[caption caption="Dok. Wardah Fajri"][/caption]
Era digital membuka peluang sekaligus menjadi tantangan untuk UKM, apa pun industrinya. Melalui akses internet, pebisnis dari berbagai skala dapat menerobos pasar melipatgandakan penghasilannya, roda bisnis pun terus berputar bahkan berjalan lebih cepat.
E-Commerce menjadi jalannya, bukan sekadar menjadi tren namun kebutuhan dan terus bertumbuh pesat. Bahkan bisa dikatakan terlambat jika pebisnis/UKM tidak memaksimalkan e-commerce untuk melipatgandakan keuntungan bisnisnya. Tren e-commerce pun tak terhentikan apalagi dengan bertumbuhnya pasar utama yakni kalangan muda, usia produktif yang akan mencapai masa keemasannya pada 2020 hingga 2035. Berbagai pilihan e-commerce pun tersedia dari marketplace, online shop, juga internet marketing melalui sosial media personal. Target pasar terus bertumbuh, peluang terbuka, pilihan tersedia, maka sudah waktunya UKM bergerak ke arah e-commerce.
Poin penting inilah yang saya dapatkan dengan menghadiri Diskusi Bulanan Humas bersama Forum Koperasi UKM. Mengangkat tema “Peluang dan Tantangan Koperasi dan UKM dalam Bisnis E-Commerce”, diskusi yang berlangsung Selasa, 9 Februari 2016 di Auditorium Gedung Kementerian Koperasi dan UKM Jakarta menghadirkan narasumber antara lain Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasidan UKM, Wayan Dipta; Pengamat e-commerce ITB, Kun Wahyu Cahyantoro ; dan Co-founder dan CFO Bukalapak, Muhamad Fajrin Rasyid. Diskusi dimoderatori oleh Syarief Hasan Salampessy (Kantor berita RRI).
Marketplace, Pilihan yang Aman
Dalam presentasinya, Fajrin menjelaskan, e-commerce menyediakan banyak pilihan berjualan. Marketplace seperti Bukalapak, Tokopedia, Elevania, Blibli yang memiliki kelebihan di system pembayaran. Selain model yang disebut sebagai toko online, sebut saja Lazada, Zalora, Matahari Mall, Bhineka. Ada juga e-commerce yang tergolong classified media seperti OLX, Kaskus termasuk UKM yang berbisnis online melalui akun sosial media pribadinya, mulai Facebook, Instagram, disebut sebagai iklan baris online.
“UKM bisa pilih platform mana yang paling cocok,” kata Fajrin.
Sebagai gambaran, di Bukalapak sendiri penggunanya tumbuh dua kali lipat setiap tahun. Kemudahan jual-beli yang dikelola oleh system menjadi nilai lebih dari marketplace semacam Bukalapak ini. Platform marketplace menyediakan lapak bagi semua orang untuk belanja dan berjualan dengan focus pada kontennya, bukan memikirkan teknologi apalagi desain.
Dengan kekuatan konten, variasi produk pun terus bertumbuh, marketplace jadi semakin banyak dikunjungi baik pembeli maupun calon penjual. Uniknya, semakin banyak penjual terjadi persaingan harga sehat, situs pun makin ramai pengunjung. Kondisi ini justru akan meningkatkan peluang bisnis, jangan heran kalau kemudian akan banyak bermunculan “pemain” baru.
Siklus inilah yang terjadi di marketplace dan menjadikannya pilihan teraman yang bisa menghasilkan pendapatan lebih terukur. Terbukti di Bukalapak, penjual pun menikmati omzet yang terus bertumbuh dari Rp 3 juta hingga puluhan bahkan ratusan juta, di usia enam tahun marketplace ini. Dengan terfasilitasinya komunitas penjual, kisah sukses para penjual ini pun pada akhirnya menularkan semangat entrepreneurship kepada orang lain yang mengakses situs
Selain terkait sistem yang terkelola di marketplace, model e-commerce ini juga punya nilai tambah bagi UKM/pebisnis online terkait reputasi. Persoalan “trust” bukan main-main dalam bisnis online. Pilihan berbisnis online melalui akun medsos pribadi sah saja, dan memang lebih simpel namun semua serba manual. Jika bisnis tak tertangani dengan maksimal, maka reputasi pebisnis pun bisa terancam.