[caption id="attachment_329465" align="aligncenter" width="590" caption="Kompasianer berfoto bersama pihak dari kompas.com dan Pertamina usai makan siang di Ubud pada hari ke-3 kunjungan di Bali (10/10/2014)."][/caption]
Sepekan telah berlalu tapi pertemuan sederhana itu masih seperti baru terjadi tadi pagi. Perkenalan spontan tanpa banyak tahu, bahkan terselip malu, ternyata meninggalkan kesan yang menyenangkan.
“Bu Ifa, Mas Fandi, saya memakai kemeja batik coklat dan tas hitam menunggu di depan keberangkatan”. Begitulah salah satu pesan yang saya kirimkan kepada kompasianer Arifah Wulansari dan Afandi Sido, 2 dari 4 kompasianer yang berangkat ke Bali bersama Pertamina dan kompasianer lainnya dari sejumlah kota, 8-11 Oktober 2014 yang lalu. Ketika itu saya sudah tiba di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Saya merasa perlu memberi tahu pakaian yang saya kenakan agar bisa dikenali karena sebelumnya saya belum pernah bertemu dengan mereka, juga dengan Pak Dwi yang rupanya sudah lebih dulu tiba di bandara. Oleh karena itu hikmah pertama dari keberangkatan ke Bali pekan lalu adalah bertemu dengan sesama kompasianer Yogyakarta.
Jelang pukul 15.00 WIB secara hampir bersamaan kami bertiga akhirnya bertemu di depan pintu keberangkatan. Setelah saling memperkenalkan nama, kami bergegas untuk check in keberangkatan dan segera menuju ruang tunggu. Tak lama kemudian menyusul Pak Dwi sehingga kami berempat akhirnya bisa berkumpul menunggu penerbangan bersama.
Sambil menunggu naik ke pesawat, kami berempat berbincang ringan tentang beberapa hal. Pak Dwi saya ingat sangat antusias bercerita tentang pengalamanya di kompasiana hingga akhirnya terpilih terbang ke Bali. Demikian juga dengan mba Ifa yang mengaku masih pendatang baru di Kompasiana sehingga kadang minder dengan kompasianer lainnya yang tulisannya sudah banyak. Perbincangan di ruang tunggu itu perlahan mengikis rasa saling asing di antara kami.
Pesawat Garuda Indonesia akhirnya terbang meninggalkan Yogyakarta menuju Denpasar. Pukul 19.30 WITA kami mendarat dengan bahagia di Bandara Ngurah Rai. Setengah jam kemudian kami dihantar menuju hotel yang ternyata masih berada di dalam kompleks bandara.
Kami berempat kembali berkumpul di restoran hotel malam itu. Setelah sempat terombang-ambing bak musafir mencari makan di pinggiran jalan bandara, akhirnya perut kami terisi. Sambil menikmati makan malam, kami pun berbincang tentang beberapa hal. Kali ini saya dan Fandi Sido lebih banyak jadi pendengar. Sementara Pak Dwi dan Mba Ifa jadi “pembicara” yang berbagi pengalaman mereka mengasuh anak.
Sekitar pukul 23.00 WITA saat kami hendak meninggalkan restoran untuk kembali ke kemar masing-masing, di saat yang sama rombongan Kompasianer dari Jakarta lditemani mba Nur Hasanah dari Kompasiana rupanya baru saja tiba di lobi hotel. Kami pun bergabung sejenak untuk saling mengenalkan diri. Rasa saling asing masih begitu terasa ketika itu. Kecuali Pak Dwi dan mas Fandi yang sudah saling kenal dengan beberapa Kompasianer, saya dan mba Ifa baru kali ini bertatap muka dengan mereka. Tak lama kebersamaan kami malam itu karena rasa lelah dan malam yang sudah larut memaksa kami untuk segera beristirahat. Perkenalan pun ditutup dengan acara foto bersama.
[caption id="attachment_329526" align="aligncenter" width="504" caption="Rombongan Kompasianer dan Pertamina di Bandara Ngurah Rai menunggu terbang menuju Banyuwangi pada hari kunjungan ke-2."]
Hari ke-2 di Bali, pagi-pagi sekali kami sudah sarapan meski tak bersamaan dan tak satu meja. Masih ada rasa sungkan dan asing saat itu. Lewat pukul 06.00 WITA kami pun memulai agenda kunjungan dengan berangkat menuju Bandara Ngurah Rai. Kami terbang menuju Banyuwangi untuk kemudian menempuh perjalanan darat menuju Situbondo.
[caption id="attachment_329513" align="aligncenter" width="323" caption="Kompasianer tiba di Bandara Belimbingsari Banyuwangi di hari kunjungan ke-2."]
Di dalam bis menuju Situbondo rasa asing di antara kami perlahan terkikis. Satu persatu kompasianer memperkenalkan diri sembari menyampaikan beberapa pengalaman selama di kompasiana dan harapan dari kunjungan bersama Pertamina. Sesi perkenalan ini lumayan menghibur apalagi ternyata perjalanan darat ini menempuh waktu 3 jam, jauh melebihi perkiraan sebelumnya yang hanya 1,5 jam. Dalam sesi perkenalan itu terungkap berbagai cerita dan pengalaman lucu kompasianer. Beberapa kali tawa pun pecah di dalam bis. Salah satu yang paling saya ingat adalah kisah Pak Rushans yang sempat dimusuhi dan tidak mendapatkan restu dari sang istri untuk menulis di Kompasiana. Namun keuletan Pak Rushans menulis akhirnya meluluhkan hati sang istri hingga berbalik mendukungnya sebagai kompasianer.
[caption id="attachment_329514" align="aligncenter" width="560" caption="Sesi perkenalan Kompasianer di dalam bis menuju Situbondo."]
Lebih dari 2 jam perjalanan namun kami belum sampai di tujuan. Rasa lelah dan mengantuk menghinggapi beberapa kompasianer. Sementara saya yang masih terjaga terlibat obrolan ringan dengan Pak Rushans dan Pak Dwi. Mereka berdua begitu antusias berbagi pengalaman seputar trik dan tips menulis di Kompasiana. Dari perbincangan itu saya menangkap betapa keduanya semakin bergairah menulis di Kompasiana berkat memenangi kunjungan ke Bali ini.
Jelang pukul 11.00 WIB kami akhirnya tiba di kantor STS Pertamina di Kalbut, Situbondo. Namun ternyata kami masih harus menunggu lama untuk mengunjungi Pertamina Gas 2 yang menjadi agenda utama hari itu. Ada sekitar 1 jam waktu menanti dan para kompasianer pun mengisinya dengan berbagai kegiatan. Ada yang saling berbincang, berfoto bersama, beristirahat di ruang dalam hingga duduk melamun di bawah pohon.
[caption id="attachment_329515" align="aligncenter" width="490" caption="Kompasianer antusias menuju Pelabuhan Kalbut, Situbondo tempat Pertamina Gas 2 beroperasi."]
[caption id="attachment_329516" align="aligncenter" width="484" caption="Kompasianer turun menaiki perahu motor nelayan untuk menuju Pertamina Gas 2."]
Akhirnya saat yang dinanti tiba. Lepas waktu dzuhur, kami berangkat menuju Pertamina Gas 2 yang beroperasi di perairan laut Kalbut, Situbondo. Untuk menuju ke sana kami harus berjalan kaki lebih dulu selama 10 menit menuju pelabuhan Kalbut. Cuaca terik khas pantai dan pelabuhan terasa menyengat dan semakin membuat kami gerah. Namun antusiasme kompasianer tetap menyala apalagi di kejauhan kapal Pertamina Gas 2 terlihat begitu gagah di atas laut.
[caption id="attachment_329517" align="aligncenter" width="490" caption="Menyeberang perairan laut Situbondo."]
Untuk menjangkau Pertamina Gas 2 kami 2 kali berganti kapal. Dari pelabuhan kami menumpang kapal motor milik nelayan sebelum beralih ke Medelin Delta, kapal penghubung menuju Pertamina Gas 2. Selama perjalanan di atas Medelin Delta keakraban kompasianer makin terasa. Sekat dan rasa saling asing semakin mencair, termasuk dengan orang Pertamina dan awak media yang menemani. Mulai dari berfoto bersama hingga berbincang tentang apa saja mengisi perjalanan menuju Pertamina Gas 2.
Lewat tengah hari kami tiba dengan bangga di Pertamina Gas 2. Sebuah kapal milik Pertamina yang tak hanya gagah namun juga mengesankan. Sambutan yang menyenangkan dari awak membuat kami senang dan menikmati saat-saat di atas Pertamina Gas 2. Tanpa disadari hal itupun semakin mengakrabkan kompasianer. Usai mengikuti jamuan makan dan mengunjungi beberapa ruang di dalam kapal, kami pun dihantar menuju bangunan atas kapal di mana terdapat ruang kemudi dan anjungan. Di tempat ini kompasianer disuguhi beberapa pemandangan sudut kapal yang menarik. Foto-foto pun menjadi kegiatan utama di tempat ini.
[caption id="attachment_329524" align="aligncenter" width="536" caption="Kompasianer tiba kembali di Pelabuhan Kalbut usai mengunjungi Pertamina Gas 2."]
Pukul 15.30 kami meninggalkan Pertamina Gas 2. Dalam kondisi lelah namun bahagia, kami menuju Banyuwangi untuk menyeberang kembali menuju Bali. Di atas bis yang melaju kencang kompasianer yang sudah kepayahan memilih untuk beristirahat. Tak banyak suara perbincangan yang terdengar dalam perjalanan ini hingga akhirnya kami tiba di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi saat hari sudah gelap.
[caption id="attachment_329510" align="aligncenter" width="300" caption="Kompasianer makan malam bersama tak lama setelah meninggalkan Pelabuhan Gilimanuk untuk kembali ke Denpasar."]
Lewat pukul 21.00 WITA kami meninggalkan Pelabuhan Gilimanuk untuk menuju Denpasar. Di tengah perjalanan kami mampir ke rumah makan. Suguhan ayam betutu dan ayam goreng menjadi santapan kami. Di tempat ini kompasianer yang sebelumnya terlihat kelelahan kembali hidup. Suasana makan malam semakin seru dengan celetukan-celetukan dari meja kompasianer. Pak Gapey Sandy dan Pak Rushans saling melempar canda mulai dari saling sindir nafsu makan hingga komentar-komentar keduanya tentang rasa ayam betutu yang sedang mereka nikmati. Saya yang duduk satu meja dengan mereka hanya bisa menyimpan tawa dalam hati sambil sesekali menimpali dengan ucapan seadanya. Lain dari itu saya cukup terkejut dengan nafsu dan selera makan Pak Gapey dan Pak Rushans yang benar-benar ganas!.
Hari telah berganti ketika kami tiba kembali di Denpasar. Dini hari itu kami langsung menuju kamar masing-masing sampai keesokan harinya kami kembali berkumpul di lobi. Hari ke-3 kami menuju Ubud untuk sebuah pengalaman bersama yang menyenangkan.
Kami berangkat ke Ubud pukul 07.30 WITA. Sepanjang jalan kami ditemani oleh pemandu lokal. Berbagai cerita yang disampaikan olehnya membuat suasana perjalanan tidak membosankan. Pak Rushans menjadi bintang dalam perjalanan ini. Jawaban dan tanggapan-tanggapannyaatas penjelasan sang pemandu tak jarang menghadirkan gelak tawa di dalam bis.
[caption id="attachment_329519" align="aligncenter" width="490" caption="Kompasianer ditemani admin Kompasiana tiba di Ubud untuk rafting menyusuri Sungai Ayung di hari kunjungan ke-3."]
[caption id="attachment_329520" align="aligncenter" width="504" caption="Berfoto sejenak di sela-sela rafting."]
Hari masih pagi ketika kami tiba di Bali Adventure untuk memulai rafting menyusuri Sungai Ayung. Kami pun dibagi ke dalam beberapa perahu. Selama menyusuri sungai sesekali kami terlibat saling susul. Ketika berhasil menyusul kami pun terlibat dalam perang air.Dengan menggunakan dayung satu sama lain saling menyiramkan air ke arah wajah dan pakaian. Saya yang duduk di depan tak bisa menolak ketika beberapa kali air sungai menerpa wajah bahkan sampai masuk ke hidung dan mulut. Tapi hal itu tak menjadi soal karena sayapun beberapa kali berhasil melakukan pembalasan.
Jelang tengah kegiatan rafting usai. Setelah menikmati cemilan, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah makan untuk makan siang. Kali ini suasana akrab sudah benar-benar terjalin meski kami belum sepenuhnya saling kenal. Tiba di rumah makan Bebek Bengil kompasianer duduk di satu meja. Sambil menunggu hidangan tiba Pak Rushans dan Pak Gapey kembali mengeluarkan celetukan-celetukan yang mengundang tawa termasuk saat mencandai Pak Syukri yang mengenakan topi baru.
[caption id="attachment_329521" align="aligncenter" width="333" caption="Usai rafting Kompasianer menuju Bebek Bengil untuk makan siang bersama."]
Sajian yang ditunggu pun tiba. Kami semua menikmati seporsi bebek utuh dengan urab khas Bali. Saya yang duduk berdekatan dengan Pak Rushans dan Pak Gapey kembali terpana dengan semangat makan mereka. Pak Gapey sambil menikmati bebek di depannya memberikan penilaian dan kritik terhadap olahan Bebek Bengil yang dianggapnya terlalu krispi. Sambalnya pun menurutnya tidak sempurna. Sementara Pak Rushans tampak tak terlalu peduli dengan penilaian Pak Gapey, ia terus saja lahap. Ada satu kejadianlucu ketika Pak Rushans meminta tambah minuman jus jeruk yang kemudian ditolak oleh pelayan karena welcome drink hanya diberikan sekali.
[caption id="attachment_329522" align="aligncenter" width="490" caption="Kompasianer "]
Makan siang selesai tapi kebersamaan Kompasianer hari itu terus berlanjut. Kami dibawa menuju Puri Agung Peliatan untuk menyaksikan pertunjukkan tari legong. Di tempat ini lagi-lagi berfoto menjadi kesibukan Kompasianer. Fasad bangunan puri yang eksotik memang sayang dilewatkan dengan hanya dipandang tanpa berfoto. Di tempat ini kembali karakter asli setiap Kompasianer perlahan tersingkap. Ahmad Nurisal yang awalnya terkesan kalem ternyata selalu heboh dan antusias untuk urusan foto. Dengan bergaya ala penari Bali yang gagal, ia meminta saya mengambil gambarnya dengan latar belakang gerbang puri. Saya yang menyaksikannya dari balik jendela bidik hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya.
Dari Puri Agung Peliatan Ubud kami akhirnya kembali ke hotel. Namun hanya 2 jam berselang kami kembali berkumpul di lobi untuk bersiap makan malam di Garuda Wisnu Kencana (GWK). Saat di lobi inilah kami bertemu dengan Kompasianer asal Bali, Agung Soni. Sayang malam itu kami tak bisa lama bersama mas Agung karena pemandu sudah mengarahkan kami untuk segera menuju bis. Setelah berfoto bersama, Pak Agung pun berpamitan dan menyusul kemudian bis kami berangkat menuju GWK.
[caption id="attachment_329523" align="aligncenter" width="490" caption="Pak Agung Soni (berbaju merah), Kompasianer asal Bali menemui kami di hotel sesaat sebelum makan malam."]
Kebersamaan Kompasianer berlanjut melalui jamuan makan malam di Jendela Bali yang terletak di dalam kompleks GWK. Menunggu hidangan tiba, kamipun menikmati suasana dan pemandangan malam di sekitar GWK sambil memperbincangkan berbagai hal mulai dari kaki yang terasa mau putus seusai rafting, kapan uang saku diberikan sampai cerita tentang laundry di hotel di mana ongkos cuci sepotong kemeja mencapai Rp. 23.000.
[caption id="attachment_329512" align="aligncenter" width="490" caption="Menuju pusat oleh-oleh setelah makan malam di Jendela Bali, Garuda Wisnu Kencana."]
Agenda makan malam akhirnya ditutup dengan pemberian hadiah kepada 3 pemenang utama lomba blog Kompasiana-Pertamina. Kami pun kembali ke dalam bis. Namun rupanya kebersamaan Kompasianer terus berlanjut. Agenda belanja oleh-oleh yang sebelumnya direncanakan Sabtu pagi dimajukan malam itu juga. Kami pun singgah di pusat oleh-oleh ternama. Sejumlah Kompasianer tampak antusias membeli banyak oleh-oleh. Pak Dwi bahkan harus dua kali keluar masuk untuk memborong oleh-oleh. Kompasianer lainnya tak jauh beda membeli oleh-oleh yang dikemas dalam berbagai kardus. Sementara saya jauh-jauh ke Bali yang dibeli justru kemeja batik semi tulis berwarna merah marun.
Jam hampir menunjukkan pukul 24.00 WITA ketika kami tiba di hotel seusai berbelanja oleh-oleh. Satu jam kemudian saya terlelap dan bangun kembali pukul 04.30 WITA. Pagi hari beberapa Kompasianer sarapan bersama di restoran hotel. Mengambil tempat di dekat kolam renang di pinggi pantai kami berbincang untuk terakhir sebelum berpisah meninggalkan Bali.
[caption id="attachment_329486" align="aligncenter" width="560" caption="Kompasianer berbincang sambil sarapan bersama di hari terakhir kunjungan ke Bali."]
[caption id="attachment_329487" align="aligncenter" width="560" caption="Berbagi cerita pagi."]
Dalam suasana santai, kami memperbincangkan beberapa hal ringan seputar Kompasiana. Ikut bergabung bersama kami ada Pak Agung Soni yang sengaja kembali menemui kami pagi itu. Ia bercerita tentang beberapa kejadian dan isu menarik di Bali termasuk mengenai pengenaan jilbab bagi wanita muslim di sejumlah instansi dan perusahaan di Bali.
Beberapa waktu kemudian kami pun berpisah. Beberapa Kompasianer terutama yang dari Jakarta menemani Pak Agung menuju rumahnya. Sementara saya memilih tetap di hotel untuk menyelesaikan urusan karena kami yang dari Yogyakarta pulang 2,5 jam lebih awal dibanding rombongan Kompasianer dari Jakarta. Apalagi saat itu saya baru merasakan sakit karenaluka sobek sepanjang 2 cm di telapak kaki kiri.
Jelang pukul 12.00 WITA kami berempat Kompasianer dari Yogyakarta check out dari hotel. Di lobi hotel kami meninggalkan mba Nur Hasanah seorang diri menanti Kompasianer dari Jakarta yang belum keluar kamar.
Maju beberapa jam kemudian pesawat Garuda Indonesia GA 253 mendarat dengan lancar di Bandara Adi Sucipto membawa kami tiba kembali di Yogyakarta. Malam harinya saya mulai membuka satu per satu kartu memori kamera. Melihat beberapa gambar saya kembali merasa beruntung menjadi bagian dari Kompasiana.
[caption id="attachment_329467" align="aligncenter" width="560" caption="Kompasianer berjalan bersama menuju Pelabuhan Kalbut, Situbondo, Jawa Timur pada hari kunjungan ke-2."]
Lewat Kompasiana berbagai pengalaman kami dapatkan. Kompasiana telah membuktikan bahwa pertemanan bisa dengan mudah terjalin tanpa harus banyak alasan, tanpa harus punya banyak kesamaan. Ada rasa saling asing dan malu, tapi kami semua dengan mudah disatukan hanya dengan satu nama yakni Kompasiana. Terima kasih untuk semua pengalaman menyenangkan dan berharga selama di Bali. Sampai Nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H