Mohon tunggu...
Wardatus Sholihah
Wardatus Sholihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Malang

Semangatt

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seberapa Pentingnya Moral Untuk Anak Usia Dini?

5 November 2022   10:49 Diperbarui: 5 November 2022   10:53 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsep Perkembangan Moral Anak (fatonikeren.blogspot.com)

Terkadang kita menganggap bahwa perkembangan moral itu tidak begitu penting bagi diri kita sendiri. Nyatanya jika kita lihat-lihat perkembangan zaman saat ini perkembangan moral itu begitu penting khususnya untuk anak usia dini karena perkembangan moral mengajarkan kepada anak untuk bersikap sopan kepada kedua orang tua, guru dan orang-orang yang lebih tua dari mereka. Jika perkembangan moral tidak diajarkan sejak anak usia dini maka dampaknya akan terlihat saat masa-masa remaja mereka. Terkadang kita melihat hal-hal yang berhubungan dengan kurangnya moral yang dimiliki yaitu saat berada di sekolah. Biasanya anak remaja banyak yang berperilaku tidak sopan dengan gurunya, seperti mendahulukan gurunya ketika sedang berjalan bersama, menganggap gurunya sebagai temannya sendiri, dan masih banyak lagi. Na hal tersebut jika kita cari tahu pasti ketika masa-masa usia dini orang tua kurang memperhatikan perkembangan moralnya.

Na maka dari itu, di artikel kali ini kita akan membahas tentang perkembangan moral anak usia dini. Ayo kita cari tahu apa si perkembangan moral itu? Bagaimana si teori perkembangan moral menurut Piaget dan Kolhberg? Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan moral anak usia dini? Apa saja tahap perkembangan nilai moral anak? Bagaiman upaya meningkatkan perkembangan moral anak usia dini?

Perkembangan Moral Anak Usia Dini

Pendidikan pertama yang diterima seorang anak pada tahap kehidupannya adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan hal itu sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak selanjutnya. Agar anak memiliki masa depan jangka panjang, pendidikan anak usia dini memiliki peranan penting. Anak akan berkembang terus menerus sepanjang hidupnya. Tingkat pendidikan anak tidak mempengaruhi perkembangannya, yang akan berlanjut secara terus-menerus sampai anak akhir hayatnya.

Perkembangan moral pada anak usia dini merupakan suatu metode untuk memperkenalkan aturan-aturan sosial kepada lingkungan sejak dini. Upaya perkembangan moral tidak hanya dilakukan sebagai bagian dari kehidupan budaya, tetapi juga dilakukan sebagai bagian dari upaya pelestarian etika, norma, nilai-nilai dan tata krama yang sejalan dengan kehidupan manusia yang sudah diajarkan dan ditanamkan sejak dini.

Pada saat lahir, tidak ada anak manusia yang memiliki hati Nurani atau skala nilai. Akibatnya, setiap bayi yang baru lahir dapat di anggap amoral atau nonmoral (Fawzia A. Hadis, 1999:75). Maksud dari pendapat tersebut bahwa kemuliaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya terletak pada keagungan manusia yang menjunjung tinggi moralitas dalam kehidupannya. Tentunya hal tersebut memerlukan proses pendidikan yang tidak mudah.

Perkembangan perilaku moral anak jelas berbeda-beda, ada kalanya berkembang pesat dan ada kalanya berkembang terlalu lambat. Salah satu proses yang dialami anak dalam bentuk perubahan tingkah laku, budi pekerti, maupun akhlak mulia, dan perkembangan karakter anak berbeda-beda sesuai dengan bertambahnya usia.

Perkembangan ini terjadi dalam tubuh atau pikiran anak. Untuk membantu anak memahami perbedaan antara benar dan salah dan bagaimana berperilaku dengan tepat, orang tua dan guru harus lebih memperhatikan bagaimana anak-anak mereka berkembang di sekolah.

Ketika seorang anak melakukan kesalahan, orang tua dapat menegur anak dan memberikan penjelasan atas kesalahan tersebut serta memberi tahu anak tentang perilaku buruk yang dilakukannya. Orang tua mempunyai peran penting di rumah dalam bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka agar memiliki perkembangan moral yang baik. Pengasuhan yang seperti itulah sangat berpengaruh baik terhadap pembentukan moral dalam diri anak.

Teori Perkembangan Moral Menurut Piaget

Saat menganalisis gejala perkembangan moral anak, Piaget memfokuskan diri pada aspek cara berpikir anak tentang isu-isu moral. Cara yang digunakannya adalah dengan mengamati dan mewawancarai kelompok anak usia 4-12 tahun yang terlibat dalam suatu permainan. Piaget mengamati anak-anak yang sedang bermainan kelereng untuk mengetahui bagaimana mereka menggunakan dan mematuhi aturan bermain. Piaget juga bertanya tentang isu-isu yang berhubungan dengan moral seperti: mencuri, berbohong, hukuman, dan keadilan. Dilihat dari hal tersebut Piaget menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda tentang moralitas. Hal ini tergantung pada tingkat perkembangannya.

1. Tahap Moralitas Heteronomus (heteronomous morality)

Pada tahap ini biasanya rentang terjadi pada anak usia 4-7 tahun. Anak beranggapan bahwa keadilan dan peraturan merupakan sifat-sifat yang dimiliki setiap lingkungan yang tidak bisa diubah dan tidak bisa dikontrol oleh orang lain dengan kata lain lepas dari kendali manusia. Jadi maksud dari tahap ini anak beranggapan bahwa keadilan sebagai sesuatu yang tetap ada, jika aturan dilanggar maka hukuman akan diberikan kepadanya segera. Seperti contoh: Jika seorang anak diingatkan oleh orang tuanya bahwa jika dia tidak makan, dia akan sakit. Na ketika anak mendengar seperti itu pasti dia akan langsung percaya dengan apa yang dikatakan oleh orang tua nya dan dia pasti akan nurut sesuai apa yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya. Dan juga ketika disuruh oleh guru sebelum masuk kelas harus berbaris rapi, jika tidak rapi tidak diperboleh masuk kelas pasti anak akan melakukan sesuai dengan apa yang dikatakan gurunya karena pastinya dia merasa takut jika tidak diperbolehkan masuk ke dalam kelas.

2. Tahap Moralitas Otonomus (autonomous morality)

Pada tahap ini biasanya rentang terjadi pada anak usia 10 tahun ke atas. Anak menyadari bahwa aturan-aturan dan hukum itu dibuat oleh manusia. Pada tahap moralitas otonomus, anak yang berpikir moral pada tahap ini suat mulai mempertimbangkan niat dan konsekuensinya ketika menilai suatu perbuatan seseorang. Pada tahap ini kesadaran moral muncul secara mandiri dalam diri secara individu yang mempengaruhi perilaku moralnya dan bukan paksaan dari orang lain. Pemahaman sosial anak lebih sering terjadi melalui teman sebayanya dimana anak memiliki status dan kekuatan yang sama dari pada melalui hubungan orang tua dengan anak.

Teori Perkembangan Moral Menurut Kohlberg

Lawrence Kohlberg adalah salah satu psikolog yang sangat berjasa dalam penelitian tentang penalaran moral. Kohlberg tertarik meneliti perkembangan moral setelah terinspirasi hasil pemikiran Piaget dan kekagumannya atas reaksi anak-anak. Kohlberg mengemukakan bahwa ketika dilahirkan, anak belum membawa aspek moral. Ia menekankan bahwa cara berpikir tentang moral berkembang menurut tahapan tertentu. Adapun tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg terdiri atas 3 tahap:

1. Penalaran Moral Prakonvensional (preconventional reasoning)

Tahap ini terjadi pada anak sebelum usia 9 tahun. Tahap ini merupakan tingkat penalaran moral terendah. Pada tahap ini terdapat 2 subtahap yakni moralitas heteronom dan individualisme. Perilaku baik dan buruk itu didasarkan pada reward (imbalan) dan punishment (hukuman) eksternal. Reward berkaitan dengan pemberian hadiah sebagai penguatan. Sedangkan punishment eksternal berkaitan dengan pemberian hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki perilaku menjadi lebih baik.

  • Moralitas Heteronom

Pada tahap ini orientasi atau pengenalan penalaran moral anak usia dini dihubungkan dengan punishment (hukuman). Seperti contoh: anak tidak akan membuang sampah sembarangan karena takut mendapatkan hukuman. Suatu tindakan tersebut dianggap salah secara moral bila ada hukuman bagi orang yang melakukan kesalahan tersebut. Karena semakin kerasnya hukuman yang diberikan maka, dianggap semakin salah tindakan tersebut.

  • Individualisme

Pada tahap ini penalaran individu yang memikirkan dirinya sendiri dianggap sebagai hal yang benar dilakukannya dan hal ini juga berlaku untuk diri orang lain juga. Karena itu menurut mereka apa yang mereka lakukan dengan benar adalah sesuatu yang melibatkan pertukaran yang setara. Anak berfikir bahwa jika ia melakukan suatu perbuatan baik kepada orang lain, pastinya orang lain juga akan melakukan hal yang serupa kepada dirinya.

2.  Penalaran Konvensional (conventional reasoning)

Tahap ini biasanya mulai terjadi pada masa anak remaja awal. Tahap ini merupakan tahap dimana individu memasuki peran sosial. Pada tahap ini anak mulai memperlakukan standar moral tertentu, standar moral tersebut ditentukan oleh orang lain, seperti orang tua, guru, dan pemerintah. Anak mencoba memiliki perilaku baik untuk memenuhi harapan masyarakat. Anak mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimiliki dirinya sendiri. Anak mulai mengevaluasi moralitas suatu tindakan pada titik ini dengan mengevaluasi akibatnya, seperti mengembangkan hubungan interpersonal yang manusiawi melalui rasa hormat, rasa terima kasih, toleransi, dan kebaikan lainnya.

  • Ekspektasi interpersonal, mutual, hubungan dengan orang lain dan konformitas interpersonal

Pada tahap ini, orang menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar penilaian moral. Agar orang tua menganggap dirinya sebagai anak yang baik, anak-anak dan remaja sering kali mengadopsi standar moral dari orang tua mereka.

  • Moralitas sistem sosial

Pada tahap ini, penilaian moral didasarkan pada pemahaman tentang ketertiban masyarakat, hukum, keadilan, dan tanggung jawab. Misalnya: Harus ada undang-undang untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak sehingga tidak ada kekerasan terhadap mereka.

3. Penalaran Pascakonvensional (postconventional reasoning)

Tahap ini mulai terjadi pada anak dewasa muda. Individu ini menyadari lintasan moral alternatif pada tahap ini, menyelidiki pilihan ini, dan kemudian membuat keputusan berdasarkan kode moral pribadi.

  • Kontrak sosial dan hak individu

Pada tahap ini, orang berpikir bahwa nilai, hak, dan prinsip lebih penting atau mencakup cakupan yang lebih luas daripada hukum. Sejauh mana sistem hukum dan sosial yang ada menjamin dan menjaga hak asasi manusia dan nilai-nilai dasar manusia dapat digunakan sebagai ujian bagi evaluasi dan validasi. Lickona, T., dan Kohlber (1976) mengatakan bahwa hukum dilihat sebagai kontrak sosial daripada keputusan tegas. Keputusan yang tidak membawa bantuan pemerintah yang ramah harus diubah jika penting untuk membawa beberapa manfaat bagi beberapa individu.

  • Prinsip etika universal

Seseorang telah menetapkan standar moral berdasarkan hak asasi manusia universal pada tahap ini. Meskipun fakta bahwa pilihan ini membawa risiko, ketika dihadapkan dengan konflik antara hati nurani dan hukum. Pada tahap ini, penalaran moral didasarkan pada penalaran abstrak yang memanfaatkan prinsip-prinsip etika universal. Dalam konteks itu, hukum hanya berlaku jika didasarkan pada keadilan, dan mematuhi keadilan mengharuskan melanggar hukum yang tidak adil.Kegiatan yang dilakukan adalah konsekuensi dari kesepakatan. Jadi, tindakan, dalam kata-kata Kohlberg dkk. (1983), tidak pernah menjadi sarana melainkan hasil. Seseorang bertindak sesuai dengan harapan hukum atau yang telah disepakati sebelumnya daripada untuk alasan pribadi. Kohlberg mengakui bahwa menemukan seseorang yang secara konsisten menerapkan tahap ini merupakan tantangan baginya.

Menurut Kohlberg, tahapan perkembangan moral seorang anak berlangsung dalam urutan yang logis dan sesuai dengan usianya. Ketika dihadapkan pada keputusan moral, sebagian besar anak menggunakan penalaran prakonvensional tahap 1 pada usia sembilan tahun. nalar dengan cara yang lebih konvensional saat mereka mendekati masa remaja awal. Mayoritas remaja bernalar pada tahap 3, dengan tanda-tanda tahap 2 dan 4 dalam beberapa kasus. Ketika mereka memasuki masa dewasa muda, individu-individu tertentu bernalar dengan cara pascakonvensional.

Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral Anak

Anak akan mampu berperilaku sopan dan santun kepada siapa saja, menghormati orang lain yang lebih tua darinya, menaati peraturan, sabar, jujur, dan mau menghargai orang lain jika ditanamkan nilai-nilai moral yang mapan sejak usia dini.

Nilai hitam putih, atau moralitas, adalah bentuk atau hasil dari moralitas antara benar dan salah, yang berimplikasi pada aturan yang mempengaruhi perilaku anak. Yang lainnya adalah sikap yang diperlukan anak karena akan terus tumbuh sampai mereka dewasa dan memiliki anak. Perilaku anak yang baik meliputi jujur, disiplin, hormat, dan patuh. Perkembangan moral seseorang erat kaitannya dengan kemampuan pengendalian diri dalam hubungannya dengan norma sosial. Melalui interaksi timbal balik lingkungannya, anak mengembangkan moralitas.

Hal ini menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia anak, perilaku mereka juga berubah. Karena perkembangan moral anak juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, orang tua atau pendidik perlu waspada untuk memastikan bahwa anak-anak mereka berkembang secara moral dengan baik. Perkembangan moral anak rentan terjadi karena mereka cepat meniru meskipun tidak diajarkan secara langsung. Selain itu, perkembangan moral anak semakin pesat, yang dapat berdampak positif atau negatif di kemudian hari.

Penurunan moral ini menimpa siapa saja, tanpa memandang usia. Penurunan moral dapat dihentikan dengan membekali anak-anak dengan pendidikan moral yang lebih banyak. Arnold Toynbe berpendapat, yang menjadi kontributor utama kehancuran suatu kelompok (bangsa), menyatakan bahwa melemahnya karakter bangsa berkaitan dengan perkembangan moral individu pada usia muda. Hal ini disebabkan perkembangan anak dimulai pada tahun-tahun awal mereka. Anak-anak menunjukkan karakteristik perilaku tertentu selama ini. Strategi yang sering digunakan oleh pendidik di lembaga pendidikan dan orang tua di keluarga (rumah) untuk mendorong perilaku anak di bawah pengawasannya adalah memaksa mereka untuk melakukan sesuatu yang sederhana dan tidak berbahaya, seperti menyapu. Ajarkan anak kebiasaan yang baik karena mereka akan membutuhkannya untuk menghadapi masalah sekarang dan di masa depan. Seorang anak akan lebih berani dan percaya diri dalam menghadapi tantangan apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun