Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Suara Warga Biasa: "Jokowi (Bukan) untuk Presiden!"

21 Maret 2014   15:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:40 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Joko Widodo semakin fenomenal. Lebih dari 1 tahun terakhir, Jokowi, begitu ia disapa, adalah nama yang paling banyak didengungkan di seantero negeri. Hampir semua media baik elektronik maupun cetak, mulai dari koran, majalah, TV hingga media on line tak henti memunculkan namanya di kolom berita setiap hari. Tak hanya di dalam negeri, nama Jokowi juga dibahas oleh sejumlah media mancanegara.

Tanpa banyak kisah mula, tiba-tiba saja Jokowi sudah berkibar kencang di panggung politik dan pemerintahan Indonesia. Ia digadang-gadang menjadi Presiden Republik Indonesia bahkan sejak baru dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta. Dalam sejumlah survey, popularitas dan elektabilitasnya secara luar biasa menempati urutan pertama jauh sebelum ia menyediakan diri menjadi calon presiden saat ini.

Namun di luar sosoknya sebagai kesayangan media, fenomena Jokowi juga tak kalah nyata di mata warga biasa. Kepribadian dan gaya kepemimpinannya yang merakyat dan langka untuk zaman sekarang membuat warga dari seluruh negeri memperbincangkan namanya. Buku ini pun gamblang menunjukkan betapa Jokowi adalah sosok yang sangat populer sekaligus menjadi model pemimpin yang dinantikan oleh banyak masyarakat Indonesia saat ini.

Judul : Jokowi (Bukan) untuk Presiden!
Pengarang : Kompasiana
Editor : Nurulloh
Penerbit : PT. Elex Media Komputindo
Terbit : 18 September 2013
Jumlah halaman: 336

1395363157216888316
1395363157216888316
"Jokowi (Bukan) untuk Presiden", buku yang menghimpun pandangan warga biasa terhadap sosok Jokowi dan kiprahnya sebagai kepala daerah dan calon pemimpin Indonesia.

"Jokowi (Bukan) untuk Presiden!" adalah buku yang menghimpun suara warga biasa mengenai Jokowi. Sebanyak 66 judul tulisan dalam buku ini adalah karya 40 kompasianer yakni warga yang menulis di media sosial Kompasiana. Meski para kompasianer berasal dari berbagai latar belakang dan profesi, namun sudut pandang dan kedudukan mereka sebagai warga biasa membuat isi buku ini menarik sekaligus unik untuk disimak.

Berbeda dengan penulis prefesional, pengamat, analis atau jurnalis, warga biasa selalu mengungkapkan pandangan, opini dan ceritanya secara apa adanya. Begitupun dengan tulisan-tulisan tentang Jokowi di dalam buku ini yang disajikan dalam bentuk cerita khas warga. Dengan gaya bertutur layaknya berbincang, kita akan menemukan Jokowi dari sudut pandang warga biasa yang mungkin mewakili pandangan dan harapan banyak masyarakat lainnya terhadap Jokowi.

Buku ini terdiri dari 6 bagian yang masing-masing berisi sejumlah judul tulisan dengan satu benang merah tertentu yakni Rekam Jejak, Hiruk Pikuk Pilkada, Pro Kontra, Gebrakan, Jokowi Presiden dan Tantangan. Dengan demikian buku ini cukup bervariasi bukan hanya karena sudut pandang masing-masing penulisnya namun juga ruang temanya. Meski ada beberapa tulisan yang menangkap Jokowi dari sudut pandang yang mirip, juga menguraikan beberapa hal yang hampir sama, tapi gaya khas warga membuat setiap tulisan menjadi unik.

Keunikan yang disebabkan oleh gaya bertutur dan sudut pandang khas warga itu juga yang membuat beberapa tulisan terkesan "lebay" dengan beberapa perbandingan atau ungkapan yang hiperbolis. Misalnya Jokowi perlu dijaga agar tidak mengalami nasib seperti Baharudin Lopa atau Munir. Namun itulah yang ingin ditampilkan oleh buku ini bahwa memang demikian suasana kebatinan penulis yang tengah dihinggapi keriaan dan kekaguman pada sosok Jokowi. Padahal banyak penulis di buku ini yang tidak memiliki pengalaman langsung mengenal atau bertatap muka dengan Jokowi. Hanya beberapa tulisan yang menunjukkan bahwa sang penulisnya pernah mengenal atau memiliki pengalaman bersama Jokowi pada momen dan waktu tertentu. Dengan demikian buku ini memang lebih banyak menunjukkan keriaan warga biasa terhadap hadirnya sosok Jokowi sebagai pemimpin yang merakyat, unik dan berbeda. Kesan dan pandangan mereka banyak dibentuk oleh pemberitaan media sehingga apa yang ditulis oleh beberapa penulis dalam buku ini sebenarnya adalah hal yang sudah sering diulas atau ditampilkan di media.

Meskipun demikian bukan berarti buku ini kehilangan orisinalitasnya. Sudut pandang warga biasa dan bagaimana mereka mengungkapkan serta mencoba membedah sosok Jokowi meski tidak panjang lebar, menjadikan buku ini sangat "nyambung" dibaca oleh siapapun. Dan yang terpenting apa yang ditangkap oleh para penulis dalam buku ini adalah hal yang mungkin ditangkap oleh banyak masyarakat Indonesia. Oleh karena itu buku ini memiliki keunggulan karena mewakili suara warga biasa.

Bagian 1 "Rekam Jejak" berisi 5 tulisan mengenai sosok Jokowi dan awal perjalanan politiknya ketika menjadi walikota Solo. Tulisan yang paling menarik di bagian pertama ini adalah "Jokowi, The Untold Story" yang menjadi tulisan pembuka dan "Jokowi, Man of The Year 2012". Selain ditulis oleh orang yang pernah mengenal dan memiliki pengalaman bersama Jokowi semasa sebelum terkenal, dua tulisan tersebut juga memuat sejumlah hal kecil yang mungkin tak diketahui banyak orang sebelumnya. Kita bisa memahami mengapa saat menjalankan tugasnya Jokowi suka melakukan blusukan. Rupanya blusukan Jokowi sebagai Gubernur DKI yang bahkan pernah masuk ke gorong-gorong saluran air, bukan hal baru karena saat menjabat walikota Solo ia juga suka melompat pagar. Kita pun bisa menyimak cerita dari teman sekolah Jokowi semasa SMA yang memaparkan kenangannya bahwa Jokowi sebenarnya tidak gemar berorganisasi semasa SMA.

1395363365794737772
1395363365794737772
Bagian pertama ini juga menjabarkan beberapa terobosan dan sentuhan Jokowi sebagai walikota Solo serta prinsip kepemimpinan yang dianutnya sehingga berhasil menapaki karir politik sebagai kepala daerah.

Bagian 2 "Hiruk Pikuk Pilkada" memuat 9 tulisan yang berkisah tentang pandangan warga mengenai sepak terjang Jokowi saat mengikuti Pilkada DKI. Prediksi, peluang dan tantangan Jokowi memenangi pilkada hingga serangan yang dihadapinya diulas sederhana. Ekspresi kemenangan dan faktor penentu kemenangan Jokowi dalam pilkada DKI juga dipaparkan secara sederhana dari kacamata warga biasa. Di bagian ini kita bisa membaca bahwa kemenangan Jokowi di pilkada DKI ternyata juga disyukuri dan disambut penuh keriaan oleh masyarakat luar DKI.

Bagian 3 "Pro-Kontra" berisi 25 tulisan mengenai pandangan umum terhadap Jokowi termasuk wacana kebijakannya sebagai gubernur DKI. Meski berjudul Pro-Kontra, bagian ini lebih banyak memuat pujian dan suara kekaguman terhadap Jokowi. Hanya sedikit tulisan dan pandangan warga yang mengkritisi kelemahan Jokowi dan kebijakannya.

13953635271679029373
13953635271679029373
13953635571435259293
13953635571435259293
Di bagian ini tulisan yang berjudul "Jokowi dan Parkir yang Tidak Adil" dan "Ganjil Genap Jokowi Membuat Resah Warganya" menarik untuk disimak karena di tengah keriaan kemenangan Jokowi tak lantas membuat semua wacana kebijakannya disambut senang oleh warga. Demikian juga tulisan yang berjudul "Pak Jokowi: Dari "Esemka" ke Made in China". Di tengah banjir pujian dan kekaguman yang menyembul ke permukaan, ternyata ada sejumlah kebijakan Jokowi yang layak untuk dikritik.

13953635921351805699
13953635921351805699
"Melawan Arus Bersama Jokowi" juga menarik untuk disimak karena kesuksesan Jokowi memenangi pilkada DKI dipandang belum menggaransi keberhasilannya memimpin DKI. Kepemimpinan dan terobosan Jokowi yang out of the box hanya akan berhasil jika segenap warga dan aparat DKI bersedia untuk bergerak seirama bersama gubernurnya. Tulisan ini juga berusaha mengkritisi dan meredam euforia kemenangan Jokowi karena yang diharapkan dari sosoknya adalah hasil kerja nyata yang masih harus ditunggu.

Bagian 4 "Gebrakan" berisi 9 tulisan yang memuat pandangan warga terhadap beberapa kebijakan Jokowi di awal kepemimpinannya di DKI seperti kampung deret, pakaian Betawi untuk PNS DKI, transparansi APBD hingga gaya khas blusukan. Meski apa yang dibahas di bagian ini sudah banyak diulas di media dan juga dipaparkan oleh sejumlah pakar dan analis, namun pandangan warga biasa menyajikannya kembali secara lebih ringkas melalui alur berfikir yang sederhana disertai harapan dan saran agar kebijakan tersebut bisa efektif mengubah Jakarta.

Bagian 5 "Jokowi Presiden" berisi 10 judul tulisan mengenai potensi, prediksi dan kelayakan Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia. Bagian ini mungkin mewakili pandangan banyak orang terhadap kapabilitas kepemimpinan Jokowi. Ada yang menganggap potensi Jokowi terlalu besar jika hanya memimpin DKI. Ada pula yang berpandangan ia belum teruji sebagai pemimpin besar. Sebagian ada yang berkompromi bahwa Jokowi layak memimpin Indonesia namun ia harus lebih dulu melewati ujian sebagai pemimpin Jakarta.

1395363695557701550
1395363695557701550
Sementara itu ada yang memprediksi Jokowi tidak mungkin menjadi calon presiden karena bukan elit partai dan terhalang oleh ambisi ketua partai serta tokoh-tokoh tua lainnya. Namun ada juga yang menilai Jokowi harus segera menjadi calon presiden saat ini juga. Bagian ini mengungkapkan hal-hal tersebut dan tulisan berjudul "Reformasi Jokowi dan Potensi Presiden" menarik untuk disimak selain tulisan-tulisan lainnya yang layak untuk dibaca.
13953637521543150162
13953637521543150162
Bagian 6 "Tantangan" memuat 8 tulisan pandangan warga mengenai tantangan yang dihadapi Jokowi dalam menjalankan kebijakan untuk membenahi Jakarta. Tulisan berjudul "Soal Rusun Kampung Deret, Jokowi Harus Hati-Hati" sangat menarik. Secara sederhana dengan mengambil contoh kebijakan kampung deret, tulisan tersebut membuka pandangan sekaligus mengingatkan bahwa betapapun baiknya sebuah kebijakan, Jokowi diingatkan untuk tidak selalu cepat melempar wacana dan menyederhanakan analisis masalah bahwa masyarakat pasti akan senang jika sesuatu yang lama dan jelek diganti dengan yang baru dan bagus. Kebijakan Jokowi untuk Jakarta Baru hanya akan berhasil jika ia mampu mengidentifikasi dan mengurai lapisan faktor tak kasat mata di balik masalah yang tampak nyata.

Buku ini akhirnya ditutup dengan tulisan indah berjudul "Joko Widodo, Figur Pemimpin Zuhud dan Sufistik". Secara singkat dan sederhana tulisan tersebut meringkas falsafah hidup yang mungkin dianut atau membentuk Jokowi hingga akhirnya menjadi sosok pemimpin seperti saat ini. Jokowi bukanlah satu-satunya oase dan juga bukan yang pertama menjadi embun di tengah keringnya negeri ini. Tapi saat ini Jokowi memang harapan bagi kepemimpinan Indonesia yang lebih baik.

Kekurangan
Ditulis oleh warga biasa dari sudut pandang awam khas warga sehingga tak banyak analisis mendalam dari setiap tulisan di dalam buku ini. Namun hal itu tak menjadi persoalan karena buku ini memang curahan hati dan ekspresi warga yang spontan.

Kekurangan yang sangat menganggu dari buku ini justru terletak pada penyuntingannya. Kekhasan gaya bertutur warga dipertahankan oleh buku ini termasuk dalam hal cara penulisan yang disajikan masing-masing penulis. Namun hal itu bukan berarti tulisan-tulisan tersebut menjadi bebas dari penyuntingan.

Sayangnya editor atau penelaah buku ini terlalu longgar dalam mempertahankan orisinalitas tulisan sehingga beberapa kekeliruan pada tulisan yang tersaji di blog Kompasiana pun tetap dipertahankan di dalam buku ini. Sangat disayangkan beberapa kekeliruan fatal membuat sejumlah bagian tulisan kehilangan gagasan bahkan akhirnya menjatuhkan isi tulisan itu sendiri.

Sangat disesali ketika membaca halaman 28 kita akan menemukan Perda RTRW yang disebutkan sebagai perda tentang Rukun Tangga/Rukun Warga. Hanya salah singkatan, namun menjatuhkan isi tulisan secara keseluruhan. Dengan demikian tulisan tersebut dan buku ini pun bisa dianggap telah memberikan informasi yang salah.

Beberapa tulisan memuat banyak istilah asing yang berlebihan meski padanannya dalam bahasa Indonesia lebih jelas, lebih sederhana dan lebih sesuai. Belum lagi kerancuan dalam pemakaian tanda baca seperti titik, koma dan tanda kurung yang membingungkan pada beberapa paragraf. Kita bahkan akan menjumpai "tanda kurung dalam kurung". Tanda baca yang berserakan kurang pas pada beberapa tulisan membuat sejumlah paragraf kehilangan gagasan. Paragraf-paragraf tersebut menjadi susah dimengerti dan perlu dibaca beberapa kali terlebih dahulu untuk bisa menyerap maksudnya.

Sangat disayangkan gagasan menarik seperti misalnya dalam tulisan "Jokowi: Taguchi, Sinergi, dan Kita" menjadi melelahkan dibaca karena banyaknya tanda baca dan istilah asing yang seharusnya bisa dirapikan oleh editor.

Kesalahan seperti RTRW dan kesemrawutan tanda baca pada beberapa tulisan seharusnya menjadi perhatian editor. Melakukan koreksi terhadap singkatan dan merapikan tanda baca tidak akan menghilangkan orisinalitas tulisan. Sebaliknya dengan mempertahankan kesalahan-kesalahan tersebut justru mengaburkan informasi dan mengurangi kualitas buku.

Penempatan bagian tulisan dalam buku ini juga kurang klimaks. Buku ini akan mendapatkan puncak gagasan seperti judulnya "Jokowi (Bukan) untuk Presiden" jika bagian ke-5 yakni "Jokowi Presiden" ditempatkan sebagai bagian akhir. Dengan demikian buku ini akan menyajikan timeline yang runtut mulai dari rekam jejak Jokowi saat menjadi Walikota Solo, mengikuti Pilkada DKI, tantangan dan kiprahnya sebagai gubernur hingga akhirnya melejit sebagai unggulan calon presiden.

Sayangnya buku ini tidak menyajikan timeline yang klimaks seperti demikian. Setelah menampilkan pembahasan tentang Jokowi sebagai capres di bagian ke-5, buku ini seperti kembali ke awal yakni menempatkan tantangan Jokowi sebagai gubernur di bagian akhir atau ke-6. Padahal pembahasan mengenai tantangan lebih pas ditempatkan berurutan bersama pembahasan mengenai gebrakan yang ditempatkan di bagian ke-4 buku ini.

Namun boleh jadi pembalikan susunan tersebut adalah cara buku ini untuk menunjukkan bahwa betapapun Jokowi sangat diunggulkan sebagai calon presiden, tugas dan kewajiban utamanya saat ini adalah mewujudkan janji dan tantangan Jakarta Baru.

Lalu apakah buku ini berarti sudah kadaluarsa karena Jokowi ternyata telah menyediakan diri sebagai calon presiden?. Beberapa prediksi dan tebakan dalam buku ini memang sudah menemukan jawabannya dan sebagian prediksi dalam buku ini ternyata salah. Tapi "Jokowi (Bukan) untuk Presiden" masih relevan untuk disimak. Bukan hanya karena Jokowi belum pasti terpilih menjadi presiden, tapi karena pandangan dan keriaan warga biasa terhadap sosoknya yang masih akan terus berlanjut. Buku ini bahkan bisa menjadi bagian dari prasasti yang mengabadikan perjalanan karir politik dan kepemimpinan Jokowi nantinya.

Jokowi memang fenomenal. Dalam rentang waktu 1 dekade karir politiknya melesat bagai anak panah yang membidik sasaran secara cepat dan jitu. Dari seorang pengusaha ia bertransformasi menjadi pejabat pemimpin sebuah kota yang jauh dari ibu kota negara. Tapi siapa sangka maju beberapa tahun kemudian secara luar biasa ia menjadi penguasa ibu kota negara. Kini anak panah itu terus melesat menuju sasaran nomor satu. Berhasil atau melesetkah lesatan anak panah itu kali ini?.

1395363879111846585
1395363879111846585
Inilah buku pertama yang berani dan tegas mengatakan "Jokowi (Bukan) untuk Presiden" di saat banyak buku dan analisis sejumlah pakar masih abu-abu dan malu-malu menebak perjalanan Jokowi.

*semua foto dokumentasi pribadi*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun