Pasar Sekaten sedang digelar di Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta. Sejak akhir November lalu ribuan penjual dan ratusan kios menggelar aneka dagangan mulai dari makanan, buah-buahan, pakaian, mainan anak, sepatu, peralatan rumah tangga hingga peralatan elektronik. Tak ketinggalan puluhan wahana permainan seperti kemudi putar, kora-kora, kereta mini, kolam air dan lain sebagainya bisa dinikmati di tengah-tengah pasar.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pasar Sekaten 2014 kali ini pun diserbu masyarakat Yogyakarta dan wisatawan baik yang ingin membeli beberapa barang maupun hanya sekadar berjalan-jalan menikmati suasana pasar. Gegap-gempita Pasar Sekaten semakin terasa di malam hari di mana warna-warni lampu dari wahana permainan berpadu dengan ramainya pengunjung. Meski demikian aktivitas pasar sudah dimulai sejak siang hari.
Dalam setiap penyelenggaraan Pasar Sekaten ada satu hal yang paling menarik perhatian pengunjung yakni “Awul-awul” atau bursa pakaian bekas impor. Diberi nama “Awul-awul” karena banyak pakaian bekas impor yang ditumpuk begitu saja di atas kotak-kotak kayu hingga menggunung. Pembeli dipersilakan membongkar tumpukan tersebut untuk mencari dan menemukan pakaian yang diinginkan. Aktivitas mencari dan membongkar pakaian ini disebut dengan “Ngawul”atau mengaduk-aduk.
[caption id="attachment_341765" align="aligncenter" width="474" caption="Sejumlah orang sedang memilih pakaian bekas di "]
Bursa pakaian bekas impor “Awul-awul” menempati sisi barat dan timur Pasar Sekatenatau tepat di pinggir alun-alun sehingga keberadaannya bisa langsung diakses dari tempat parkir tanpa harus lebih dulu masuk ke tengah-tengah pasar. Di setiap kios ribuan pakaian impor ditumpuk dan digantungkan menyesaki hampir ruangan kios yang sederhana.
Aneka jenis pakaian tersedia di “Awul-awul”, mulai dari kaus, jaket, jas, kemeja, sweater hingga celana jeans.Berbagai model pakaian pun bisa dijumpai mulai dari pakaian sehari-hari hingga pakaian dengan rancangan aneh dan unik yang tak biasa dikenakan oleh orang Indonesia. Melihat label, gambar dan ornamen yang menempel, kita akan segera tahu kalau banyak di antara pakaian-pakaian bekas tersebut berasal dari negara-negara Asia Timur.
[caption id="attachment_341768" align="aligncenter" width="526" caption="Tumpukan pakaian bekas "]
[caption id="attachment_341773" align="aligncenter" width="534" caption="Selain ditumpuk di atas kotak kayu, pakaian-pakaian bekas impor juga digantung secara rapi layaknya di toko-toko pakaian."]
[caption id="attachment_341766" align="aligncenter" width="526" caption="Deretan pakaian bekas impor dipajang di sebuah kios "]
[caption id="attachment_341767" align="aligncenter" width="527" caption="Tak hanya di dalam kios, pakaian bekas juga dipajang di luar dekat jalan untuk menarik pembeli. "]
[caption id="attachment_341774" align="aligncenter" width="357" caption="Harga murah menjadi daya tarik utama dari bursa pakaian bekas impor "]
Meski berlabel pakaian bekas namun rata-rata pakaian yang dijual di “Awul-awul” masih dalam kondisi baik dan layak pakai.Yang tak kalah menarik minat pembeli selain embel-embel “impor” adalah harganya yang sangat murah. Satu potong pakaian di “Awul-awul” dihargai mulai dari Rp 5.000 hingga yang termahal Rp 35.000. Hampir semua pakaian dijual dengan harga pas, namun jika membeli beberapa potong atau ada sedikit cacat pada pakaian yang dibeli, penjual di kasir tak keberatan untuk memberikan sedikit potongan harga.
Membeli pakaian bekas di “Awul-awul” telah menjadi kebiasaan bagi sejumlah orang setiap kali Pasar Sekaten digelar. Pak Sudiran misalnya, warga Yogyakarta ini mengaku sering sengaja ke “Awul-awul” Pasar Sekaten hanya untuk membeli kaus atau celana. “Lumayan mas, nggo neng sawah, reged-regedan” (lumayan mas, untuk ke sawah dan kotor-kotoran). Begitu penuturan beliau ketika sedang memilih dan memilah pakaian di “Awul-awul” pada Minggu, 7 Desember 2014 yang lalu.
Label pakaian bekas juga tidak lantas membuat “Awul-awul” identik dengan kalangan tidak mampu. Tak sedikit kalangan berduit yang ikut “Ngawul”.Tak ada gengsi dan sungkan dari para pembeli itu untuk berburu pakaian bekas. Selain banyak didatangi para orang tua, Awul-awul juga menjadi incaran banyak anak muda pengunjung Pasar Sekaten. Menurut cerita dahulu “Awul-awul” menjadi surga pakaian bagi para mahasiswa karena harganya yang murah.
[caption id="attachment_341770" align="aligncenter" width="526" caption="Pembeli sedang memilih dan mencocokkan pakaian di salah satu kios "]
[caption id="attachment_341771" align="aligncenter" width="528" caption="Sepasang muda-mudi sedang memilih pakaian di"]
Aktivitas “Ngawul” begitu menarik bagi banyak orang terutama pelanggan setianya. Para pembeli itu akan mengelilingi satu tumpuk pakaian yang sama dan bersama-sama membongkarnya hingga tak jarang beberapa potong pakaian jatuh ke lantai.Tumpukan pakaian yang berantakan itu pun akan kembali dibongkar setiap kali pembeli datang. Sering kali para pembeli itu pun saling bercanda saat “Ngawul” bersama.
Meskipun demikian tak semua pakaian bekas ditumpuk menggunung di atas kotak kayu. Banyak juga pakaian bekas yang ditata rapi di atas gantungan layaknya di toko-toko pakaian. Jika lebih beruntung pembeli bisa mendapatkan pakaian yang diinginkan langsung dari dalam karung pakaian yang sesekali akan dibongkar oleh penjual untuk menambah stok.