Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Dicari! Presiden Indonesia yang "Melek Hutan"

17 Maret 2014   01:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:52 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah negara luas yang tanah dan airnya sangat kaya sumber daya alam. Salah satu sumber daya alam Indonesia yang sangat besar adalah hutan. Dengan luas semula sekitar 144 juta hektar, hutan tropis Indonesia adalah yang terluas ke-3 di dunia setelah Brasil dan Kongo.

Hutan yang sangat luas dengan kekayaan yang sangat berlimpah di dalamnya sesungguhnya menjadi modal yang sangat cukup untuk menjalankan pembangunan dan mensejahterakan rakyat Indonesia. Dengan pemanfaatan hutan yang baik serta berkelanjutan, Indonesia bisa menjadi negara yang makmur. Namun buruknya pengelolaan hutan Indonesia selama ini telah mendatangkan akibat yang sebaliknya. Alih-alih mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran, eksploitasi hutan telah mendatangkan penderitaan serta bencana yang silih berganti menimpa masyarakat dan bangsa.

Kabut asap akibat pembakaran lahan dan hutanyang hampir 2 bulan menyelimuti Riau tahun ini adalah bukti yang telanjang di depan mata betapa besarnya bencana yang ditimbulkan akibat eksploitasi hutan yang buruk selama ini. Riau dan sejumlah daerah lainnya adalah potretpemanfaatan hutan di Indonesia yang masih mengutamakan nafsu untuk mendapat keuntungan ekonomi secara maksimal secepat mungkin.

Sesat pikir yang memandang hutan sebagai penyedia bahan bakar dan ongkos pembangunan telah mendorong kerusakan hutan berlangsung di mana-mana. Meski kini laju kehilangan hutan berhasil ditekan namun hutan Indonesia terus berkurang dari tahun ke tahun. Indonesia pun mengalami kerugian yang sangat besar akibat degradasi lahan, hutan yang gundul, korupsi kehutanan, bencana alam, konflik sosial serta hilangnya keanekaragaman hayati. Hutan tropis yang dulu kita banggakan kini perlahan tampak seperti gurun. Paru-paru dunia itu kini tak lebih dari bentang alam yang sedang sakit.

Reformasi Tata Kelola Hutan untuk Mulai Melestarikan Hutan Indonesia

Indonesia bukan tidak melakukan upaya untuk memulihkan dan melestarikan hutan. Berbagai langkah telah dijalankan namun hasilnya tak seperti yang diharapkan. Masalah kehutanan masih menjadi penyakit kronis bangsa ini. Apa yang salah?.

Kondisi hutan Indonesia yang selama ini menjadi sorotan nasional, regional bahkan internasional tidak dapat dipungkiri adalah hasil dari buruknya tata kelola hutan Indonesia. Laporan UNDP Indonesia tahun 2013 menunjukkan indeks tata kelola hutan dan lahan Indonesia secara nasional hanya bernilai 2,35 dari nilai terbaik 5. Sementara indeks tata kelola hutan dan lahan di Riau jauh lebih rendah yakni hanya 1,89. Begitu juga indek tata kelola hutan beberapa provinsi lainnya yang juga mencerminkan buruknya pengelolaan hutan Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti National University of Singapore menunjukkan sepanjang tahun 2000-2010 Indonesia telah kehilangan 8,828 juta hektar hutan. Sumatera dan Kalimantan menjadi pulau yang paling banyak kehilangan hutan selama kurun waktu tersebut. Ada sekitar 5 juta hektar hutan Kalimantan dan 3,541 juta hektar hutan di Sumatera yang lenyap selama 1 dekade terakhir.

1394970454778338686
1394970454778338686

Sejumlah analisis juga menunjukkan bahwa tata kelola hutan yang tidak memadai adalah permasalahan mendasar yang memicu berbagai masalah sektor kehutanan di Indonesia. Pembalakan liar, izin yang tidak prosedural, korupsi kehutanan, kebijakan yang tumpang tindih, penghijauan yang kurang optimal hingga konflik lahan adalah hasil dari buruknya tata kelola hutan Indonesia.

Oleh karena itu terobosan baik seperti moratorium hutan yang kini sedang diperpanjang sudah seharusnya tidak dianggap sebagai hasil dari upaya pelestarian hutan. Kesepakakan REDD+ di Indonesia pun sudah semestinya tidak dipandang sempit hanya sebagai mekanisme mengurangi emisi gas rumah kaca. Keduanya adalah awal untuk memulai memperbaiki tata kelola hutan Indonesia.

1394970227749863538
1394970227749863538

Reformasi tata kelola sudah mendesak untuk segera dilakukan dan Indonesia memerlukan pisau yang tajam yang bisa memutus, mengurai serta membunuh satu persatu penyakit yang selama ini merusak hutan Indonesia. Tata kelola hutan yang baik adalah faktor penting untuk mengupayakan keberhasilan pengurangan deforestasi, meningkatkan konservasi, menggalakkan penghijauan, mengupayakan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan.

Pisau Itu di Tangan Presiden

Konsep tata kelola hutan yang baik sebenarnya bukanlah hal baru. Semenjak reformasi upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik juga mencakup tata kelola hutan yang baik. Hal ini salah satunya ditunjukkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang kemudian disusul dengan beberapa peraturan lainnya. Namun sepanjang itu pula tata kelola hutan yang baik hanya sebatas konsep bahkan dalam beberapa hal praktiknya bertentangan.

Kurangnya kesadaran dan komitmen dari negara yang direpresentasikan oleh pemerintah pusat menjadi hambatan utama terciptanya tata kelola hutan yang baik. Dengan kata lain Indonesia selama ini tak memiliki pisau bedah yang tajam untuk memulai reformasi tata kelola hutan.

Oleh karena itu Pemilu 2014 sebenarnya menjadi momentum yang baik untuk memulai reformasi tata kelola hutan. Kelestarian hutan sudah semestinya menjadi bagian dari visi pembangunan para calon presiden. Kerusakan hutan dan perbaikan tata kelola hutan semestinya menjadi isu penting dalam Pemilu 2014. Masyarakat Indonesia harus mengetahui gagasan para calon presiden untuk mewujudkan hutan Indonesia yang lestari melalui tata kelola hutan yang baik. Sayangnya hingga kini tak ada satupun calon presiden yang mengusung kelestarian dan tata kelola hutan sebagai bagian dari cita-cita pembangunannya.

Kebijakan pengelolaan hutan adalah kebijakan politik. Oleh karena itu Presiden Indonesia ke depan harus memimpin secara langsung perbaikan tata kelola Hutan Indonesia yang sedang sakit ini. Empat aspektata kelola hutan Indonesia yang harus segera diperbaiki dan menjadi tantangan bagi Presiden baru adalah kepastian percepatan penetapan kawasan hutan, koordinasi antara pusat dan daerah disertai perbaikan peraturan, menjamin peran serta masyarakat dalam pemanfaataan sumber daya hutan serta kepastian penegakan hukum bagi pelaku penghancuran hutan. Selanjutnya segala upaya reformasi tata kelola dan pelestarian hutan Indonesia harus dilakukan secara konsisten, tranparan dan bertanggung jawab.

13949701051803560921
13949701051803560921

Presiden Indonesia sudah seharusnya “melek hutan” yakni memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi untuk menjadikan kelestarian hutan sebagai bagian dari sasaran pembangunan nasional dan memperbaiki tata kelola hutan sebagai bagian dari pemerintahan yang baik. Presiden Indonesia ke depan harus mengenal hutan dan mencintai alam sebagai bagian dari kecintaannya kepada masyarakat dan bangsa. Semoga tahun 2014 benar-benar menjadi tahun istimewa bagi Hutan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun