Mohon tunggu...
Wardah Fichayati
Wardah Fichayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Maha siswa UIN Raden Mas Said Surakarta

saya tertarik untuk menulis sesuatu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Paradigma Tafsir Kontemporer

8 Juni 2024   16:00 Diperbarui: 8 Juni 2024   16:44 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Paradigma tafsir kontemporer memegang peranan penting dalam menghadapi kompleksitas permasalahan dan isu-isu zaman ini. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, tafsir kontemporer menjawab panggilan untuk menafsirkan Alquran dengan relevansi yang sesuai dengan konteks sosial dan ideologi saat ini.

Dalam menjalankan fungsi tafsir kontemporer, penting untuk tetap mengakui Alquran sebagai pedoman utama bagi umat manusia. Alquran tetap relevan pada setiap zaman dan tempat, sesuai dengan kaidah Ushul fiqih yang menyatakan bahwa Alquran adalah kalam Allah yang akan terus sesuai dengan kondisi zaman dan tempat. Meskipun manusia memiliki keterbatasan akal dalam menafsirkan Alquran, hal itu tidak mengubah kesesuaian Alquran pada setiap zaman hingga hari kiamat.

Namun demikian, kebutuhan akan tafsir kontemporer muncul karena perbedaan kondisi antara zaman modern dengan zaman klasik terdahulu. Dalam konteks ini, prinsip Ushul fiqih yang menyatakan bahwa perubahan hukum tergantung pada perubahan zaman dan tempat menjadi relevan. Sejarah menunjukkan bahwa Imam Syafi'i, salah seorang tokoh penting dalam fiqih Islam, melakukan perubahan pada fatwa-fatwanya sesuai dengan perubahan tempat dan kondisi sosial.

Perubahan ini, yang dikenal sebagai qaul Kodim dan qaul Jadid, menjadi landasan bagi adanya ijtihad dalam melakukan pembaharuan dalam tafsir Alquran. Ijtihad ini merupakan wujud dari upaya untuk menafsirkan Alquran secara kontemporer, dengan memperhatikan perubahan zaman dan konteks sosial yang berkembang.

Dalam konteks tafsir kontemporer, para ulama dan cendekiawan Islam menempatkan diri mereka sebagai perantara antara teks Alquran dan realitas zaman. Mereka menggunakan metodologi tafsir yang mengintegrasikan pemahaman tradisional dengan konteks kontemporer, untuk menyampaikan pesan-pesan Alquran secara relevan bagi masyarakat modern.

Salah satu pendekatan dalam tafsir kontemporer adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan memperhatikan nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya. Dengan memahami esensi nilai-nilai tersebut, tafsir kontemporer dapat memberikan pemahaman yang relevan terhadap masalah-masalah kontemporer seperti globalisasi, teknologi, hak asasi manusia, dan lain sebagainya.

Tafsir kontemporer juga menekankan pentingnya memperhatikan konteks budaya dan sosial dalam menafsirkan Alquran. Hal ini mengakui keragaman masyarakat Islam di berbagai belahan dunia, serta kompleksitas tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam dalam konteks sosial dan politik saat ini.

Selain itu, tafsir kontemporer juga memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menafsirkan Alquran. Dengan memanfaatkan pengetahuan modern tentang ilmu-ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu-ilmu terapan lainnya, tafsir kontemporer dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap pesan-pesan Alquran.

Dalam menghadapi tantangan dan kompleksitas zaman modern, tafsir kontemporer menjadi sebuah upaya untuk menjaga relevansi Alquran sebagai sumber pedoman bagi umat manusia. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai universal, konteks sosial dan budaya, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tafsir kontemporer memberikan kontribusi yang berharga dalam memahami dan mengaplikasikan ajaran Alquran dalam kehidupan sehari-hari.

tafsir kontemporer mulai berkembang sejak abad 19 hingga saat ini. diusung oleh seorang tokoh yang melakukan sebuah modernisasi di mesir yakni Jamaluddin al afgani. 

berangkat dari tujuan yakni menjadilan al quran sebagai huddan linnas  para ulama tafsir kontemporer menggunakan pendekatan yag berbeda dengan pendekatan yang dilakukan ulama tafsir klasik. Dalam tradisi tafsir kitab klasik, dikenal empat metode penafsiran yang meliputi ijmali, tahlili, muqarin, dan maudhu'i. Masing-masing metode memiliki ciri khasnya sendiri. Namun, di era kontemporer, para mufassir berusaha untuk menciptakan penafsiran baru yang tidak sekadar mengulang keilmuan yang telah ada sebelumnya. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah dengan menggabungkan dua atau lebih metode penafsiran, sehingga menciptakan pendekatan yang lebih komprehensif dan inovatif.

Para mufassir kontemporer mengusung beberapa karakteristik yang membedakan pendekatan mereka dari pendekatan mufassir klasik. Pertama, mereka mengadopsi pendekatan bernuansa hermeneutis yang lebih menekankan pada aspek epistemologis-metodologis. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghasilkan pembacaan Al-Qur'an yang lebih produktif, yang tidak sekadar mengulang apa yang telah ada sebelumnya, tetapi juga membuka ruang bagi pemahaman baru dan relevan dengan zaman.

Kedua, mereka mengambil pendekatan kontekstual dan berorientasi pada spirit Al-Qur'an. Ini dilakukan dengan membaca ayat-ayat Al-Qur'an melalui berbagai disiplin ilmu seperti filsafat, semantik, antropologi, sosiologi, dan sains. Pendekatan ini merupakan respons terhadap kesadaran bahwa Al-Qur'an, meskipun turun di Arab dan menggunakan bahasa Arab, memiliki nilai-nilai yang universal yang melampaui waktu dan tempat yang dialami manusia.

Ketiga, pendekatan yang diambil oleh para mufassir kontemporer adalah pendekatan ilmiah, kritis, dan non-sektarian. Mereka menghasilkan tafsir yang dapat diuji kebenarannya berdasarkan konsistensi metodologi yang mereka gunakan, serta siap menerima kritik dari komunitas akademik. Selain itu, mereka juga bersikap kritis terhadap pendapat-pendapat para ulama klasik maupun kontemporer yang dianggap sudah tidak kompatibel dengan era kontemporer, tanpa terjebak pada kungkungan madzhab atau aliran tertentu.

Secara keseluruhan, pendekatan yang digunakan oleh para mufassir kontemporer ini memungkinkan terciptanya penafsiran Al-Qur'an yang lebih relevan dengan zaman dan lebih dapat diterima secara ilmiah dan kritis oleh masyarakat akademik dan umum.

Shah Waliyullah, seorang pembaharu Islam dari Delhi, merupakan orang yang berjasa dalam memprakarsai penulisan tafsir "modern", dua karyanya yang monumental, yaitu, Hujjah al baligh dan Ta`wil al Hadits fi Rumuz Qishash al Anbiya, adalah karya yang memuat tentang pemikiran modern. 

Tidak sia-sia usaha ini telah merangsang para
pembaharu lainnya untuk berbuat hal serupa, maka di Mesir, munculah tafsir Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Ahmad Khalaf, dan Muhammad Kamil Husain. Di belahan Indo-Pakistan, kita mengenal tokoh seperti Abu Azad, Al Masriqqi, G.A Parws, dan sederetan tokoh lainnya. Di penjuru Timur Tengah, semisal Amin Al Khull, Hasan Hanafi, Bita Shathi, Nasr Abu Zayd, Muhammad Shahrur, dan Fazlur Rahman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun