Mohon tunggu...
Nanda Wardhana
Nanda Wardhana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Penggratisan Tol pada Puncak Arus Mudik/Balik Jangan Hanya Wacana

8 Juli 2016   12:25 Diperbarui: 20 Juni 2018   09:26 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto: Pintu Tol Cikarang (Sumber: Tribunnews.com)

Salam kawan-kawan, terutama rekan Bina Marga dan atau BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol), Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, seluruh Kementerian Lembaga Terkait. Serta dengan hormat kepada Presiden RI bapak Jokowi. Tentu kita sangat sedih dan pilu mendengar kabar duka di hari kemenangan. Kali ini bukan kecelakaan penyebabnya, tapi kemacetan!

Saya sebagai bagian kecil dari Pemerintah merasa malu dan ikut bertanggungjawab serta ikut memikirkan solusi sehingga peristiwa memilukan ini tidak akan pernah terjadi lagi.

Solusi jangka panjang tentu sudah dipikirkan, bahkan sudah dan sedang dilaksanakan oleh Pemerintah, yaitu dengan meningkatkan kemantapan jalan, membangun banyak ruas jalan baru, jembatan, menambah armada transportasi umum. Hingga upaya khusus seperti penambahan personel Polisi Pengatur Lalu Lintas hingga menambah posko-posko kesehatan atau peristirahatan di masa-masa arus mudik/balik.

Namun ternyata upaya-upaya tersebut belum cukup membendung volume kendaraan yang seringkali diatas prediksi. Perlu terobosan untuk mengatasinya yaitu : Bebaskan (Gratiskan) Tol pada puncak arus Mudik/Balik.
Mengapa?

Pertama, hal ini tentu akan sangat memangkas waktu tempuh, memang saat ini proses pembayaran tol sudah sangat cepat, hanya hitungan detik. Namun jika dikalikan puluhan hingga ratusan ribu kendaraan, inilah yang menyebabkan kendaraan bisa "parkir" berjam-jam. Dengan membebaskan kendaraan lewat pintu tol, sudah pasti kita bisa "meloloskan" lebih banyak kendaraan.

Kedua, dengan waktu tempuh yang lebih singkat, tentu ada potensi penghematan BBM yang dibakar kendaraan, juga kerugian lain yang bisa dihitung seperti kita menghitung kerugian akibat kemacetan Jakarta sehingga MRT yang sangat mahal menjadi layak bangun.

Baca: 12 Orang Meninggal Dunia Akibat Terjebak Macet Horor di Brebes

Ketiga, yang paling penting kita dapat menyelamatkan jiwa. Memang tidak kita pungkiri bahwa memang ada korban meninggal karna kecelakaan, hal ini sudah sangat diupayakan Pemerintah dengan menerapkan Zero Accident dengan segala kebijakannya. Sehingga dapat menekan angka kecelakaan dan dapat menyelamatkan jiwa. 

Kita juga tidak menyangkal bahwa kesehatan prima adalah keharusan bagi pemudik. Namun kita tidak dapat menutup mata bahwa perjalanan ditambah terjebak kemacetan berjam-jam dapat mengakibatkan stress dan kelelahan luar biasa.

Penggratisan tol ini bukan hal yang baru. Kita masih ingat aksi Pak Dahlan Iskan yang menggratiskan tol karena merasa bertanggung jawab melihat antrian di pintu tol yang luar biasa panjang.

Baca: Pintu Tol Masih Antre, Dahlan Iskan Gratiskan Pintu Tol Ancol 

Memang, sudah tentu, seperti minum obat, ada yang memiliki efek samping. Menurut saya, "efek samping" terbesar dari kebijakan ini adalah hilangnya penerimaan negara atau pendapatan operasional jalan tol. Hal ini akan mengganggu cash flow terutama perusahaan yang mengoperasikan jalan tol.

Sudah selayaknya Pemerintah memberikan subsidi biaya Tol Ini jika mempertimbangkan kerugian akibat kemacetan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, khusus pada puncak arus mudik/balik saja. 

Baca: Lagi, Dahlan Iskan Gratiskan Tol Ancol Barat

Namun jika Pemerintah menganggap bahwa hal ini tidak layak secara finansial, kita dapat menambah kebijakan lain seperti menerapkan sistem rekam nomor polisi kendaraan dan menagihkannya kemudian, misalnya pada saat pembayaran pajak tahunan kendaraan, hal ini sangat mungkin karena mudik juga tahunan. Ditambah lagi sistem database di Kepolisian yang sudah semakin baik.

Sistem rekam nopol ini juga sudah diterapkan di luar negeri sejak sangat lama. Jadi sangat mungkin dilakukan.

Baca: Di Inggris, Dioperasikan Kamera yang Merekam Nomor Polisi

Jika Pemerintah masih beranggapan ini memberatkan karena ada biaya tambahan, Menurut saya masyarakat akan rela mengeluarkan uang lebih demi kelancaran mudik. Sama seperti kita, atau saya pribadi yang rela membeli tiket mudik yang harganya dua bahkan tiga kali lipat dari harga normal.

Jika memperhitungkan kelayakan finansial tentu membutuhkan kajian panjang, namun jika berbicara soal nyawa Warna Negara Indonesia, tentu negara wajib melindunginya. Seperti Pemerintah yang mengeluarkan upaya dan biaya ekstra untuk menyelamatkan WNI yang disandera atau menyelamatkan TKI yang terjerat hukum di luar negeri.

Sudah waktunya kita memberikan keringanan kepada orang yang berpergian/dalam perjalanan (musafir). Seperti halnya Islam yang sangat memberikan keringanan kepada musafir, seperti keringan bersuci dengan tayamum, keringanan shalat dengan jamak, qashar, shalat dikendaraan, gugurnya kewajiban shalat jum'at, keringan untuk tidak berpuasa. Bahkan ada musafir yang berhak menerima zakat dan sedekah tidak memandang miskin atau kaya (ibnu sabil)

Kita berharap semoga pesan ini dapat sampai ke penentu kebijakan, terutama Bapak Presiden dan Menteri, sehingga dapat dipertimbangkan. Semoga kita sebagai Aparatur Negara dapat mampu memberikan pelayanan prima kepada Masyarakat. Semoga Allah meridhai setiap langkah kita. Selamat meraih kemenangan, mohon maaf lahir dan batin.

Salam,
Nanda Wardhana
Orang PUPR

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun