“Aku Yang Terhebat” karya Agung Hanafi cukup menarik sekaligus menggelitik meski membuat mata lelah mengamati lukisannya. Dua obyek identik ditampilkan dalam 1 bidang berukuran 190x255 cm, melukiskan kota yang ramai dengan banyak bangunan tinggi, kendaraan dan segala bentuk kemajuan. Karya ini mengandung arti bahwa di masa pemilu semua politisi dan pemburu kekuasaan beradu mengklaim jasanya bagi kemajuan bangsa. Tapi sebenarnya mereka sama saja dan hanya sedikit bedanya. Dua obyek identik yang ditampilkan pun sebenarnya memuat 10 perbedaan andai mata jeli mengamatinya.
Yang tak kalah unik dan menggelitik adalah “Teather of Pain” karya Aqid AW. Di atas panel aluminium berbingkai kayu karya ini mengkompilasi foto semua kandidat anggota DPR dalam pemilu 2014 yang berjumlah 6606 orang. Theater of Pain menjadi mozaik kemanusiaan tentang manusia yang memiliki harapan dan cita-dita namun tak sedikit di antara mereka yang akhirnya sedih, kecewa bahkan gila sementara yang lainnya gembira.
[caption id="attachment_310352" align="aligncenter" width="576" caption="Sebuah lokomotif kereta berjalan mundur. "]
Wajah demokrasi dan kepemimpinan Indonesia juga ditampilkan dalam “Menuju ke Masa Lalu” karya dari Yudi Sulistyo. Dengan sangat menarik dan penuh simbolisme
instalasi ruang ini berupa tiruan lokomotif kereta berukuran 179x732x62 cm. Uniknya kereta di atas rel tersebut diposisikan sedang berjalan mundur dengan lokomotif menjauhi sudut pandang pengunjung. Simbolisme ini mengandung makna sistem pemerintahan Indonesia yang diam-diam sedang dan telah mengalami kemunduran dengan hadirnya lagi sistem feodal yang ditandai hadirnya lagi orang-orang lama dan aktor-aktor politik yang terbukti di masa sebelumnya tak membawa perbaikan bagi Indonesia.
"Gemah Ripah Loh Jinawi"
Ada juga karya penuh renungan berjudul “Gemah Ripah Loh Jinawi” dari David Armi Putra. Dengan media kanvas dan akrilik karya ini berusaha mengkritik demokrasi Indonesia yang hanya disibukkan dengankekuasaan dan pergantian pemerintahan. Sementara tujuan demokrasi yang seharusnya mensejahterakan rakyat entah ada di mana. Sialnya di saat yang sama bangsa ini justru jatuh ke dalam pelukan kapitalisme. Perubahan adalah sesuatu yang harus segera dilakukan Indonesia, caranya adalah meninggalkan kapitalisme dan melupakan demokrasi gaya barat.
Instalasi ruangberjudul “Mind and Boxes” juga syarat dengan simbol namun tetap kritis. Dalam karya ini Olga Rindang Amesti memasang belasan kotak kayu dengan bonek-boneka diletakkan di dalamnya. Ada juga kotak-kotak kayu dan boneka yang berserakan di lantai. Karya ini adalah simbol dari gejolak pergantian pemimpin yang memunculkan perilaku politik dan calon pemimpin dalam kotaknya masing-masing. Mereka datang dari partai dan kotak yang berbeda-beda namun seharusnya satu tujuan yakni demi rakyat Indonesia. Sayangnya para calon pemimpin itu hanya pamer polah dan tingkah.
"Choose The Chair"
Jika sejumlah karya menampilkan simbol yang agak njlimet, maka karya berjudul “Choose The Chair” tanpa basa-basi menampilkan sebuah display sebuah kotak dengan LED yang menyorot sejumlah bentuk kursi berlapis uang. Ada beragam bentuk dan ukuran kursi namun semuanya berselimut lembaran uang. Dengan sangat gamblang simbolisme ini menunjukkan alasan mengapa banyak orang berebut kursi kekuasaan sekaligus dengan cara apa mereka merebut kursi-kursi itu.
Masih banyak sekali karya-karya hebat penuh makna dan sindiran yang tak hanya memaksa kita berpikir tapi juga merenung bercermin pada diri sendiri. Namun ART JOG 2014 tak melulu menampilkan kritik kepada demokrasi dan kepemimpinan. Ada banyak karya lainnya yang manis dan menyenangkan hati. Banyak display unik yang mengejutkan batas kreativitas orang awam. Seperti misalnya “Play Wood Installation” karya Ichwan Noor . Karya inisecara luar biasa menggabungkan ribuan potongan limbah kayu untuk membentuk tiruan mobil Formula 1 lengkap dengan pembalap di dalamnya. Dengan dimensi 495x180x108 cm, karya ini nyaris menyerupai mobil F1. Tapi karya Ichwan ini pun sesungguhnya mengandung kritik mendalam terhadap budaya global era kini yang mengagungkan go green tapi di sisi lain menampilkan praktik bisnis dan persaingan berorientasi laba.
"Play Wood Installation"
Selanjutnya ada karya Midori Hirota dari Jepang yang berjudul “Sang Saksi Sejarah”. Karya ini berupa instalasi ruang dengan 150 potret wajah orang Indonesia yang ditata dan disusun sangat manis pada dinding. Orang-orang dalam potret itu adalah saksi dari sejumlah perubahan yang sudah berlangsung di Indonesia selama bertahun-tahun. Bersama 150 potret tersebut, Midori meletakkan sebuah meja dan 4 kursi kayu di atas sebuah karpet di sudut ruang. Apa pesannya?. Mungkin Midori ingin mengajak setiap orang untuk mendiskusikan perubahan dan tidak melupakan sejarah.
ART|JOG|2014 “Legacies of Power” memang telah menampar wajah demokrasi dan kepemimpinan Indonesia yang sayangnya tak pantas untuk dirayakan. Korupsi dan bobroknya partai politik adalah etalase nyata dari “hasil” demokrasi Indonesia selama ini. Itu kata ART JOG 2014.Namun sebagai sebuah pagelaran seni rupa kontemporer, ART JOG 2014 sangat mengagumkan. Jika anda ingin menghadirinya tapi hanya punya waktu 1 jam, saya sarankan lebih baik pulang untuk datang lagi di akhir pekan saat anda punya waktu lebih dari 2 jam. Dibuka pada 7 Juni, ART JOG 2014 akan berlangsung hingga 22 Juni 2014 di Taman Budaya Yogyakarta. Dua kata untuk ART|JOG|2014: Bagus Banget!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H