Mohon tunggu...
Wardatun Hasanah
Wardatun Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Wardatun Hasanah

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Perubahan UU No. 1 Tahun 1974 Menjadi UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan

14 Desember 2021   18:46 Diperbarui: 14 Desember 2021   18:59 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Tanggal 14 Oktober, Presiden Joko Widodo mengesahkan perubahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang No. 16 Tahun 2019. Undang-Undang tersebut mulai berlaku sesaat setelah diundangkannya Plt. Menkumham Tjahjo Kumolo tanggal 15 Oktober 2019 tepatnya di Jakarta. 

Disebutkan perubahan dalam revisi Undang-Undang tersebut bahwa batas minimal umur untuk menikah bagi perempuan yaitu 19 (Sembilan Belas) tahun, hal tersebut dipersamakan dengan usia menikah bagi laki-laki (Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan). 

Perubahan batas usia minimal umur perkawinan bagi perempuan ini dianggap bahwa perempuan dalam usia ini lebih mantap atau telah matang (Jiwa Raganya) untuk menikah atau melangsungkan perkawinan. Hal tersebut dinilai bahwa dapat mewujudkan tujuan pernikahan dan tidak akan terjadi perceraian. Tetapi, bagaimana dengan realita yang terjadi di masyarakat saat ini mengenai adanya revisi UU tersebut?

Saat ini, revisi perubahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 belum cukup efektif. Hal ini dibuktikan lebih banyaknya kasus mengenai pernikahan dibawah umur pada saat Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 mulai diberlakukan. Perkara yang cukup melonjak pesat di Pengadilan Agama (PA) adalah perkara Dispensasi Nikah. 

Banyak hal yang merupakan faktor-faktor pernikahan dibawah umur dan hingga harus mengajukan dispensasi nikah melonjak pesat di Indonesia terutama pada masyarakat kalangan menengah ke bawah. 

Faktor-faktor itu antara lain tidak sedikit masyarakat yang menikahkan anaknya untuk mencegah terjadinya perbuatan asusila, menikahkan anak untuk mengurangi beban perekonomian keluarga, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, pandangan yang beredar di masyarakat bahwa apabila anak gadisnya sudah berumur 17-18 Tahun itu merupakan umur yang ideal untuk menikah. 

Tidak hanya itu, bagi masyarakat menengah ke bawah revisi Undang-Undang ini menjadi beban dikarenakan bagi masyarakat yang ingin menikahkan anaknya yang belum berusia 19 Tahun harus mengajukan dispensasi nikah dan hal tersebut tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun