Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Air, Manusia, dan Kehidupan Berkelanjutan

15 Mei 2015   19:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:00 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Air Sedunia kembali diperingati hari ini, 22 Maret 2015.Peringatan yang mengandung gagasan untuk mengingat pentingnya air bagi hidup dan kehidupan kali ini mengambil tema “Air dan Pembangunan Berkelanjutan”.Tema yang tepat karena air memang terikat erat dengan banyak segi kehidupan baik untuk manusia, lingkungan maupun alam semesta. Intinya air adalah unsur vital bagi seluruh kehidupan di bumi termasuk manusia di dalamnya.

[caption id="attachment_356799" align="aligncenter" width="595" caption="Dua orang anak kecil di kawasan kumuh Jakarta sedang mandi dan bermain air di drum bekas berisi air kotor (Beawiharta/Reuters, www.ibtimes.co.uk)."][/caption]

Sebanyak 50-65% tubuh manusia terdiri dari air. Manusia bisa bertahan beberapa hari tanpa makan, tapi tak akan hidup tanpa air. Kualitas kehidupan dan kesehatan manusia juga ditentukan oleh aktivitas yang membutuhkan air seperti cuci tangan, mandi, dan minum.

Bagi ekosistem alam, air merupakan bahan bakar utama kedua setelah matahari. Siklus hidrologi yang terjaga adalah penyangga ekosistem yang berkelanjutan. Hubungan sebaliknya pun berlaku bahwaekosistem yang terjaga akan memelihara kelestarian air.

Sementara itu dalamindustri air adalah kebutuhan yang penting. Hampir tak ada industri yang tidak membutuhkan air. Untuk membuat 1 lembar kertas dibutuhkan sekitar 10 liter air. Sementara setiap 500 gram plastik dibuat dengan menghabiskan 91 liter air.Di masa mendatang kebutuhan air bagi industri hampir dipastikan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya kebutuhan hidup manusia.

Air juga menjadi sumber energi utama. Sekitar 80% pembangkit energi saat ini memanfaatkan air dan uap air untuk menggerakkan generator. Air juga sangat dibutuhkan dalam penyediaan makanan dan pertanian. Sebanyak 3.500 liter air dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg beras.

Banyak studi memprediksi pada tahun 2050 kebutuhan penggunaan air di dunia rata-rata akan meningkat 55%.Hal ini patut menjadi perhatian sekaligus kekhawatiran karenadalam 15 tahun terakhir saja dunia hanya mampu memenuhi 60% kebutuhan air masyarakatnya.Itu pun dengan kualitas yang tidak merata.

Bumi sebenarnya mempunyai banyak cadangan air.Sekitar 71% permukaan planet ini diselimuti air. Total volume air yang ada di bumi yaitu air asin dan air tawar mencapai 1.385.984.610 km3. Masalahnya hanya sedikit air yang “tersedia” dan layak untuk kehidupan.Tak heran jika akhirnya sumber air baku seperti sungai banyak digunakan langsung untuk berbagai macam kegiatan sehari-hari, termasuk mandi, cuci, dan air minum. Sementara di tempat lain air hujan menjadi sangat diharapkan.

Lebih dari 110 juta rakyat Indonesia belum sepenuhnya memiliki akses terhadap air bersih.Populasi penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari didominasi penduduk perkotaan. Artinya masih banyak rakyat Indonesia menggunakan air yang kualitasnya tak layak.

[caption id="attachment_356804" align="aligncenter" width="464" caption="Persentase rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses air bersih lebih baik menurut provinsi."]

14269824101812783616
14269824101812783616
[/caption]

Data dari Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan 23,1 miliar liter air minum dalam kemasan pada 2014. Catatan itu menunjukkan peningkatan jumlah konsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) sebesar 11,3% dari tahun 2013. Akan tetap angka tersebut bukan indikator pemenuhan kebutuhan air minum berkualitas di Indonesia karena faktanya masih banyak populasi masyarakat Indonesia yang belum menikmati akses air termasuk air minum.Hal yang sama terjadi secara global bahwasekitar 748 juta orang di dunia tidak memiliki akses air minum yang layakdan sekitar 2 miliar orang per hari mengalami kesulitan mengakses air bersih untuk berbagai keperluan.

[caption id="attachment_356800" align="aligncenter" width="509" caption="Seorang anak Ethiopia meminum air kotor pada sebuah genangan air (rada Humbatova/Reuters. www.ibtimes.co.uk)."]

1426981973551477187
1426981973551477187
[/caption]

Permasalahan air minum hanya satu dari sekian banyak masalah air di dunia. Namun halitu sudah cukup meyakinkan bahwa krisis air bukan lagi ancaman, melainkan sudah mendekati kenyataan.Di beberapa tempat terutama di Afrika dan Asia Selatan air sudah menjadi barang “mahal”. Sementara di wilayah lainnya mulai mengalami kerentanan air.

Ada beberapa faktor yang mendorong dan dapat mempercepat terjadinya krisis air. Pertama, pemanasan global dan ledakan pendudukpatut menjadi perhatian saat ini. Efek dari meningkatnya suhu bumi mendatangkan tantangan yang tak ringan bagi usaha untuk mengelola dan mengonservasi air. Penguapan daritanah dan tumbuhan semakin cepat terjadi. Tingkat penguapanair permukaan pun semakin tinggi. Sementara balok-balok es di kutub yang dibutuhkan sebagai sumber “isi ulang” persediaan air tawar semakin berkurang. Hal-hal itu berdampak serius terhadap keseimbangan siklus hidrologi yang mengakibatkan air semakin sedikit tersedia.

[caption id="attachment_356801" align="aligncenter" width="509" caption="Sebuah kolam di China yang kering kehabisan air (Reuters, www.ibtimes.co.uk)."]

1426982113807153660
1426982113807153660
[/caption]

Di saat yang sama ledakan penduduk yang terus terjadi dengan persebaran yang tidak merata semakin meningkatkan kerentanan air. Jumlah dan persebaran penduduk sangat erat kaitannya dengan alih fungsi lahan, pencemaran air, dan tingkat kerentanan kawasan terhadap bahaya yang berkaitan dengan air seperti banjir dan tanah longsor. Semua itu pada akhirnya membebani pengelolaan dan penyediaan air yang berkualitas untuk kehidupan. Apalagi jika diperhatikan jumlah penduduk yang besar dengan persebaran yang tidak merata dijumpai di negara-negara yang belum memiliki sistem pengelolaan air dan sumber daya alam yang baik.

Kedua, ancaman krisis air diperparah oleh perilaku manusia. Banyak orang masih beranggapan air adalah barang umum yang bisa digunakan sebanyak mungkin, kapan saja dan untuk apa saja. Rata-rata masyarakat Indonesia belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang prinsip penggunaan dan perlindungan air. Kebiasaan membuang sampah di sungai dan membuang-buang air menjadi penyebab krisis air paling nyata namun masih sering dianggap biasa saja. Pencemaran sungai, danau dan air bawah tanah terus meningkat. Diperkirakan sekitar 60 persen sungai di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi telah tercemar berbagai limbah.

Ketiga, perilaku pembangunan yang gagal menghubungkan antara pemenuhan kebutuhan hidup dan konservasi sumber daya alam mempercepat krisis air. Di perkotaan pembangunan gedung-gedung mewah dan sarana penunjang hidup semakin mengabaikan keseimbangan ruang dan daya dukung lingkungan. Industrialisasi dan perluasan lahan yang memangsa banyak hutan menambah ancaman krisis. Sementara di pedesaan pembangunan infrastruktur yang masih sangat tertinggal menyebabkan sejumlah ironi. Misalnya beberapa daerah dengan karakter geografis yang khas, banyak hutan dan cukup hujan justru mengalami kelangkaan air di saat kemarau.

Keempat, ketergantungan kepada sumber daya air tidak disertai dengan visi pengembangan sumber daya alternatif untuk industri, listrik dan sebagainya. Riset inovatif untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan penyedian air bersih sudah sangat diperlukan. Di sisi lain pengembangan sumber energi alternatif semakin mendesak.

Menurut LIPI pada tahun 2025 kebutuhan air di Indonesia untuk sektor industri akan melonjak sebesar 700%, perumahan sebesar 65% dan untuk produksi pangan akan naik 100%. Pertanyaannya, sudahkah Indonesia mengantisipasinya dengan membangun sistem pengelolaan air yang baik untuk menjamin konservasi dan ketersediaan air yang berkualitas bagi rakyatnya? Sudahkah kita peduli dengan kelestarian ekosistem sebagai sumber air untuk kehidupan? Dan sudahkah kita memperbaiki diri dengan menjadi manusia yang lebih bijak dalam menggunakan air?

[caption id="attachment_356803" align="aligncenter" width="528" caption="Warga mengantri air di sebuah sumur yang mulai kering di India bagian barat (Amit Dave/Reuters, www.ibtimes.co.uk)."]

1426982281349314269
1426982281349314269
[/caption]

Air lebih dari sekadar energi untuk pembangunan tapi juga bagian dari pembangunan berkelanjutan itu sendiri. Air memang takkan tergantikan peranannya dalam kehidupan. Menjaga kelestariannya adalah sebuah keniscayaan demi masa depan dan kehidupan yang berkelanjutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun