Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Suara Warga Biasa: "Jokowi (Bukan) untuk Presiden!"

21 Maret 2014   15:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:40 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sangat disesali ketika membaca halaman 28 kita akan menemukan Perda RTRW yang disebutkan sebagai perda tentang Rukun Tangga/Rukun Warga. Hanya salah singkatan, namun menjatuhkan isi tulisan secara keseluruhan. Dengan demikian tulisan tersebut dan buku ini pun bisa dianggap telah memberikan informasi yang salah.

Beberapa tulisan memuat banyak istilah asing yang berlebihan meski padanannya dalam bahasa Indonesia lebih jelas, lebih sederhana dan lebih sesuai. Belum lagi kerancuan dalam pemakaian tanda baca seperti titik, koma dan tanda kurung yang membingungkan pada beberapa paragraf. Kita bahkan akan menjumpai "tanda kurung dalam kurung". Tanda baca yang berserakan kurang pas pada beberapa tulisan membuat sejumlah paragraf kehilangan gagasan. Paragraf-paragraf tersebut menjadi susah dimengerti dan perlu dibaca beberapa kali terlebih dahulu untuk bisa menyerap maksudnya.

Sangat disayangkan gagasan menarik seperti misalnya dalam tulisan "Jokowi: Taguchi, Sinergi, dan Kita" menjadi melelahkan dibaca karena banyaknya tanda baca dan istilah asing yang seharusnya bisa dirapikan oleh editor.

Kesalahan seperti RTRW dan kesemrawutan tanda baca pada beberapa tulisan seharusnya menjadi perhatian editor. Melakukan koreksi terhadap singkatan dan merapikan tanda baca tidak akan menghilangkan orisinalitas tulisan. Sebaliknya dengan mempertahankan kesalahan-kesalahan tersebut justru mengaburkan informasi dan mengurangi kualitas buku.

Penempatan bagian tulisan dalam buku ini juga kurang klimaks. Buku ini akan mendapatkan puncak gagasan seperti judulnya "Jokowi (Bukan) untuk Presiden" jika bagian ke-5 yakni "Jokowi Presiden" ditempatkan sebagai bagian akhir. Dengan demikian buku ini akan menyajikan timeline yang runtut mulai dari rekam jejak Jokowi saat menjadi Walikota Solo, mengikuti Pilkada DKI, tantangan dan kiprahnya sebagai gubernur hingga akhirnya melejit sebagai unggulan calon presiden.

Sayangnya buku ini tidak menyajikan timeline yang klimaks seperti demikian. Setelah menampilkan pembahasan tentang Jokowi sebagai capres di bagian ke-5, buku ini seperti kembali ke awal yakni menempatkan tantangan Jokowi sebagai gubernur di bagian akhir atau ke-6. Padahal pembahasan mengenai tantangan lebih pas ditempatkan berurutan bersama pembahasan mengenai gebrakan yang ditempatkan di bagian ke-4 buku ini.

Namun boleh jadi pembalikan susunan tersebut adalah cara buku ini untuk menunjukkan bahwa betapapun Jokowi sangat diunggulkan sebagai calon presiden, tugas dan kewajiban utamanya saat ini adalah mewujudkan janji dan tantangan Jakarta Baru.

Lalu apakah buku ini berarti sudah kadaluarsa karena Jokowi ternyata telah menyediakan diri sebagai calon presiden?. Beberapa prediksi dan tebakan dalam buku ini memang sudah menemukan jawabannya dan sebagian prediksi dalam buku ini ternyata salah. Tapi "Jokowi (Bukan) untuk Presiden" masih relevan untuk disimak. Bukan hanya karena Jokowi belum pasti terpilih menjadi presiden, tapi karena pandangan dan keriaan warga biasa terhadap sosoknya yang masih akan terus berlanjut. Buku ini bahkan bisa menjadi bagian dari prasasti yang mengabadikan perjalanan karir politik dan kepemimpinan Jokowi nantinya.

Jokowi memang fenomenal. Dalam rentang waktu 1 dekade karir politiknya melesat bagai anak panah yang membidik sasaran secara cepat dan jitu. Dari seorang pengusaha ia bertransformasi menjadi pejabat pemimpin sebuah kota yang jauh dari ibu kota negara. Tapi siapa sangka maju beberapa tahun kemudian secara luar biasa ia menjadi penguasa ibu kota negara. Kini anak panah itu terus melesat menuju sasaran nomor satu. Berhasil atau melesetkah lesatan anak panah itu kali ini?.

1395363879111846585
1395363879111846585
Inilah buku pertama yang berani dan tegas mengatakan "Jokowi (Bukan) untuk Presiden" di saat banyak buku dan analisis sejumlah pakar masih abu-abu dan malu-malu menebak perjalanan Jokowi.

*semua foto dokumentasi pribadi*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun