Bumi dan segenap makhluk hidup yang mengisinya termasuk manusia tak bisa lagi mengelak dari perubahan iklim. Sejak lama banyak peneliti dengan sejumlah penelitiannya menyatakan perubahan iklim cepat atau lambat akan terjadi. Manusia tak mungkin menghindar mengingat aktivitas mereka adalah pemicunya.
Meski tanda-tanda perubahan iklim sudah mulai dirasakan beberapa tahun terakhir, semisal cuaca yang tak lagi bisa diprediksi secara tepat dan sejumlah bencana alam besar, namun selama ini perubahan iklim diyakini belum akan terjadi dalam waktu dekat. Sementara itu perkiraan waktu dan tempat mana saja yang akan mengalami dampak terbesar akibat pengaruh perubahan iklim kerap jadi pertanyaan. Tapi hampir semua penelitian menyodorkan bukti dan hipotesa yang kurang lebih seragam: perubahan iklim sedang bergerak mendekat.
Kita mungkin menganggap bahwa Indonesia yang selama ini tidak mengenal badai ekstrim, topan dan salju akan lebih aman dari dampak perubahan iklim. Namun penelitian terbaru dari Camilo Mora dan sejumlah peneliti dari University of Hawai at Manoa menunjukkan hasil yang mengejutkan. Bahkan penelitian berjudul The Projected Timing of Climate Departure from Recent Variability yang dipublikasikan di jurnal internasional bergengsi Nature pada akhir 2013 tersebut menghasilkan sejumlah informasi yang penting dan harus diketahui oleh Indonesia.
Menurut penelitian tersebut negara di wilayah tropik akan mengalami efek perubahan iklim yang tak terduga. Perubahan iklim akan dirasakan lebih dulu di negara-negara tropis dibanding wilayah lain di dunia.
Lalu tempat mana di dunia yang akan merasakan perubahan iklim pertama kali?. Menurut penelitian tersebut “climate departure” akan terjadi lebih cepat pada tahun 2020 dan itu di Indonesia. Manokwari, Papua menjadi tempat pertama di tahun 2020 yang merasakan perubahan iklim secara nyata disusul Jakarta pada 2029.
“Climate Departure” adalah sebuah konsep mengenai perubahan iklim yang menjelaskan bahwa pada saat perubahan iklim secara nyata telah terjadi di sebuah tempat, suhu rata-rata terendah pada tahun tersebut akan tetap lebih hangat dibanding suhu terendah rata-rata pada tahun sebelumnya. Dengan demikian pada tahun 2020 suhu terendah di Manokwari menjadi lebih tinggi dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Demikian halnya di Jakarta pada 2029. Sementara itu “climate departure” baru akan terjadi di negara lainnyarata-rata pada tahun 2047.
Penelitian ini menganalisis sejumlah variabel termasuk evaporasi, presipitasi, suhu dan pH samudera. Penelitian ini juga mengkalkulasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia dengan asumsi emisi gas rumah kaca tak berhasil diturunkan (RCP 8.5) dan emisi berhasil diturunkan (RCP 4.5). Indeks suhu minimum dan maksimum dari tahun 1860-2005 juga dibuat. Puluhan negara dan tempat di dunia dipilih sebagai titik sampling termasuk Indonesia.
Selanjutnya penelitian ini mencoba merumuskan dua skenario perubahan iklim berdasarkan variabel di atas. Hasilnya Indonesia yakni Manokwari menjadi tempat pertama di dunia yang mengalami “climate departure” pada tahun 2020. Menyusul beberapa tempat lainnya yakni Jakarta (2029), Lagos (2029), Mexico City (2031), Bogota (2033), Mumbay (2034) dan seterusnya (lihat gambar di bawah).
"Climate Departure" di sejumlah tempat di dunia (Mora et al. http://www.soc.hawaii.edu/mora/PublicationsCopyRighted/Cities%20Timing.html).
Dimulai dari Manokwari, Indonesia suhu rata-rata terendah tahunan akan menjadi di lebih tinggi dari periode tahun 1860-2005 (lihat gambar di bawah).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa “climate departure” akan berdampak besar pada kelangsungan keanekaragaman hayati di daerah tropis. Oleh karena itu respon cepat perlu dimiliki oleh negara-negara yang diprediksi akan mengalami perubahan iklim lebih cepat seperti Indonesia. Bahkan jika emisi gas rumah kaca bisa diturunkan sekalipun (skenario RCP 4.5) Indonesia tetap akan menjadi negara pertama yang merasakan perubahan iklim secara nyata yakni Manokwari di tahun 2025, hanya mundur 5 tahun.
Oleh karena itu penelitian ini sangat berguna bagi manusia untuk memahami bahwa perubahan iklim semakin bergerak mendekat. Bagi pemerintah informasi ini menjadi sangat penting untuk mempersiapkan kebijakan komprehensif tentang pengelolaan lingkungan hidup untuk meminimalkan dampak perubahan iklim. Penelitian ini harus dibaca oleh penentu kebijakan sebagai cermin untuk mengevaluasi sejumlah kebijakan terkait lingkungan hidup. Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas manusia selama ini telah membawa konsekuensi besar dan nyata pada masa depan dunia termasuk mereka sendiri di dalamnya.
Tahun 2020 atau 2029 jelas sudah di depan mata. Penelitian ini adalah cermin bagi Indonesia dan masyarakatnya bahwa alam tak bisa menunggu lama untuk manusia sadar memperbaiki diri menyayangi tempat hidupnya.
*Publikasi lengkap penelitian bisa dibaca di sini *Data penunjang dari University of Hawai at Manoa bisa dilihat di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H