Mohon tunggu...
Wardah Fajri
Wardah Fajri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Pengembara Penggerak Komunitas

Community Development -Founder/Creator- Social Media Strategist @wawaraji I www.wawaraji.com Bismillah. Menulis, berjejaring, mengharap berkah menjemput rejeki. Blogger yang menjajaki impian menulis buku sendiri, setelah sejak 2003 menjadi pewarta (media cetak&online), menulis apa saja tertarik dengan dunia perempuan, keluarga, pendidikan, kesehatan, film, musik, modest fashion/fashion muslim, lifestyle, kuliner dan wisata.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Brush with Danger, Film Impor Kreasi Perempuan Indonesia yang "Multitasking"

23 November 2015   15:21 Diperbarui: 23 November 2015   16:49 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Undangan Kompas.com untuk komunitas film Kompasiana, KOMIK, saya sambut hangat sebagai fasilitatornya. Komik Nobar Brush with Danger di XXI Epicentrum Walk pun sudah jauh hari terencana, dan pada Sabtu, 21 November 2015, 24 orang datang memenuhi janji setelah sebelumnya mendaftar online merespons pengumuman yang dibuatkan oleh admin KOMIK, Agung Han. Siap menikmati film impor yang diproduksi dan didistribusikan oleh orang Indonesia, Komikers yang selalu heboh pun duduk kompak di barisan paling pojok atas, setelah sebelumnya ngobrol lama dengan Livi Zheng, sang sutradara sekaligus pemainnya.

Sesuai kebiasaan KOMIK dengan anggotanya yang hobi nonton dan nulis, mereka yang terpilih Komik Nobar adalah yang sudah menjadi bagian dari keluarga besar KOMIK di FB Group dan bebas utang review dari Komik Nobar sebelumnya. Bukan apa-apa,  KOMIK memang ingin merangsang anggotanya menulis dan menulis dari film yang ditontonnya. Sudah berkesempatan ikut nobar gratis, dengan kemampuan menulis yang dimiliki, apa salahnya berbagi? Selain ini menjadi cara menyeleksi peserta Komik Nobar, dengan makin seringnya undangan agar semuanya kebagian sensasi Komik Nobar yang selalu seru.

Tentang Film dan Pembuatnya

Itu sekilas tentang Komik Nobar, lantas bagaimana film Brush with Danger? Jangan berharap saya akan bercerita isi filmya, karena saya tak suka review spoiler. Saya hanya ingin berbagi pengalaman menonton film ini, sedikit ulasan dari seorang awam (bukan kritikus film) yang sekadar hobi nonton di bioskop.

Sekilas saja, film aksi dan drama ini menceritakan pengalaman Alice dan Ken Qiang (Livi dan Ken Zheng), kakak beradik imigran gelap dari Asia Timur yang  datang secara ilegal (melalui kontainer) ke Amerika untuk menggapai impiannya. Alice (Livi) ingin menjadi pelukis, Ken ingin menjadi petarung. Baik di kisah film maupun nyata, pemeran utama film ini memang benar-benar kakak beradik, namun di film diceritakan pengalaman dramatik dengan aksi laga yang diperagakan profesional tanpa pemeran pengganti.

Keduanya memeragakan seni bela diri dengan sangat natural. Wajar saja karena adalah peraih 26 medali dan piala di pertandingan bela diri internasional, sebut saja Las Vegas dan US Open-Florida. Ken tak kalah berprestasi. Ken adalah juara Wushu di usia 16 dan pernah memenangkan pertandingan bela diri di Amerika Serikat.

Brush with Danger adalah judul film yang saya ketahui jauh sebelum ada undangan nobar ini, dengan Livi, perempuan Indonesia sebagai orang penting di baliknya. Saya ketahui dari berbagai sumber termasuk tayangan televisi, bahwa Livi adalah sutradara muda, 26 usianya, yang tinggal di Amerika dan merintis dari nol kiprahnya di dunia perfilman. Ia berhasil menembus Hollywood dan sempat hadir sebagai undangan di ajang film bergengsi di Amerika, the Oscar.

Livi bercerita kepada Komikers sebelum nobar, ia punya keahlian bela diri yang dipelajarinya di Beijing. Bela diri dan ilmu ekonomi yang dimilikinya lantas membawanya menjadi seorang pelaku seni di dunia perfilman. Mungkin tak ada kaitannya semua latar belakang itu, namun ternyata lewat Brush with Danger, Livi membuktikan semua latar belakang kita bisa membawa keuntungan suatu waktu. Ketertarikan pada dunia film, dengan latar belakang tersebut, melahirkan sebuah karya, Brush with Danger, sebuah film impor yang mulai ditayangkan di seluruh bioskop di Indonesia mulai 26 November 2015.

Livi mengatakan, kalau ingin terjun ke dunia film, akan lebih baik jika memulainya dari nol, mengawali dari peran kecil di produksi film seperti yang Livi lakukan dengan membantu di pencahayaan, hingga akhirnya menjadi sutradara.

Dengan pengalaman pernah mengurus pencahayaan dan lainnya, Livi mengaku jadi tahu semua detil proses pembuatan film. Ketika ia menjadi sutradara, semua ilmu dan pengalaman tersebut membantunya dalam urusan penjadwalan, dan membantunya menjadi sutradara yang benar-benar punya perhatian detil pada setiap sisi produksi film.

Sarjana ekonomi ini juga mengaku mendapatkan keuntungan dari pendidikan formalnya, karena untuk urusan distribusi film yang juga dipegangnya saat ini, ilmu itu pun membantunya dalam urusan pemasaran film.

Tak berpuas diri dengan menguasai ilmu bela diri, menjadi sutradara dan pemain film, menjadi distributor filmya sendiri, juga kesempatan pernah tampil di Oscar lantaran Brush with Danger masuk dalam seleksi nominasi untuk kategori Best Picture, Livi menambah kekuatan dirinya dengan menjadi mahasiswa S2 jurusan Film Production di University of Southern California. Tak berlebihan kalau akhirnya Livi pun dianggap sebagai anak muda yang menjadi inspirasi bagi insan perfilman di Asia. Anggapan inilah yang melatari undangan diskusi film Hollywood dari Communication University of China dan Beijing Shi Fan University. Kedatangan Livi ke Beijing bukan hanya disambut mahasiswa namun juga media bergengsi di Tiongkok, seperti CCTV, Xinhua, Ren Min Ribao dan China Daily.

Perempuan muda kelahiran Jawa Timur ini jelas membanggakan, membawa nama Indonesia di Hollywood dan Beijing. Baru pertama kali menjadi sutradara, filmnya berhasil masuk seleksi nominasi Oscar (belum nominee). Bukan hal mudah mencapai ini karena tiap tahunnya ada 40.000 lebih film yang diproduksi di Amerika Serikat, dan hanya 1 persen dari film tersebut yang terpilih untuk masuk seleksi nominasi Oscar. Saingannya juga merupakan film-film terkenal seperti Interstellar, Hunger Games, Days of Future Past, Boy Hood, dan Birdman.

Dengan berbagai latar belakangnya, Livi Zheng membanggakan. Karenanya saya merasakan film Hollywood alias film impor ini punya rasa Indonesia di dalamnya. Selain bangga karena pemain dan sutradaranya adalah orang Indonesia, saya pun bangga orang Indonesia bisa menunjukkan kemampuan bela dirinya di film Hollywood, semacam ada penerus aktor laga Asia, Jackie Chan, dan ini datang dari kalangan muda, orang Indonesia. Bukankah Indonesia juga kaya dengan seni bela diri? Harapannya Livi dan Ken bisa mengangkat seni bela diri Indonesia, dan banyak belajar di negerinya sendiri bukan hanya berguru di Beijing. Itu kesan awal yang saya tangkap dari film Brush with Danger ini. 

Kalau bicara konten, kualitas gambarnya memang bagus namun ada yang kurang kuat bagi saya di film ini, yakni naskah. Penulis naskah film ini adalah Ken Zheng, saudara laki-laki Livi. Entah alasan apa Livi tidak menggandeng penulis naskah yang lebih berpengalaman. Saya tak sempat menanyakannya usai nobar lantaran Livi masih sibuk melayani permintaan foto bareng. Satu hal lagi urusan penulisan naskah film ini, saya bertanya dalam hati, mengapa Livi dan Ken tidak pernah berbahasa Indonesia, sedikit saja, di film ini. Sepertinya ada film laga berbahasa Mandarin yang berhasil masuk Hollywood, masih tetap bisa dinikmati penggemar film di berbagai belahan dunia.

Masih soal naskah, kalau mau membandingkan dengan film Indonesia yang dua hari sebelumnya saya tonton, Toba Dream, yang diambil kisahnya dari Novel, dan penulis Novel tersebut TB Silalahi juga menjadi penulis naskah filmnya, ada kekuatan yang sangat kental terasa di naskah film Indonesia tersebut. Cerita film Brush with Danger akan lebih kuat lagi kalau naskahnya lebih tajam. Adegan laga dan pengambilan gambar yang mulus “menyelamatkan” film ini dari alur cerita yang mudah ditebak. Cerita sederhana yang kurang diolah maksimal sehingga tak banyak pesan bermakna yang bisa dibawa pulang. Meski begitu, saya pulang menonton film ini dengan rasa bangga karena Livi dan Ken Zheng adalah orang Indonesia.

Jadi, saya bisa mengerti kenapa katanya ada skoring film yang memberikan angka 3 dari 10 untuk film ini, mungkin ada unsur ceritanya yang mudah ditebak atau penilaian lain. Kalau saya, tidak paham mengenai skoring semacam itu, alasan subyektif tentunya soal angka berapa yang mau kita berikan ke sebuah film yang kita tonton. Kalau saya tak ingin sebut angka, hanya ingin merekomendasikan untuk menonton film ini. Alasannya, untuk mendukung orang Indonesia, diaspora, yang berhasil mencapai impiannya di negeri orang dan kembali ke Indonesia, memberikan inspirasi untuk anak-anak muda untuk tidak takut dan bermanja, juga bersemangat mengejar impiannya dengan kerja keras, lewat film dan cerita di baliknya.

 

#KomikNobar

#setoranborongan #bukanuntukditiru

 

Sumber foto seluruhnya: Official Brush with Danger

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun