Mohon tunggu...
Wardah Fajri
Wardah Fajri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Pengembara Penggerak Komunitas

Community Development -Founder/Creator- Social Media Strategist @wawaraji I www.wawaraji.com Bismillah. Menulis, berjejaring, mengharap berkah menjemput rejeki. Blogger yang menjajaki impian menulis buku sendiri, setelah sejak 2003 menjadi pewarta (media cetak&online), menulis apa saja tertarik dengan dunia perempuan, keluarga, pendidikan, kesehatan, film, musik, modest fashion/fashion muslim, lifestyle, kuliner dan wisata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wonderful Life, Hidup Lebih Indah Berkat Penerimaan

13 November 2016   01:49 Diperbarui: 13 November 2016   02:34 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerimaan, atas diri, atas hidup, atas kondisi yang sebenarnya memang sudah digariskan untuk setiap kita terbukti membuat perjalanan kehidupan lebih ringan dan bahkan lebih indah. Hadirnya anak dalam keluarga, dengan kondisi apa pun yang sudah digariskan olehNYA, akan membawa berkah ketika ada penerimaan.

Satu kata, penerimaan, adalah yang muncul di pikiran saya saat sedang menonton film Indonesia Wonderful Life beberapa waktu lalu.

Ini bukan review film, karena memang ketika saya mendapatkan kesempatan menonton film Wonderful Life dari Ketapels, hampir semua bioskop sudah turun layar. Entah saya yang terlambat atau memang masa tayang film Wonderful Life lebih cepat dibandingkan yang lainnya. Padahal kehebohan saya sempat rasakan di awal peluncuran film tersebut. Review sebagian orang yang saya kenal dan sudah menontonnya juga positif atas film Indonesia yang diproduseri oleh Rio Dewanto ini. Bahkan, FFI yang baru saja berlangsung memilih pemeran utama wanita film ini, Atiqah Hasiholan, sebagai kandidat Aktris Terbaik Piala Citra. Barangkali begitu lah nasib film Indonesia di negeri sendiri, terlalu cepat turun layar, dan banyak film bagus (menurut saya) yang mengalami nasib serupa.

Kembali soal Wonderful Life, yang saya maknai lebih dari sekadar judul film, tapi kepada ungkapan kehidupan yang indah. Perjalanan hidup Amalia Prabowo, ibu dengan anak disleksia, terasa mendominasi alur cerita film ini. Edukasi disleksia memang ada namun saya lebih melihat pada bagaimana seorang ibu, single mom, mengatasi keadaan yang harus dijalaninya.

Bagi saya, ibu yang juga merasakan perjalanan memiliki anak berkebutuhan khusus, penerimaan adalah pesan penting dari kondisi yang digariskan kepada kami. Menerima dengan ikhlas bahwa sudah menjadi ketentuanNYA, dititipi anak berkebutuhan khusus. Mencari solusi untuk memaksimalkan hidup anak adalah lebih bijak, ketimbang berupaya membuatnya sama seperti anak-anak pada umumnya.

Setiap anak lahir istimewa, dengan apa yang Tuhan gariskan kepadanya, kepada kita orangtuanya. Bukan karena Tuhan marah atas dosa masa lalu, bukan karena hukuman untuk orangtuanya atau keluarga yang dititipi anak berkebutuhan khusus, bukan karena penebus dosa masa lalu, bukan! Tuhan tidak sepicik itu. Tuhan memberikan yang terbaik untuk kita  belajar. Mencari hikmah, menemukan berkah di baliknya, berpikir, dan bersyukur, juga menyerahkan segala urusan kepadaNYA.

Saya mungkin terlalu dalam menerjemahkan film Wonderful Life. Tapi saya itulah yang saya rasakan ketika menontonnya dengan tak kuasa menahan air mata.

https://tindaktandukarsitek.com
https://tindaktandukarsitek.com
Disleksia adalah satu kondisi yang harus dicari solusinya untuk anak lebih optimal hidupnya dengan apa pun kondisinya. Para orangtua dengan anak disleksia hanya perlu menerima, penerimaan diri, penerimaan kondisi, ikhlas, lalu menjalani yang terbaik untuk anaknya. Menjadi orangtua yang lebih kuat barangkali satu dari banyak hikmah di baliknya, yang sedang Tuhan ajarkan melalui anak-anak istimewa kita.

Bersyukur, karena masih banyak anak dan orangtua lain yang lebih berat perjalanannya. Rare Disorder, satu isu lagi yang barangkali belum semua orang tahu. Autisme, Cerebral Palsy, banyak sekali kondisi anak berkebutuhan khusus, belum lagi bicara kanker pada anak dan penyakit kritis lainnya. Semua terjadi bukan tanpa alasan, namun jangan sibuk mencari sebab tapi sibuklah mencari solusi terbaik untuk hidup optimal. Bukan hanya anak-anak yang optimal hidupnya tapi juga orangtua dan keluarga yang sedang dididik Tuhan dengan cara luar biasa untuk memaksimalkan hidupnya dengan penyerahan diri, ikhtiar, bersyukur, dan barangkali menjadi perantara Tuhan untuk berbagi pengalaman dengan orangtua lainnya.

Ada dialog di film Wonderful Life, dari tokoh utama film ini, yang mengena sekali. “Qil tidak sakit pak, kita, kita yang sakit.” Kata Amalia kepada ayahnya yang keras pendapatnya menilai cucunya sakit dan harus diobati.

www.pinoyanmovies.com
www.pinoyanmovies.com
Ya, kadang orang dewasa memang yang sakit saat menghadapi kondisi anak/cucu yang tak biasa. Sakit pikirannya, sakit jiwanya,karena belum menemukan penerimaan diri dan kondisi.

Belajar ilmu ikhlas memang tak mudah, percaya sama saya. Saya sudah menjalaninya 3,5 tahun ditambah 100 hari sejak meninggalnya anak balita semata wayang saya. Hanya ilmu ikhlas dan dukungan keluarga yang juga kuat dan ikhlas lah yang membuat segalanya menjadi lebih ringan.

Wonderful Life yang berangkat dari kisah nyata, mengajarkan bagaimana orangtua menuntut anak sempurna bahkan “melawan” ketentuan dan seakan merasa paling benar dengan semua rencananya, rencana manusia. Padahal ada yang paling maha punya rencana, tugas kita adalah mencari tahunya, mendekat kepadanya supaya dimudahkan mendapat petunjuk berjalan dengan caraNYA.

Ketika penerimaan hadir, maka yang terjadi adalah perjalanan hidup yang lebih tenang, lebih indah dan membawa banyak berkah. Menjalani apa yang harus dijalani sepenuh hati, dengan penerimaan total, dan berhenti menuntut sempurna dari anak-anak kita. Mengenali apa yang bisa dimaksimalkan dari kondisi yang ada, itu lebih baik dan terbukti memang lebih baik dari kisah Amalia dan anaknya, Aqil Prabowo yang barangkali saat ini hidupnya sudah jauh lebih bahagia, memaksimalkan potensi dirinya berkat penerimaan keluarga.

Sumber foto: http://bit.ly/2eALmLe
Sumber foto: http://bit.ly/2eALmLe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun