Mohon tunggu...
Wardatus Sholihah
Wardatus Sholihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Malang

Semangatt

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Penyebab Sulitnya Seseorang Mengatur Emosi Dirinya?

21 November 2022   09:15 Diperbarui: 21 November 2022   09:35 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sulit Mengatur Emosi (Freeprik-UI Sehat Mental)

Nah bagaimana cara kita meregulasi emosi?

  • Mengontrol Ekspektasi

Kita bisa mengontrol ekspektasi kita terhadap kejadian yang akan terjadi. Ini bisa dilakukan sebelum kita mengalami suatu kejadian atau mengalami suatu stimulus. Jadi seperti ini bayangkan dua orang yang berbeda misal mawar dan rahmat dua-duanya sama bakalan dicopet pas lagi nonton konser. Nah ada hal yang berbeda dari dua orang ini perbedaannya adalah mawar sudah punya ekspektasi bahwa dia akan di copet ketika sedang nonton konser karena dia tahu bahwa didaerah yang ramai dan banyak orang terutama itu konser itu rawan banget sama copet sementara rahmat dia gak punya ekspektasi apapun dia gak tahu kalau dia bakalan dicopet dan kalaupun dia dicopet dia gak punya persiapan apapun. Na akhirnya kedua nya sama-sama dicopet dan sama-sama kehilangan uang sekitar tiga ratus ribu beserta surat-surat penting di dompetnya.

Menurut kalian siapa yang bakalan lebih sedih?

Dalam kasus ini cenderung yang bakalan sedih pastinya Rahmat karena tadi dia gak memasang ekspektasi apapun diawal kalau dia bakalan ke copetan bahkan mungkin ekspektasinya berlebihan banget seperti wah kayaknya saya akan bahagia banget melihat konser ini dan lain sebagainya. Sementara Mawar dia sudah punya bayangan bahwa dia bakal kecopetan saat nonton konser tapi ya gak papa lah siap-siap aja karena mawar sudah punya ekspektasi yang rendah dan sudah siap-siap Mawar jadinya gak terlalu kaget, gak terlalu sedih, dan gak terlalu kepikiran berlebih soal pencopetan ini. Mawar lebih bisa mengontrol emosinya ketika dia sudah kecopetan berbeda dengan Rahmat dia mungkin akan cenderung merasa sedih banget karena gak mengekspektasikan apa-apa tahunya malah kecopetan. Na ini adalah jenis regulasi yang pertama yaitu mengontrol ekspektasi. Intinya kalau kita mempunyai ekspektasi yang rendah terhadap sesuatu ekspektasi itu akan membantu kita untuk lebih tenang menangani potensi-potensi masalah yang akan datang.

  • Mengontrol Interpretasi

Setelah kita menerima sebuah kejadian atau stimulus sebenarnya kita bisa memikirkan kejadian itu dari sudut pandang yang berbeda. Pastinya secara otomatis kita cenderung akan merasakan emosi negatif ketika ada kejadian yang menimpa diri kita ketika kejadian itu negatif. Nah tapi sebenarnya kita punya pilihan untuk memikirkan ulang interpretasi atas kejadian tersebut secara kognitif jadi bisa dipikirin bisa diubah gitu dan ini bisa memengaruhi intensitas emosi yang kita rasakan. Ketika kita dijahatin orang kita bisa saja memilih untuk melakukan interpretasi terhadap kejahatan orang tersebut mungkin awalnya kita kesel karena ngerasa waduh kenapa sih orang ini tapi sebenarnya kita bisa nyoba lihat dari persepektif lain dibandigkan kita nyalahin dunia dan orang yang ngejahatin kita sepenuhnya kita bisa reinterpretasi se simpel ya kenapa si dia ngelakuin itu? Apa sebelumnya dia ngalamin hal yang sama kayak aku? Jika kita mengalami hal yang sama seperti itu apakah kita akan melakukan hal yang sama? Sebaiknya kita harus mengubah pemikiran kita bahwa anggaplah hal negatif yang kita alami sebagai tantangan dan kesempatan belajar untuk berkembang. Reinterpretasi ini bakalan ngaruh ke emosi yang kita rasakan karena tadi saat kita mengalami emosi kalau interpretasi kognitif kita negatif emosi itu akan semakin negatif sebaliknya kalau interpretasinya positif pas lagi marah, sedih dan emosi negatif lainnya kita rasakan itu semua emosi tadi bakalan bisa menghasilkan dampak positif yang besar banget buat kita. Misal kita lagi marah ya sudah kita kan sebenarnya bisa aja menginterpretasi kemarahan itu sebagai momentum buat kita berkarya seperti kita bikin musik gitu untuk menuangkan kemarahan kita atau misalnya kita lagi sedih kita bisa saja menuangkan kesedihan itu lewat tulisan yang kita buat. Menariknya, kalau misalnya bikin sesuatu didukung sama emosi kita yang pas banget karya kita jadi jauh lebih autentik dan jauh lebih bagus.

Ingat! Jangan begitu terlarut dalam emosi. Biasanya ini terjadi saat kita dibuat kesal sama orang terus kita ngerasain gejala emosinya terus kita ikutin emosi itu dan kita ngelakuin hal-hal yang bakalan kita sesali entah itu ngata-ngatain orang yang bikin kita kesal sampai kita gak jadi lagi temanan sama dia atau sampai berkelahi dan mecah-mecahin barang. Ini contoh yang umum banget dimana orang terlarut dalam emosinya dan membiarkan emosi itu mengontrol perilaku mereka. Selalu ingat bahwa perilaku itu bisa kita kontrol, dalam keadaan marah kita bisa milih untuk ngatain balik, kita bisa milih untuk minum air putih dulu biar tenang, kita bisa milih untuk diam dulu dan kita bisa memilih untuk langsung berkelahi saja. Ini yang harus kita sadari bahwa kita pasti punya pilihan kecuali dalam kasus tertentu misal kita mengalami depresi maka tentu kapasitas untuk memilih akan berbeda dengan orang yang tidak mengalami depresi tapi secara umum ingat bahwa kita bisa memilih. Jadi kita harus sadar bahwa perilaku adalah hasil pilihan, bukan hasil dari emosi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun