Banten yang dikenal sebagai salah satu provinsi tertinggal memiliki angka kemiskinan 5,89%. DIY pun masuk ke dalam 10 besar provinsi termiskin di Indonesia!.

13894916622059480628
13894916622059480628
Data BPS terbaru pada September 2013 tentang jumlah dan persentase penduduk miskin Indonesia menurut Provinsi. DIY dengan persentase kemiskinan 15,03% menjadi yang tertinggi se-Jawa (www.bps.go.id)

Ada sekitar 535 ribu penduduk miskin di DIY yang sebagian besar di antaranya justru berada di kota yakni 325 ribu sementara 209 ribu adalah penduduk miskin desa. Definisi penduduk miskin menurut BPS sendiri adalah penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan. Sementara itu garis kemiskinan di DIY pada periode yang sama sesuai berita statistik BPS Provinsi DIY sebesar Rp. 303.843.

1389491842290675199
1389491842290675199

Meski angkanya turun namun persentase kemiskinan di DIY masih tetap tinggi (Tabel dari Beritas Resmi Statistik BPS Provinsi DIY, 2 Januari 2014).

Fakta tingkat kemiskinan DIY yang tertinggi se-Jawa tentu sangat mengejutkan dan mungkin tak banyak disadari. Apalagi menurut Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY pertumbuhan ekonomi wilayah ini pada 2013 diperkirakan sebesar 4,5%-5,5% yang meski melambat tapi tetap tinggi.Ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berdampak signifikan terhadap angka kemiskinan di DIY.

Besarnya persentase penduduk miskin di DIY tak bisa ditutupi meski selama ini boleh jadi tertutup oleh sejuta pesona DIY. Beberapa aspek kehidupan masyakarat yang diduga menyebabkan tingginya kemiskinan di DIY adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, ketiadaan usaha produktif meliputi keterampilan dan daerah yang kurang produktif serta ketiadaan modal.

Menariknya faktor pendidikan yang selama ini dianggap sebagai salah satu faktor jamak yang mempengaruhi pola pikir masyarakat memicu menguatnya mata rantai kemiskinan sepertinya kurang berlaku di DIY. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) DIY justru tertinggi ketiga se-Indonesia setelah Riau dan DKI Jakarta. Dengan demikian masalah kemiskinan di DIY bukan lagi mengenai rendahnya pendidikan atau hambatan cara pandang masyarakatnya melainkan masalah bagaimana meningkatkan kemandirian dan pendapatan penduduk DIY.

Tingginya kemiskinan di DIY diduga kuat akibat dari lesatan pertumbuhan sektor perekonomian yang cenderung padat modal dan dikuasai investor tertentu. Sektor ekonomi yang memiliki peranan terbesar dalam perekonomian DIY tahun 2013 adalah hotel, restoran  dan perdagangan yang terkait yakni sebesar 20,75%. Sementara sektor yang diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja seperti industri pengolahan danpertanian masing-masing hanya 14,45 dan 12,99%. Data ini seakan tegas berbicara di balik megahnya pesona Yogyakarta tersimpan derita penduduknya yang diam-diam sangat mengkhawatirkan. Kontribusi sektor pariwisata yang selama ini menjadi primadona DIY pun menjadi bisa dipertanyakan.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti LIPI mengenai kebijakan pengentasan kemiskinan di Kota Yogyakarta mungkin bisa memberi gambaran sekaligus evaluasi kepada pemerintah provinsi DIY agar memperbaiki kebijakannya. Menurut penelitian tersebut meski hampir semua SKPD memiliki agenda pengentasan kemiskinan namun tidak ada sinergi antar SKPD dan tidak komprehensif sesuai blue print. Penelitian tersebut menemukan kelemahan kebijakan pengentasan kemiskinan disebabkan antara lain oleh banyaknya program yang bersifat instan dan kurangnya pendampingan untuk mewujudkan kemandirian. Kelemahan lain yang mencolok adalah penentuan kebijakan dan program SKPD yang tergantung minat masing-masing SKPD serta mengabaikan banyak program yang diusulkan oleh kelurahan. Model kebijakan yang top-down dan hanya menjadikan penduduk miskin sebagai obyek justru p melestarikan mata rantai kemiskinan.

Tingginya angka kemiskinan di DIY tak hanya menjadi pekerjaan rumah penting bagi pemerintah setempat. Kemiskinan ini juga menjadi tantangan besar bagi sejumlah perguruan tinggi yang ada di DIY untuk merumuskan konsep sekaligus membantu pemerintah DIY mengimplementasikan pembangunan sosial ekonomi DIY yang berpusat pada kemandirian manusia.

1389491536146928174
1389491536146928174
Sebuah rumah penduduk di Kulonprogo, DIY.

Memprihatinkan, itulah mungkin yang tepat menggambarkan kemiskinan di DIY. Provinsi istimewa dengan banyak potensi dan sejuta pancaran pesona diam-diam menyimpan masalah kependudukan yang dahsyat. Seperti sosok raksasa yang gagah,DIY diam-diam mengidap penyakit parah. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakartaternyata termiskin se-Jawa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun