Sebuah festival unik dan menarik kembali digelar di Yogyakarta. Bertempat di alun-alun utara keraton, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Dinas Pariwisata setempat menggelar Festival Bentara Upacara Adat 2014 pada Minggu sore (15/6/2014).
[caption id="attachment_311320" align="aligncenter" width="583" caption="Upacara adat Bersih Desa Luaran ditampilkan dalam Festival Bentara Upacara Adat 2014 di alun-alun utara Keraton Yogyakarta (15/6/2014)."][/caption]
Dibuka oleh GPPH Yudhaningrat yang juga adik Sri Sultan Hamengku Buwono X, acara ini menyuguhkan upacara-upacara adat yang berkembang dan dilestarikan di sejumlah daerah di Yogyakarta. Festival Bentara Upacara Adat digelar untuk memberikan ruang bagi budaya lokal agar dikenal luas dan dirawat bersama-sama. Festival ini juga diharapkan menambah wawasan dan kebanggaan masyarakat Yogyakarta kepada budaya setempat. Hal ini penting untuk menegaskan identitas Yogyakarta sebagai daerah yang kaya budaya di tengah derasnya pengaruh modernisasi. Festival ini pun menjadi komitmen pemerintah daerah untuk terus mengangkat potensi budaya lokal sebagai bagian dari simpul pariwisata Yogyakarta.
Peserta festival ini adalah kontingen perwakilan dari beberapa daerah tingkat dua di Yogyakarta. Setiap kontingen rata-rata berisikan sampai 100 masyarakat pelaku adat baik pria maupun wanita. Para peserta mengenakan pakaian adat Jawa dengan beberapa aksesoris dan perlengkapan seperti tombak dan panji. Tak ketinggalan para penabuh gamelan dan penutur melengkapi setiap kontingen.
Yang unik dari Festival Bentara Upacara Adat adalah ditampilkannya upacara adat Bersih Desa yang selama ini tak banyak diketahui orang namun sudah menjadi kebiasaan di daerah tertentu. Menariknya para peserta festival menampilkan berbagai bacam bentuk adat Bersih Desa yang dikemas berbeda namun mengusung makna yang selaras.
[caption id="attachment_311321" align="aligncenter" width="540" caption="Prajurit wanita dan prajurit pria pengawal Bersih Desa Luaran."]
[caption id="attachment_311322" align="aligncenter" width="480" caption="Pemimpin upacara adat Bersih Desa Luaran berpakaian layaknya panglima perang Mataraman."]
Kontingen Kabupaten Kulonprogo yang diwakili masyarakat pelaku adat Taruban Tuksono, Sentolo menyita perhatian dengan menampilkan upacara Bersih Desa Luaran. Prosesi diawali dengan arak-arakan prajurit wanita yang membawa panji dan prajurit pria dengan membawa tombak. Tak lama kemudian menyusul rombongan pembawa gunungan yang berisikan hasil bumi diikuti oleh sejumlah figur yang melambangkan pemimpin kampung. Mereka kemudian duduk bersila di tengah lapangan. Selanjutnya menyusul sekelompok pria berpakaian ala petani jawa dengan membawa cangkul sambil menari.
Prosesi dilanjutkan dengan pengambilan air sendang sebagai simbol pembersih desa. Namun tiba-tiba raksasa berwajah seram datang mengganggu . Para prajurit pun datang menghadang dan beramai-ramai melawannya.
[caption id="attachment_311324" align="aligncenter" width="527" caption="Gunungan simbol hasil bumi dan panen dalam upacara Bersih Desa."]
[caption id="attachment_311326" align="aligncenter" width="380" caption="Pelaksana prosesi dan penari dalam upacara Bersih Desa."]
[caption id="attachment_311327" align="aligncenter" width="540" caption="Persiapan pengambilan air sendang."]
[caption id="attachment_311329" align="aligncenter" width="485" caption="Pengambilan air sendang sebagai simbol pembersih desa."]
Semua rangkaian tersebut dipimpin oleh seorang panglima kampong yang berpakaian ala panglima perang Mataraman lengkap dengan topi, keris dan pedangnya. Aba-aba yang digunakan pun semua menggunakan bahasa Jawa.
Prosesi Bersih Desa Luaran penuh dengan simbol yang menyiratkan makna luhur. Upacara adat ini merupakan ungkapan rasa terima kasih yang kepada Tuhan atas hasil panen warga yang disimbolkan lewat gunungan. Namun selain bersyukur masyarakat juga perlu memanjatkan harapan agar panen-panen yang akan datang lebih baik. Penghancuran ogoh-ogoh atau raksasa melambangkan harapan masyarakat untuk dijauhkan dari kesulitan serta bencana yang bisa menggagalkan panen dan ketentraman desa.
[caption id="attachment_311330" align="aligncenter" width="396" caption="Mengekspresikan kegembiraan dengan menari."]
Rasa terima kasih dan gembira dirayakan secara bersama dengan kenduri dan menari.Bersih Desa Luaran membawa pesan berharga agar masyarakat menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan dengan mengutamakan kebersamaan.
[caption id="attachment_311339" align="aligncenter" width="600" caption="Penjaga upacara adat Bersih Desa."]
[caption id="attachment_311331" align="aligncenter" width="356" caption="Para prajurit menghadang raksasa yang hendak mengganggu desa dan mengambil hasil bumi."]
[caption id="attachment_311332" align="aligncenter" width="560" caption="Tusukan tombak para prajurit menghancurkan raksasa."]
Hal yang kurang lebih sama ditampilkan oleh kontingen dari Kabupaten Bantul yang membawakan upacara adat Rasulan. Disebut Rasulan karena dalam pelaksanaannya upacara ini juga diisi dengan doa dan pujian kepada Rasulullah.
Pada praktiknya Rasulan juga digelar sebagai bersih desa. Upacara yang mengedepankan kebersamaanini juga sering diselenggarakan menjelang acara-acara penting seperti pemilihan lurah. Dengan menggelar Rasulan warga diharapkan tetap rukun di tengah perbedaan pilihan.
[caption id="attachment_311334" align="aligncenter" width="540" caption="Upacara adata Rasulan, bentuk lain Bersih Desa dari Kabupaten Bantul."]
[caption id="attachment_311335" align="aligncenter" width="480" caption="Gunungan diarak pada upacara Rasulan."]
[caption id="attachment_311336" align="aligncenter" width="540" caption="Gamelan ditabuh selama upacara adat Rasulan."]
Agak berbeda dengan Bersih Desa Luaran, upacara adat Rasulan tidak terlalu banyak melibatkan simbol. Meski demikian prosesi yang ditampilkan juga melambangkan kegembiraan dan ungkapan syukur atas nikmat Tuhan yang diberikan kepada desa mereka selama satu tahun. Gunungan hasil bumi kembali digunakan bahkan diarak oleh sejumlah prajurit pria.
[caption id="attachment_311337" align="aligncenter" width="540" caption="Antusiasme wara dan wisatawan menyaksikan upacara Bersih Desa dan Rasulan."]
Benar-benar festival yang menarik. Ribuan penonton yang terdiri dari masyarakat Yogyakarta dan wisatawan rela berdesakkan untukmenyaksikannya meski selama festival berlangsung mendung dan gerimis membungkus langit. Upacara-upacara adat inipun lebih dari sekadar prosesi. Dengan melibatkan banyak orang, tari-tarian tradisional, pakaian adat dan bahasa Jawa, upacara adat juga menjadi media untuk melestarikan nilai luhur budaya lainnya.
[caption id="attachment_311338" align="aligncenter" width="348" caption="Ogoh-ogoh menjadi simbol raksasa pengganggu ketentraman dan kemakmuran desa."]
Tak hanya meriah, Festival Bentara Upacara Adat dan Bersih Desa menjadi bukti dan harapan agar budaya lokal tetap lestari dalam tata kehidupan masyarakat di tengah gempuran modernisasi dan arus budaya asing yang mempengaruhi budaya nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H